Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Oh, Papa Kaya yang Hot dan Tampan

Semalam, Edelweis Hana nyaris tidak bisa memejamkan mata. Ia tinggal di rumah megah yang biasanya hanya ia lihat di serial drama dan film-film. Bagi Hana, rumah pribadi Reigan terlampau mewah.

Ia berjalan di rumah itu dengan sangat berhati-hati, seakan-akan tengah membawa selusin telur mentah di atas kepalanya.

"Jadi, dulu ibu pernah memberi budi baik padanya? Hmm.... Ibu lihatlah, budi baikmu pada orang lain telah menyelamatkan putrimu yang hampir terjerumus ke dalam jurang kenistaan." Hana berbisik untuk dirinya sendiri.

"Non, dipanggil Tuan." Suara Mbak Rina seketika mengejutkan lamunan Hana.

"Oh. Eng... iya Mbak. Ini aku segera kesana, aku mau cuci muku dulu sebentar. Jantung Hana masih belum aman mendengar nama Reigan, ia masih tak percaya pria keren itu kini adalah ayah angkatnya.

"Ditunggu di ruang makan karena sarapan sudah siap."

"Baik Mbak, aku segera kesana." Hana merapikan rambutnya agar terlihat sopan dan manis di depan Reigan. Setelah itu, Hana bergegas menuju ruang makan.

Hana menemukan Reigan sudah sangat rapi dalam balutan jas resmi. Ketampanannya berpendar, membuat Hana terpana. Aura old money sangat kuat memancar dari sosok pria bermata indah bak laut agea itu.

"Papa mau kemana? Pagi-pagi sekali sudah sangat tampan." Hana tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya. Ia ingin belajar menyesuaikan diri dengan situasinya sekarang. Meskipun ia tetap merasa aneh memiliki Papa semuda dan setampan Reigan.

'Hhh... yang terpenting semua kebutuhanku tercukupi, bahkan lebih dari yang aku harapkan. Kuikuti saja alur hidup ini.' Untuk pertama kalinya Hana tersenyum tanpa beban.

Melihat keceriaan Hana, Reigan tersenyum manis sekali. "Papa harus menghadiri sebuah pertemuan penting pagi ini. Apa kegiatanmu untuk hari ini?" Reigan balik bertanya sembari menikmati hidangan di hadapannya.

Hana masih sedikit kikuk, belum terbiasa dengan suasana di antara mereka. "Hari ini aku harus ke kampus untuk membayar uang SPP dan beberapa iuran kegiatan kemahasiswaan yang menunggak."

"Oke. Jadilah orang sukses, untuk membalas orang-orang yang telah menghinamu. Ada beberapa mobil di garasi, pakai saja yang mana yang kamu suka. Ingat selalu untuk berhati-hati, utamakan keselamatan dalam berkendara."

Hana terpesona, ia memandang wajah Reigan tak berkedip dalam durasi waktu yang lumayan panjang. Ia takjub mendengar setiap kata yang terucap dari bibir tegas Reigan. Tanpa ia sadari ia menggerakkan sendok menuju hidungnya, bukan mulutnya yang ternganga.

Prank!

"Ukhuk ukhuk ukhuk!"

Sendok di tangannya terjatuh, Hana terbatuk keras, membuat kesunyian rumah megah itu begeletar.

"Are you okay, baby?" Reigan terkejut. Ia langsung bangkit menuju Hana  dengan selembar tisu di tangannya. Tiba-tiba saja ia berubah menjadi sosok yang penyayang, tanpa canggung memanggil 'baby' kepada Hana.

"Ha---ha--hatschi...!" Sebagai jawabannya, Hana Bersin dengan keras. Sekali lagi, Reigan terkejut dibuatnya, bahkan kaki pria itu refleks mundur satu langkah ke belakang. Ia menghindari isi mulut Hana yang menyembur.

Perlahan-lahan Reigan maju kembali menghampiri putri angkatnya yang terlihat kikuk menahan malu.

"Makanlah dengan tenang, jangan buru-buru." Reigan membersihkan hidung dan bagian bibir Hana yang belepotan oleh kuah sayur dengan lembut. Wajahnya merunduk, agar ia mudah memperhatikan wajah Hana yang kotor.

Hana mulai merasakan ketulusan Reigan padanya. Tidak pernah seseorang selain ibunya, memperlakukannya dengan manis dan hangat seperti ini. Sekali lagi ia menatap wajah tampan Reigan dengan takjub. Melihat pria matang itu bak malaikat yang jatuh nyasar ke bumi.

"Sudah bersih. Jangan lupa nanti mandi, bersihkan dirimu secara menyeluruh. Gunakan kartu dari Papa untuk kesehatan dan perawatan tubuhmu. Selain kartu kredit itu, Papa juga telah mentransfer sejumlah uang ke rekeningmu. Bagaimana mungkin seorang putri Reigan Finley Alfarez tampak kucel begini. Belilah pakaian indah dan berkelas. Jangan lupa, konsumsi makanan yang bergizi!" ucap Reigan sembari mencengkeram wajah Hana dengan kelima jemarinya yang kokoh. Ia memeriksa wajah Hana dengan tatapan tak berkedip.

"A-ak-aku... aku baik-baik saja. Aku sudah kenyang. Sekarang aku mau mandi lalu pergi ke kampus. Hana meraih tangan Reigan, mencium punggung tangan itu dengan khidmat. " Terima kasih Papa atas semuanya," ucap Hana kikuk. Bagaimanapun ia harus belajar memperlakukan Reigan dengan hormat. Selayaknya anak kepada orang tuanya.

"Argh!" Reigan terkesiap lembut. Ia tak  kalah kikuk dari Hana. Ia tak menyangka  Hana begitu cepat beradaptasi. Tiba-tiba ia teringat bagaimana lucunya Hana saat balita di masa lalu. Dulu, Ia sering kali menghabiskan waktu luangnya untuk menemani Hana bermain.

'Dia pasti tidak mengingat apapun.' Sekali lagi Reigan tersenyum. Ia merasa sangat puas dengan kehadiran Hana.

"Eng-ing-eng-eeng..." Hana bergumam tak jelas di hadapan Reigan. Ingin pergi namun kakinya tertahan karena sesuatu yang belum ia dapatkan.

"Mmm... ada apa lagi? Lekaslah berkemas, nanti kamu terlambat," ucap Reigan bingung.

"Pa-pa... kunci mobilnya di mana?" tanya Hana malu-malu kucing disertai senyum polosnya yang lebar, memamerkan gigi kelincinya yang terlihat  manis.

"Papa sudah menyiapkan supir untukmu. Ada Pak Rido menunggu di teras depan, ia akan mengantar kemana saja kamu mau. Papa tidak mengizinkanmu mengemudikan mobil sendiri. Ingat semua pesanku, berhat-hatilah, cintai dirimu sendiri, jaga dirimu dengan baik. Jangan biarkan siapapun menghinamu. Tunjukkan kalau kamu layak menjadi putriku. Papa pergi duluan. Good morning, baby."

Reigan bangkit berdiri, kemudian beranjak dari hadapan Hana. Ia pikir ada yang aneh dengan dirinya. Kehadiran Hana membuatnya merasa lebih dewasa dan harus berhati-hati dalam bertindak. Perasaan untuk memanjakan Hana muncul begitu saja

"Good mor~ning, thank you Papa...," sahut Hana lemah dengan bibir imutnya yang mencebik kecewa namun tetap berusaha terlihat manis di hadapan ayah angkatnya.

'Oh my god! Aku dipanggil baby. Aaaakh!' Raga Hana berpijak di bumi tapi jiwanya melayang di awang-awang saat ini.

'Woey! Jangan lebay gitu dong! Dia kan Papa angkat lo, tapi ekspresi lo kaya jalang!' Sisi hati Hana yang lain memberi peringatan.

Hana tersadar, terjatuh dari hayalnya, kembali berpijak di kecutnya kenyataan.  Kemudian ia mulai berkemas untuk ke kampus.

*

*

*

Bingung memilih mobil yang mana, akhirnya Hana menunjuk secara acak. Pak Rido dengan sigap menjalankan semua perintah Nona barunya.

"Beruntung sekali, kamu diangkat jadi anak oleh Tuan Reigan."

"Alhamdulillah...." Satu kata itu sudah mewakili keseluruhan perasaan Hana saat ini.

"Pak Rido juga pengen diajak jadi anak angkat orang kaya. Hehehehee...." kelakar pria paruh baya lugu itu.

"Hahahahahaha...." Hana terkekeh tanpa mampu memberikan jawaban apapun, sebab ia sendiri bingung harus menjawab apa. Nasib baik tengah berpihak padanya, saat ini ia hanya ingin bersyukur dan menikmatinya.

Setelah menyelesaikan semua biaya kuliahnya, Hana masuk kelas dengan wajah tenang. Ia tampak rapi tidak seperti biasanya, sebab ia punya banyak waktu untuk merias diri di depan cermin.  Sangat berbeda dengan situasi pagi di rumah keluarganya. Untuk menyisir rambutnya sendiri saja kadang harus berjuang keras mencuri waktu.

"Hana, welcome sistah. Akhirnya kamu masuk juga. Gimana cerita kehidupan kupu-kupu malam, seru enggak?" Emma menyapa bermanis muka dengan kalimatnya yang pedas.

Dada Hana bergemuruh, terbayang kembali pergumulan Emma dan Dion yang panas di pelupuk matanya. 'Dasar ular bermuka dua,' rutuk Hana dalam hati.

"Kupu-kupu malam? Sorry, menurutku mereka lebih baik daripada cewek gratisan yang merelakan tubuhnya buat pacar temannya tanpa dibayar. Tentang kamu sama Dion, aku udah tahu. Selamat, ya."

"Ap--ap-apa? Apa kamu bilang? Hana, tunggu! Aku bisa jelasin semuanya." Emma berusaha menahan Hana, akan tetapi Hana mendorongnya dengan cukup keras.

"Rasa cintaku buat Dion sudah enggak bersisa. Lo ambil aja dia, enggak masalah. Jangan usik gue lagi, gue enggak mau punya teman kaya li."

"Hana!" pekik Cecil yang baru datang. Cecil yang memberi petunjuk kepada Hana untuk menemui Madam Yura. "Gimana dengan Madam Yura?" tanya Cecil dengan netra berbinar.

"Halo Cil. Enggak ada Madam Yura. Ternyata Allah masih sayang sama  aku, Cil. Aku dipertemukan dengan orang yang baik. Entar pulang kuliah aku traktir ke salon, aku traktir shopping ke mall, sekalian makan-makan yang enak. Terus, aku ceritain semuanya deh."

"Hah? Traktir aku? Kamu enggak becanda, kan? Itu uang halal, kan? Bukan... da-ri om-om." Cecil memamerkan gigi-gigi putinnya saat ia berbicara dengan volume yang semakin merendah.

"Halal dong, beb...." Hana tersenyum lebar, tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. "Aku jadi anak angkat orang kaya."

"Ah, kamu bisa aja. Anak angkat apa anak angkat. Hahhhaaha!" jelas Cecil tidak bisa mempercayai Hana begitu saja.

*

*

*

Hari yang benar-benar panjang dan menyenangkan. Melihat Saldo ratusan juta di rekeningnya, membuat Hana kalap. Ia memilih banyak dress, semua adalah dress impiannya. Ia juga meminta Cecil memilih dressnya sesuka hati.

Saat membayar barang belanjaan, Hana gunakan kartu kredit limited edition dari Reigan. Begitu juga saat di salon, Hana tidak ingin menggunakan uang di rekeningnya. Ia tahu cara memanfaatkan kesempatan itu dengan baik.

"Masyaa Allah! Temen gue jadi orang kaya mendadak. Beneran kan, kalau kamu enggak jadi simpanan Bapak-bapak tua? Semua ini halal kan, Hana?" Cecil masih saja meragukan sahabatnya.

Hana tertawa terbahak-bahak di dalam ruang ganti mewah sebuah butik ternama. Kini ia bisa membeli fashion favoritnya. "Alhamdulillah, ternyata Alllah masih sayang sama aku, Cil."

"Alhamdulillah. Sekarang lo udah kaya Taylor Swift, tinggi, rambut kepang  cantik, cardigan manis yang mahal, plus lipstik nan merah merona."

"Kamu kaya Selena Gomez, say."

"Anjir, mana ada?"

"Udah jelas Selena bestie-nya Taylor. Kalo gue Taylor, berarti lo Selena!"

"Hahahahahaha...!"

Kedua sahabat senasib sepenanggungan itu tertawa keras bersama.

"Ya udah, kita makan yuk.'' Hana memberi kode rahasia kepada Cecil agar mengikutinya. Mereka keluar dari butik dengan style minimalis tapi mewah. Sangat berbeda dengan tampilan saat mereka masuk tadi.

Hana dan Cecil larut dalam obrolan bahagia disertai canda dan tawa. Tanpa mereka sadari ada sosok yang diam-diam mendekati mereka. Sosok berjaket hoodie warna hitam yang terlihat aneh di siang menjelang sore itu.

"Hana." Pria itu memanggil sembari menarik keras lengan Hana.

"Akh! Sakit, lepasin."

Dengan kasar tubuh Hana didorong ke sisi tembok butik. Hana hampir saja berteriak memanggil Pak Rido dan satpam, tapi ia cepat menyadari kalau pria di hadapannya adalah Dion, pacar yang sudah ia buang dari  hatinya.

"Lepasin. Mau apa kamu?" hardik Hana marah.

"Aku nyari kamu kemana-mana. Aku juga udah mata-matain kamu seharian. Ternyata benar yang dibilang Emma, kamu jual diri. kamu benar-benar  enggak  bermoral, kamu enggak menghargai aku sebagai pacar kamu lagi. Cewek murahan!" semprot Dion tepat di hadapan wajah Hana, ia tak kalah marah Sementara tangannya berhasil menahan kedua lengan Hana, sehingga Hana tidak mampu bergerak.

"Yang enggak bermoral itu kamu dan Emma. Semalam aku datang ke rumahmu, tapi kamu sedang asyik bercocok tanam dengan Emma di kamar. Sampai-sampai kamu enggak menyadari kehadiranku. Hhh... apalagi sekarang maumu? Apa yang kulakukan terserah  padaku. Aku putus dari cowok murahan sepertimu. Get out of my way!"

Dion tertohok, tak menduga Hana mengetahui belangnya. Ia masih menginginkan Hana, karena selama mereka pacaran ia tidak pernah berhasil mengajak Hana bobok bareng.

Bukannya melepaskan cengkeramannya pada bahu Hana, Dion kian tersulut emosi. Terlebih lagi saat melihat penampilan Hana yang berubah drastis menjadi jauh lebih cantik dan berkelas.

"Aku emosi mendengar kamu berbuat jelek di belakangku, sebab itu aku lampiaskan pada Emma. Hana, aku masih sayang kamu. Kita jangan putus, ya. Kamu jangan munafik lagi, menolakku menyentuhmu tapi membiarkan orang lain yang melakukannya karena mereka mereka memberimu banyak uang. Kita mulai lagi dari nol, sayang."

"Enggak! Kita putus. Lepasin!"

Dion kesal dan kalap mendengar penolakan Hana, ia mengangkat tangannya, hendak menampar wajah Hana untuk melampiaskan emosi di kepalanya yang meledak-ledak. Namun tak terduga, satu tangan kokoh menahannya dengan kuat.

"Ras terlemah di bumi adalah laki-laki yang melakukan kekerasan kepada wanita." Deep voice seorang pria dewasa menampar kecongkakan Dion.

Dion buru-buru menoleh ke sumber suara sembari berupaya melakukan perlawanan, tapi kekuatan pria karismatik dengan stelan jas formal itu membuatnya tidak berkutik.

"Jangan ikut campur urusanku!" hardik Dion.

Pria tadi menggerakkan tangannya di udara dua kali, kemudian tiga pria bertubuh tinggi besar muncul dengan cepat. Tanpa ragu, mereka mengangkat tubuh Dion dengan mudahnya, membawa tubuh itu ke luar dari halaman butik. Bahkan mulut Dion dibekap dengan kuat, sehingga tidak mampu berteriak.

Sementara itu, Hana dan Cecil sama-sama terpana, terbius pesona pria berwajah blasteran di hadapan mereka. Manik sehijau zamrud bagai medan magnet kuat yang menarik hati setiap wanita yang memandangnya. Hana dan Cecil mulai berkasak-kusuk tak jelas. Sehingga Cecil mendorong tubuh Hana ke hadapan pria itu untuk berterima kasih.

"Om, maaf merepotkanmu. Terima kasih atas bantuan Om. Entah apa jadinya kami kalau Om enggak muncul. Perkenalkan saya Hana. Bolehkah aku tahu nama Anda, karena aku akan menyimpan nama Anda dengan baik." Hana mengulurkan tangan, kikuk.

"Om? Hahahaha... setua itukah aku di mata kalian? Menolong gadis cantik sepertimu adalah tugasku," goda pria itu. "Perkenalkan namaku Armor." Pria itu meraih jemari Hana, mencium punggung tangan gadis cantik itu dengan lembut.

Drrrtttt... drrrrttttt.... drrrtttt....

Gawai Hana bergetar panjang kala Hana masih terhipnotis pesona Armor. Ia sempatkan melirik layar benda pipih yang ada di tangannya.

"Ups... Papa menelpon. Maaf, aku angkat telpon dulu." Hana pamit untuk mengangkat panggilan dari Reigan. Bagaimanapun, Hana tidak ingin membuat Reigan lama menunggu.

"Ambil ini, kartu namaku. Kapan-kapan, kenalkan aku kepada Papamu." Armor memandang Hana penuh makna, sembari menyisipkan selembar kertas ke dalam genggaman Hana, kemudian ia berlalu pergi.

"Hana, kamu di mana? Papa sudah mengecek jadwal kuliahmu. Seharusnya kamu sudah pulang sejak tiga jam yang lalu." Reigan terdengar marah.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel