Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 7

Semalaman hanya penuh dengan rontaan Lili dan desahan Rendra. Lili yang sudah lemas tidak dipedulikan lagi oleh suaminya. Rendra seolah mengejar kepuasannya sendiri.

Setelah selesai pergulatan mereka, Lili segera menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Ia bahkan marah dengan suaminya yang seenaknya sendiri. Andai dia tega, dia ingin menghantam kepala Rendra dengan vas bunga. Lili tidak peduli saat ini Rendra memeluk tubuhnya erat sambil menggoda.

“Sayang, makasi ya. Enak banget” puji Rendra sambil mencium leher Lili. Lili tidak menjawab, perempuan itu hanya menggerutu dalam hati.

“Jadi pengen lagi, deh”

“Rasanya belum puas. Pengen naninu lagi”

“Lagi yuk”

“Anget-anget yahud”

Rendra terus mengoceh sembari menggelitiki perut Lili. Sedangkan Lili tidak menanggapi ocehan-ocehan Rendra karena perempuan itu sedang marah dengan Rendra.

**

Pagi harinya, Lili menyiapkan sarapan untuk anak dan suaminya. Sebenarnya dia masih kesal dengan suaminya. Sudah tahu istrinya tidak pengalaman, malah disuruh memimpin di ranjang. Sungguh hal yang memalukan.

“Nih sarapannya sudah jadi, makan yang banyak” ketus Lili. Rendra pun mengerutkan alisnya, istrinya belum selesai marah rupanya.

Bagaimana Lili tidak marah. Lili sudah sangat mengantuk, tetapi Rendra malah menyerangnya tanpa ampun. Devan yang tidak tahu apa-apa malah kena imbasnya juga. Lili bahkan tidak bersikap hangat pada Devan.

“Ma, suapin!” ucap Devan

“Suruh papa kamu suapin, mama mau makan” jawab Lili ketus.

“Lili, sama anak sendiri kok gitu?” tegur Rendra

“Nggak suka? Ya nggak usah didengarkan” sewot Lili lagi. Dia sudah terlanjur kesal dengan suaminya.

Braakk…

Rendra menggebrak meja dengan keras. Lili dan Devan pun tersentak kaget.

“Kamu boleh marah sama aku, tapi jangan bawa-bawa Devan. Devan tidak tahu apa-apa” bentak Rendra.

“Ya udah jangan diperpanjang, sana suapin” bentak Lili tak kalah keras.

Lili sudah muak, baru dua hari menikah tapi sudah dikerjai habis-habisan sama suaminya sendiri.

“Kalau nggak niat menikah, ya udah nggak usah menikah” batin Lili. Entah kenapa hari ini dia juga sangat sensitif.

LIli pun berdiri meninggalkan meja makan, perempuan itu meninggalkan Devan yang mematung bingung dan Rendra yang menatapnya tajam.

“Devan, sini papa suapin!” ucap Rendra ketika sudah bisa mengendalikan emosinya.

“Nggak jadi Pa. Devan bisa makan sendiri saja” tolak Devan.

“Pasti mama marah semua gara-gara papa” batin Devan.

Setelah selesai makan, tanpa membujuk istrinya terlebih dahulu, Rendra pun berangkat kerja. Toh nanti istrinya akan reda sendiri marahnya.

Sedangkan di dalam kamar, Lili sedang memegang perutnya yang sakit. Ternyata dia sedang datang bulan dan hari ini merupakan hari yang dibenci karena saat dia datang bulan, rasanya dia sangat sensitif dan ingin marah.

Tiba-tiba…

Kluntinggg…

Suara notifikasi dari sebuah HP yang tergeletak di atas nakas berbunyi. Ternyata HP Rendra yang tertinggal. Dan dengan lancang Lili mengambil HP itu dan membuka pesan yang masuk di HP suaminya.

“Mama Devan : Mas, jangan lupa nanti saat kamu pulang kerja”

Lili pun melotot membaca pesan itu, siapa gerangan yang pengirim pesan itu. Mamanya Devan apa jangan-jangan Wina?

Lili pun tertawa sinis sambil membatin “ biar saja Rendra mau sama Wina, aku tidak peduli. Cowok lain yang mau memuaskannya masih banyak. Kenapa harus stuck sama suami yang nggak bisa move on”

“Mama!” panggil Devan membawa sepiring nasi serta lauknya. Devan pun menghampiri mamanya.

“Mama kenapa?” tanya Devan khawatir.

“Devan, maafkan mama yang sudah kasar sama kamu. Mama sudah bentak-bentak kamu tadi” ucap Lili merasa bersalah.

“Iya Ma. Mama pasti sedang marah sama papa” kata Devan yang tepat sasaran.

“Iya, mama marah banget sama papa” jawab Lili kesal.

“Ya udah jangan marah-marah,Ma. Mama ayo makan dulu” ucap Rendra. Lili pun mengambil sepiring nasi, ia memang sangat lapar. Tahu sekali anaknya kalau emaknya sedang kelaparan.

Sementara itu…

Di rumah sakit, Rendra sungguh kehilangan fokus. Menurutnya, ia tak begitu keterlaluan memperlakukan Lili. Semalam dia hanya meminta Lili yang memimpin permainan dan memuaskannya.

Memang dia tidak mencintai Lili. Namun, pernikahan tanpa kebutuhan biologis juga akan terasa hambar. Dia laki-laki yang mempunyai kebutuhan biologis yang ingin dipuaskan. Namun, sayangnya hanya tiga ronde saja, Lili sudah lemas. Bisa dikatakan dia lelaki hyper, main sekali dua kali juga tidak akan membuatnya puas.

Pukul lima sore, Rendra menjalankan mobilnya ke rumah makan mewah. Ia memang sudah janjian dengan mantan istrinya semalam, dan bodohnya dia lupa tidak membawa HP.

“Mas, aku disini!” teriak Wina melambaikan tangannya. Rendra memicing melihat penampilan Wina.

Ternyata mantan istrinya masih sexy seperti dulu, nggak ada yang berubah. Tanpa pikir panjang, Rendra langsung menuju ke meja Wina, Pria itu duduk tanpa dipersilahkan.

“Ada apa mengajakku ketemuan?” tanya Rendra mencoba bersikap biasa.

“Aku mau nanya saja. bagaimana keadaan Devan?” tanya Wina.

“Bukankan aku sudah membalasnya semalam, kalau dia baik-baik saja?”

“Ya, tapi aku ingin juga ketemu Devan. Kenapa kamu nggak bawa Devan kesini?”

“Aku nggak bakal pertemukan kamu sama dia” jawab Rendra dengan tajam.

“Gak bisa gitu Mas. Aku ibunya. Aku berhak tahu soal dia” protes Wina.

“Saat Devan butuh ASI, kamu kemana? Kamu tinggalkan dia. Dan sekarang Devan sudah besar, kamu dengan nggak tahu malu datang mengaku dia anak kamu?” tanya Rendra kesal.

“Mas, kamu tahu sendiri kalau aku tuh model. Masak harus nyusuin anak. Bisa nggak berbentuk tubuhku. Kamu aja yang egois main cerai-cerai. Asal kamu tahu, aku nggak pernah tanda tangan surat cerai dan artinya aku masih istri kamu” tegas Wina.

Rendra mengernyitkan dahinya. Ia memang tidak datang di persidangan, ia hanya mengurus hak asuh anak. Namun dia juga sudah menandatangani surat cerai.

“Aku mau ikut kamu pulang” ucap Wina.

“Gila kamu ya! Aku sudah talak kamu, talak tiga. Ada ataupun tidak ada tanda tanganmu di surat cerai, aku sudah resmi memutuskan ikatanku dengan kamu” ucap Rendra dengan tajam.

“Aku nggak peduli, aku tetap ikut kamu pulang. Lagipula ini semua salah kamu”

“Kenapa salah aku?” bentak Rendra yang mulai tersulut emosi. Untung saja saat itu pengunjung tidak ramai.

“Kamu ingin wanita sexy, yang montok, yang enak untuk dipakai, biar bisa imbangi nafsu kamu. Terus kamu nyuruh aku nyusuin anak kamu. Bisa rusak badan aku” jelas Wina. Rendra hanya menatap tajam Wina.

Hanya karena alasan ini Wina tega meninggalkan Devan. Sungguh Wina adalah perempuan yang tidak masuk akal yang pernah Rendra temui dan sayangnya Wina adalah mantan istrinya.

“Lagian aku nggak yakin, kalau ada wanita yang bisa imbangin nafsu kamu” sinis Wina.

“Aku sudah menikah” ucap Rendra yang membuat Wina memelotokan matanya tak percaya

Bagaimana kelanjutan kisahnya? Apakah ada kekonyolan yang terjadi pada rumah tangga mereka? Nantikan di bab selanjutnya…

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel