BAB 2
“Masa sih? Kok aku nggak merasa?”
“Namanya anak kecil juga gak akan merasa kalau di dalam perut, kan masih bayi” jelas Rendra.
“Kamu tanya aja sama Felix. Pasti dia juga gak ingat saat di dalam perut” ucap Lili ikut menimpali.
“Kalau kamu mama aku, kenapa kamu baru kembali?” tanya Devan dengan mata berkaca-kaca.
“Mama kerja di tempat jauh. Yang penting mama sudah di sini sekarang” ucap Rendra memberi pengertian
Yang selalu menjadi ketakutan terbesar Rendra adalah ibu kandung Devan datang dan membawa anak itu pergi. Sumpah demi apapun, Rendra tidak akan rela jika anaknya dibawa ibu yang sudah tega menelantarkan anaknya.
“mama jangan pergi lagi kalau gitu!” ucap Devan turun dari kursi. Bocah itu memeluk kaki Lili sembari menangis. Tak tega, Lili pun mengangkat Devan untuk dia peluk.
“Mama nggak akan pergi lagi, asal Devan nurut sama papa dan Mama” ucap Lili mengusap punggung calon anaknya.
Melihat hal itu, Rendra tersenyum tipis, “Bisa juga kalem juga Lili”
Melihat Devan yang menangis, nyatanya membuat Lili tidak tega dengan anak itu, sisi keibuannya dengan sendirinya akan muncul.
“Mama janji nggak akan pergi lagi?” tanya Devan menatap memohon.
“Mama akan selalu berada di samping kamu. Sekarang kamu main dulu sama Felix” ujar Lili. Devan hanya mengangguk.
Rendra pun mengantar anaknya ke rumah Felix sekalian nitip untuk beberapa jam kedepan. Nampak Felix gembira melihat temannya datang. Sementara Lili nampak ogah-ogahan menginjakkan kakinya ke rumah Rio yang sombong,
“Ngapain elo gak masuk? Lo mau pingsan ya lihat rumah gue yang gede?” sinis Rio yang keluar dari pintu. Nampak pria itu hanya mengenakan celana pendek.
“Mulut kalau kelamaan gak dicium ya gitu, bawaannya ngomel melulu” ketus Lili
“Lo aja yang kurang dicium. Sana, suruh dokter yang kurang belaian itu buat nyosor elo”
“Ya jelas bakal lebih hot dari –“
“Lili!” tegur Rendra mengisyaratkan Lili untuk tetap diam.
“Mas Rio, kami titip Devan sebentar. Kami pamit dulu!” ucap Rendra dengan sopan.
“Iya silahkan, dokter!” jawab Rio tak kalah sopan. Rio hanya kesal dengan Lili, wanita lajang yang sok mengguruinya tentang cara mengurus anak, dan mulai saat itu, baik dirinya atau Lili, langsung mengibarkan bendera perang.
“Masuk!” titah Rendra mendorong tubuh Lili ke mobil. Lili terus menggerutu dan menyumpahi Rio karena telah menghinanya.
“Kenapa sih kamu, cegah aku buat nyemprot Rio. Orang sombong kalau dibiarkan makin kurang ajar. Harta gak seberapa, bangganya luar biasa” omel Lili.
“Lili diam! Aku nggak suka perempuan yang sering julid sama tetangga!” tandas Rendra.
“Kriteria kamu kenapa sulit banget?” tanya Lili kesal.
“Kenapa? Daripada kamu julid sama tetangga, lebih baik ngurus suami sama anak”
“Iya benar, tapi aku belum puas buat labrak dia” rengek Lili.
“Jangan pikirkan Rio! Orangnya dari dulu memang begitu. Mending kamu fokus pada persiapan pernikahan kita!”
“Udah beli kasur belum?” tanya Lili tiba-tiba.
“Kenapa beli kasur?”
“Kan buat malam pertama kita. Aku gak mau nanti di kasur yang sudah tua dan reyot. Nanti kita ninanninu, kedengaran sama Devan” oceh Lili yang membuat Rendra melotot.
“kenapa bahas itu melulu sih. Bahas kedepannya, jangan bahas yang dikasur aja!”
“Yang dikasur itu lebih mantap. Aku curiga kalau kamu beneran letoy”
“Gagah, tegak berdiri!” ucap Rendra.
“Kenapa nggak mau bahas. Kayak perjaka saja, padahal duda” ejek Lili.
“Kamu jangan-jangan janda. Kok lebih pengalaman dari aku?”
“Enak saja. aku masih perawan ting-ting!”
“Kok sudah tahu urusan ranjang?” pancing Rendra.
“Biasalah. Nonton yang iya-iya” jawab Lili. Mendengar jawaban Lili, Rendra hanya menghela napas.
Sesampainya di basement toko perhiasan, Lili ngotot tidak mau turun karena Rendra tidak mau menggandeng tangannya. Rendra sendiri sampai mengusap wajahnya, dia sudah tua tapi dikerjain terus sama anak bau kencur macam Lili.
“Ya aku maunya digandeng biar mesra” ucap Lili kekeh.
“Ya ampun malu-maluin tau gak!” kesal Rendra.
“Kamu jadi cowok nggak romantis. Makanya mantan istri kamu minta cerai”
“Jangan bahas-bahas mantan, Lili!” desis Rendra.
“Ya udah makanya gandeng aku!”
Rendra dengan terpasa menekan hatinya berulang-ulang untuk bersabar. Dia menarik tangan Lili untuk turun dari mobil. Rendra menggandengnya dengan kasar tangan Lili untuk memasuki toko perhiasan.
Ketika hendak memilih cincin pun, harus ada drama yang memuakkan dari Lili. Tidak ada satu pasang pun yang menurut Lili bagus. Rendra sampai berulang kali menghela napas dengan sabar.
Setelah memilih cincin, Rendra mengajak Lili makan ke restoran, ia dengan sengaja memilih privat room yang langsung yang membuat Lili terlonjak kaget.
“Duduk!” Rendra menyuruh Lili duduk dihadapannya.
Hanya ada keheningan yang terjadi diantara mereka. Rendra menatap Lili dengan intens. Tiba-tiba Lili menjadi sangat kikuk. Gadis itu berharap kecanggungan yang terjadi cepat menghilang.
Seseorang masuk membuka pintu sembaru membawa sajian makanan yang mereka pesan.
“Silahkan Tuan, Nyonya!” ucap pelayan itu dengan sopan. Rendra dan Lili mengangguk bersamaan.
“Eheem!” Rendra kembali berdeham yang membuat Lili yang baru menundukkan kepalanya, menjadi mendongak kembali.
“Kamu tahu, pernikahan kita ini didasari oleh perjodohan?” tanya Rendra bermaksud mengingatkan.
“Aku tahu!”
“Bagus. Walau ini hanya perjodohan, kamu wajib memperlakukan aku dan anak-anakku sebaik mungkin, kamu juga wajib belajar mencintaiku. Begitu juga dengan sebaliknya!” ucap Rendra dengan tegas
Ria hanya membulatkan matanya. Ia berpikir bahwa Rendra akan bilang kalau pria itu tidak suka dengan perjodohan ini.
“Aku past –“
“jangan berbicara sebelum aku suruh!” sela Rendra dengan cepat. Lili mengatupkan bibirnya kembali.
“Tidak ada yang namanya orang ketiga ataupun perselingkuhan. Kamu berani selingkuh di belakangku, awas saja. mati kamu saat itu juga!” Rendra menatap tajam mata Lili.
“Tidak boleh mengungkit tentang mama kandung Devan karena mama kandung Devan cuma kamu, bukan orang lain. Dan satu lagi, berbicara yang sopan dan tidak bikin malu!”
“Banyak banget aturannya!” protes Lili.
“Mau nikah sama aku, nggak?”
“Yam au”
“Makanya nurut!”
**
Sesampainya di rumah….
Nampak Rendra sedang mengelus punggung anaknya dengan lembut agar segera tertidur. Devan memang tidak akan bisa tidur kalau tidak dia usap punggungnya.
Selama menjadi orang tua tunggal, Rendra sama sekali tidak pernah memanjakan anaknya. Bahkan Rendra selalu mengajarkan anaknya mandiri sejak dini.
Dan perihal untuk menikah kedua kalinya sama sekali tidak ada di pikiran Rendra. Rendra seakan trauma dengan yang namanya pernikahan. Dulu dia menikah atas dasar saling mencintai, namun hal itu yang membuat pernikahannya tidak berlangsung lama.
Bagaimana kelanjutan ceritanya? Nantikan dibab selanjutnya…stay tuned
