3. The Mission Has Not Been Completed
Max menggigit sandwich daging asapnya sambil menatap lekat layar laptop di depannya.
Ia sedang serius memeriksa flash disc yang berhasil diambil Amanda dari Enzio Morelli, dan mengirim seluruh isinya ke dalam e-mail.
Max menghela napas lelah, namun tidak berhenti mengunyah sandwich yang dibuatkan Amanda untuknya.
Bukti kuat untuk menjerat Enzio sudah ia pegang sekarang, meskipun Max sudah kehilangan jejak Dokter psikopat itu.
Seluruh anak buahnya sudah dikerahkan untuk mencari Enzio Morelli. Namun Dokter gila itu hilang tanpa jejak seperti lenyap ditelan bumi.
Mungkin ia sedang bersembunyi, sejak menyadari kalau flash disc yang berisi rekam jejak kejahatannya berupa pembunuhan serta data perdagangan organ tubuh ilegal telah menghilang.
Well, Max sebenanarnya tidak terlalu cemas dengan menghilangnya penjahat itu.
Toh, orang-orangnya yang bekerja di bawah organisasi The Golden Badges adalah orang-orang yang memiliki kemampuan luar biasa, selama ini tak sulit bagi mereka untuk menemukan para buronan kejahatan dalam waktu yang lumayan singkat.
Namun sebuah pesan singkat yang masuk ke dalam ponselnya sontak membuat Max mengerutkan keningnya.
[Enzio Morelli berada dalam tahanan pimpinan Black Wolf, boss. Dan mereka tidak berkenan untuk melepaskannya]
Black Wolf?
Max cukup tahu dengan organisasi hitam yang misterius itu. Belum ada bukti konkret yang mengkaitkan Black Wolf dengan kejahatan, namun siapa pun tahu kalau Black Wolf bukanlah organisasi putih.
Lalu kenapa pimpinannya menahan Enzio Morelli? Apa keterkaitan mereka dengan Dokter itu?
Max meletakkan jemarinya di dagu, pertanda kalau ia sedang serius berpikir. Netra coklatnya melirik seorang wanita yang dengan santainya tidur di sofa dengan mata yang terpejam rapat namun bibir yang sedikit terbuka.
Sebuah buku tebal dengan halaman yang terbuka berada di atas perutnya.
Max menggeleng-geleng tak habis pikir. Selama ini Amanda memang sangat lihai memerankan sosok wanita penggoda untuk mendapatkan informasi yang diperlukan, namun Max tidak yakin dia pantas untuk agen lapangan dengan tingkat resiko yang cukup tinggi.
Pertama, dia agak ceroboh. Kedua, dia terlalu mengganggap enteng setiap tugas yang diberikan. Ketiga, ilmu bela diri gadis ini hanyalah sebatas menendang selangkangan dan memukul hidung lawan dengan sikunya.
Maka dari itu, Max sungguh tidak mengerti dengan keputusan para petinggi di PBB yang mendirikan organisasi rahasia ini.
Yang menempatkan Amanda Almira Wrighton--supermodel yang cukup dikenal di Milan--sebagai agen lapangan The Golden Badges dengan kode nama Agent Peacock.
The Golden Badges didirikan diam-diam oleh para petinggi PBB, yang bertujuan untuk mengatasi para kriminal yang sulit tersentuh oleh aparat hukum.
Para kriminal yang memiliki kekuasaan tinggi atau backing yang kuat yang melindungi kejahatan mereka sehingga seolah kebal pada hukum.
The Golden Badges hampir terdapat di setiap negara, dengan pemimpinnya masing-masing. Max sendiri adalah pemimpin di Italia yang berbasis di kota Milan.
Setelah berpikir beberapa saat, lelaki berkulit kecoklatan itu pun memutuskan untuk mengirimkan permintaan kepada petinggi PBB agar mencabut posisi Amanda sebagai agen lapangan, dan kembali menempatkannya di posisi semula yaitu mata-mata/penggali informasi.
Alasan yang akan dikemukakannya yaitu ketidakmampuan untuk membela diri berkaitan dengan misi pertama wanita itu yang cukup membahayakan jiwanya.
Done.
Max bernapas lega ketika telah mengirimkan e-mail tersebut. Semoga saja permintaannya dikabulkan.
Tiba-tiba ponselnya kembali berbunyi, dan Max pun melihat pesan yang kembali dikirimkan oleh anak buahnya.
[Nanti malam ada pesta ulang tahun pemilik perusahaan baja Harrison Steel, yang ternyata diam-diam juga anggota dari kelompok Black Wolf. Kemungkinan besar pemimpin organisasi itu akan hadir di sana.]
"Max, kamu masih di sini ya?"
Lelaki itu mengalihkan tatapannya kepada Amanda yang sepertinya baru saja terbangun dari tidurnya. Gadis itu berdiri dari sofa sambil menguap lebar dan menggaruk-garuk bokongnya.
"Agent Peacock, bagaimana pun juga aku ini adalah bosmu. Apa kamu tidak mau sedikit menjaga sikapmu, hah?!" Dengusnya kesal.
Wanita di hadapannya ini sesungguhnya memiliki kecantikan yang jauh lebih memukau daripada kebanyakan wanita cantik lainnya, tapi sifat aslinya yang jauh dari elegan membuat Max sebal.
Amanda menyeringai lebar. "Ck ck ck... Jangan galak-galak, sih. Aku kan sudah membuatkanmu makanan, Max! Bukannya bilang terima kasih," gerutu Amanda sambil berdecak sebal lalu berjalan ke arah kulkas dan membukanya.
"Ngomong-ngomong, apa kamu tidak balik lagi ke London?" Amanda mengambil buah anggur dan kiwi dari kulkas, lalu memotong-motongnya serta membawanya ke meja makan.
Ia menarik kursi di sebelah Max dan memakan buahnya dengan nikmat.
"Tidak. Aku dan kamu harus mengunjungi sebuah pesta malam ini, Agent Peacock. Bersiaplah," tukas Max sambil menutup pelan laptopnya.
Amanda menelan buah anggur dengan susah payah setelah mendengar perkataan Max. "Tunggu dulu... pesta? Pesta apa? Apa ini ada kaitannya dengan misi?"
"Ya. Kamu benar. Enzio ternyata disekap oleh Black Wolf. Dan malam ini salah seorang anggotanya yang juga pengusaha baja mengadakan pesta ulang tahun," cetus Max.
"Kabarnya pemimpin Black Wolf pun juga akan ikut hadir di sana." Ia mengambil potongan buah kiwi dari mangkuk Amanda dan memasukkan ke dalam mulutnya.
"Lalu, apa peranku?" Tanya Amanda.
"Tak ada. Kamu cukup menjadi pasangan kencanku saja."
Amanda mencebik. "Hum... no way. Nggak seru kalau cuma jadi pajanganmu saja. Lagipula besok aku juga ada event fashion show, Max. So I need my beauty sleep tonight," tolaknya sinis, sambil berebut potongan kiwi terakhir dengan Max.
"Okay. No problem." Max sudah menduga kalau Amanda akan menolaknya.
Sejujurnya ia malah lega, karena dengan begitu permintaannya untuk mengembalikan Amanda ke posisi lamanya sepertinya akan segera terealisasi.
Amanda mengerutkan keningnya mendengar kalimat pasrah dari Max. Seketika ia pun menyadari sesuatu.
"Wait a minute!" Sergahnya sambil berdecak keras dan mendelik kepada Max.
"Kalau Enzio disekap oleh Black Wolf, bukankah itu artinya misiku belum selesai sepenuhnya?" Celetuk Amanda dengan mata yang memicing kesal terhunus kepada Max.
Tentu saja. Misi Amanda adalah mendapatkan flash disc Enzio SERTA membawa lelaki itu kepada The Golden Badges!
Ia baru berhasil mendapatkan flash disc, namun bukankah Enzio masih menghilang?
"Dan jika misiku belum selesai, itu artinya aku mangkir dari tugas jika tak datang dalam pesta itu untuk mencari tahu keberadaan Enzio. Dan jika aku mangkir, maka sanksinya adalah dibebastugaskan. Benar, kan?!" Amanda menelisik wajah datar Max yang minim ekspresi itu untuk mencari bukti apakah yang ia ucapkan itu benar adanya.
"Sadarlah, Agent Peacock. Tugas lapangan yang penuh resiko itu bukanlah untukmu." Max berdiri dari kursi dan merapikan lengan kemejanya yang tadi ia lipat, lalu mengambil jasnya yang tersampir di sandaran kursi.
"Hari ini kamu sungguh beruntung. Tapi besok-besok, apa kamu akan masih seberuntung sekarang? Atau kamu malah berharap si Kairo--entah siapa itu akan selalu menyelamatkanmu, hm? Mundurlah. Bukankah kamu sudah cukup sukses menjadi pengumpul informasi?"
Amanda mendengus. Ck. Menjadi pengumpul informasi sangat tidak menantang!
Dengan wajah dan tubuhnya, Amanda sangat lihai mendapatkan informasi apa pun dengan cara menggoda targetnya.
Dan Amanda sangat bosan melakukannya. Ia ingin menjadi agen lapangan dengan tugas yang lebih menantang.
Amanda bahkan kini sudah melupakan begitu saja peristiwa tadi siang yang hampir saja merenggut nyawanya.
"Aku ikut," putus Amanda akhirnya sambil mengedikkan bahunya. "Tak apa jika kamu hanya menjadikanku pajangan. Aku tidak masalah, kok."
Max terlihat keberatan, namun ia tak mungkin menolaknya. Memang ini adalah misi untuk Agent Peacock dan memang ini juga tanggung jawab wanita itu, suka atau tidak suka.
"Baiklah. Tapi tolong jangan bikin masalah!" Sergahnya kemudian sambil melangkah menuju pintu apartemen.
"Kujemput jam tujuh. Jangan lelet," tukasnya datar sebelum keluar dan menutup pintunya.
***
Ternyata pesta meriah malam ini adalah pesta topeng, dan untunglah Max sudah menyiapkan sebuah topeng merah menyala untuk Amanda.
Warna yang serasi dengan gaun seksi yang gadis itu kenakan, dengan bagian atas yang seperti bustier membuat dada gadis itu terlihat menyembul bulat dan menggiurkan.
"Itu dia. Harrison Davis, pemilik Harrison Steel sekaligus pemilik acara ini," Max mengedikkan dagunya ke arah seorang lelaki paruh baya, dengan pakaian cowboy Amerika dan topeng putih separuh wajah yang sedang tertawa dengan beberapa orang.
"Aku ke sana dulu. Kamu jangan pergi jauh-jauh dariku, mengerti?" Tatapan tajam Max terhunus kepada Amanda dari balik topeng silvernya.
Amanda pum mengangguk bosan. "Ya~yaa... whatever you say, boss!" Ucapnya sambil memutar kedua bola mata.
Lagipula kehadirannya di sini hanya untuk melengkapi misinya yang belum selesai. Biarkan sajalah kali ini Max yang turun tangan!
"Aku tunggu di sana," Amanda menunjuk meja bartender, lalu tanpa memperdulikan Max, ia pun langsung melangkah ke arah yang ia tuju.
Max menghela napas ketika melihat Amanda yang berkali-kali tidak menganggapnya sebagai seorang atasan. Tidak sopan sekali wanita itu meninggalkannya begitu saja tanpa sedikit pun menoleh.
Dasar!
Amanda kesal sekali. Ia sengaja mengabaikan Max dan berlalu begitu saja darinya. Rasakan! Huh.
Amanda tahu Max tidak menyukainya menjadi agen lapangan, dan menginginkan dirinya terus saja sebagai pengumpul informasi seperti dulu.
Selain itu ia juga kesal karena Max sama sekali tidak memuji penampilannya malam ini, padahal Amanda sudah berdandan habis-habisan!
"Vodka, please!" Amanda mengguman pelan sambil mendesah lelah ketika seorang bartender mendekatinya.
Tapi... ada sesuatu yang aneh.
Meskipun seorang bartender yang melayani minuman para undangan pun juga memakai topeng seperti dresscode, namun wajah bartender itu sangat Amanda kenal.
Wajah tampan yang sekarang sedang tersenyum hangat padanya. Wajah… si pelukis jalanan, sekaligus penyelamat hidupnya hari ini.
"Kamu?!" Amanda terbelalak kaget melihat lelaki itu lagi di sini, setelah terakhir kalinya di dalam gudang terbengkalai di bandara. "KAIRO??!"
Senyuman dari bibir tipis itu semakin melebar saat mengetahui kalau Amanda mengenalinya dari balik topeng hijau tua yang senada dengan seragam bartendernya.
"Halo, Amanda. Senang bertemu denganmu lagi di sini," ucapnya dalam bahasa Indonesia, dengan netra abu-abu gelapnya yang berkilau dan tanpa sadar telah membuat Amanda terpesona.
***
