Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 8

Sesampainya di Rumah Sakit. Ridwan dan Dinda keluar dari dalam Mobil dan saling berdiri berhadapan.

"Kamu yakin nggak mau aku tungguin?" tanya Ridwan memastikan, sangat mau menemani Dinda sampai ia selesai.

Dinda menggeleng pelan. "Makasih, tapi nggak usah. Aku masuk dulu kalau begitu" kata Dinda berpamitan kepada Ridwan mengganguk iyakan masih berdiri terus memperhatikan sampai gadis itu menghilang dari pandangan baru Ridwan masuk dalam mobilnya.

Dinda melangkah menuju Ruang Inap Ayahnya berdiri di depan pintu dan membukanya secara perlahan, pandangannya langsung bertemu sang Ayah yang masih terbaring sama dengan alat-alat yang terpasang ditubuhnya.

Langakannya secara perlahan dengan air mata yang sudah menetes membasahi pipinya, entah mengapa ini sangat menyakitkan sering kali tidak menerima kenyataan akan semua musibah yang menimpa Keluarganya sekarang.

Dan sempat berfikiran dangkal ingin mengakhiri hidup karena menurutnya sudah tidak berguna, segitu Depresinya ia menghadapi semua yang terasa mengubah hidupnya secara 180°. Merasa dia bukanlah Dinda yang dulu, selalu manja dan hidup serba nyaman.

Semuanya sudah terbalik, dia berada di bawah sekarang. Biarpun menikah bersama Pria kaya, akan tetapi bukan ia yang kaya melainkan Andre.

Seketika pikirannya terlintas bayangan Andre yang belum di kabari bahwa ia sudah pulang Sekolah dan sekarang berada di Rumah Sakit, dengan cepat Dinda mengeluarkan Ponselnya dari dalam tas, baru menghidupkan layar sudah mendapatkan sesuatu yang tidak terduga sama sekali membuatnya kaget.

Om Andre

Missed Call (17)

"Astaga!" kaget Dinda ternyata Andre sudah menelfonya sedari tadi sampai sebanyak itu ia terus menelfon.

Ponselnya sengaja ia mode getar jika saat Sekolah saja dan lupa ia bunyikan dering pada saat Pelajaran sudah berakhir. Berfikir Andre pasti akan khawatir lagi kepadanya, baru saja hendak menelfon balik ponselnya kembali bergetar ternyata Andre menelfonnya lagi.

Tanpa berfikir panjang segera saja Dinda menerima panggilan tersebut.

"Ha--" baru saja Dinda hendak menyapa Andre secara cepat ia sudah memotong perkataannya.

"Kamu kemana Dinda?! Jangan lagi, jangan aneh-aneh kamu!" suara Andre terdengar gusar, memang benar Andre sedang panik sekarang sudah ke Sekolahan terlihat sepi dan tanyatakan kepada Guru-guru disana mengatakan bahwa semua Murid sudah pulang, bagaimana Andre tidak panik bercampur khawatir.

Ia sudah kelihatan seperti orang gila keliling Sekolahan mencari kelas Dinda mengira bahwa Gadis itu siapa tahu ketiduran, ternyata nihil dan mencoba menanyakan kepada Siswa lainnya yang masih menunggu mengatakan bahwa Dinda sudah pulang bersama Ridwan.

Siapa lagi itu Ridwan?! Geram Andre mencoba untuk ia taham tidak mau bertindak gegabah apalagi marah tidak jelas.

"A...aku dirumah Sakit, tadi diantar sama Ridwan" jelas Dinda memberitahukan terdengar takut akan suara berat Andre, terdengar mendesah kasar.

"Diam di sana, saya kesana sekarang" kata penekanan Andre memutuskan panggilan, segera menuju ke Rumah Sakit tempat Imam sedang dirawat.

Dinda mendesah pelan sudah siap akan dimarahi Andre pergi tampa kabar kepadanya, memang ini salahnya dan wajar Andre marah karena mereka sudah menikah Menikah sesuai permintaan Ayahnya.

"Ayah, aku kangen. Makanya kesini, aku sudah nikah sama om Andre. Orangnya nyeremin sama nyebelin juga, dia juga nggak gaul nggak seperti Ayah yang selalu asik sama aku," senyum Dinda berbicara kepada Ayahnya sambil menggengam tangan sang Ayah, "aku lagi coba belajar masak, nanti... Nnati--" air matanya sudah tidak bisa terbendung lagi akhirnya kembali menangis memeluk Imam.

"Nanti kalau Ayah sudah sadar aku masakin biarpun Ayah sudah di dalam tahanan sel penjara, aku bakalan sering datang bawa masakan aku," senyumnya menghapus air mata, "tapi jangan bilang nggak enak, entar aku ngambek" tawa kecil Dinda menatap wajah Ayahnya diam tidak menjawab.

Dinda kembali terdiam mencium tangan Edrik dan kembali tersenyum. "Aku bakalan berusaha menjadi Istri yang baik untuk om Andre, supaya Ayah senang dan sebentar lagi dia datang kesini jemput aku pulang," peluknya lagi meletakkan kepalanya di dada Imam sambil memejamkan mata, "aku sayang Ayah." bisiknya bersuara pelan berharap Ayahnnya mendengar dan cepat sadar dari Koma.

Pintu kamar terdengar terbuka, Dinda langsung tersadar duduk dengan tegap menoleh kesamping mendapati Andre tengah berdiri di ambang pintu dan tengah memperhatiannya.

Berjalan mendekat melihat wajahnya terlihat sembab berfikir bahwa ia baru saja habis menangis. Yang tadinya Andre ingin sekari memarahi Dinda seketika semuanya emosinya luntur merasa luluh tidak tega kepadanya yang terlihat bersedih.

"Pulang sekarang?" tanya Andre dengan datar kepada Dinda mengganguk pelan, tidak lupa menyalami tangan Ayahnya baru pergi meningukuti langkahan Andre dari belakang.

Sesampainya di parkiran Dinda baru menyadari bahwa Andre pergi tidak bawa mobilnya melainkan pria itu sekarang sudah duduk diatas motor Kawasaki Ninja berwarna hitam, entah motor siapa itu Dinda masih terdiam melihat Andre yang tengah berikan helm kepadanya.

Melihat diamnya Dinda belum juga mau mengambil helm pemberiannya, Andre menarik pelan pergelangan tangannya supaya lebih mendekat memasangkan helm kepadanya yang langsung tersadar dengan mata mengerjap karena jarak diantara mereka sangatlah dekat, bertatapan mata saat Andre mengkunci tali helm Bogo kepadanya.

Andre sendiri sudah memakai helm yang seperti pembalap motor GP, entahlah merek apa itu Dinda sendiri tidak tahu. Gaya Andre terlihat tidak biasanya, memakai jaket Levis dan celana Jeans. Kelihatan seperti anak muda pada umumnya, itu yang membuat Dinda aneh dengan Andre.

"Om, ini motor siapa?" tanya penasaran Dinda menunggu jawaban dari Andre menoleh kepadanya.

"Teman, Mobil saya sedang bermasalah. makanya saya terlambat jemput kamu" jelas Andre berkata cepat berterus terang kepada Dinda.

Andre tidak berbohong dan pada dasarnya memang seperti itu, saat dalam perjalanan mau jemput Dinda ternyata secara tiba-tiba Mobilnya mogok tidak mau menyala. Andre langsung meminta bantuan kepada temannya yaitu Zulfikar untungnya segera datang bersama Bambang yang juga memakai motornya sendiri.

"Naiklah, sebelum kita terkena hujan di jalanan" suruh Andre sudah mengidupkan kendarannya menunggu Dinda untuk naik, kelihatan sekali Gadis itu ragu-ragu melihat tempat dudukan bagian belakang yang naik ke atas dan sangat memungkinkan harus membuatnya duduk sedikit menungging.

Andre mendesah kasar bergerak turun dari Motor melepaskan Jaket dan menundukkan sedikit kepalanya, sontak membuat Dinda kaget refleks menyentuh dada tegap Andre.

"Hih! Mau apa?" panik Dinda saat Andre memeluk tubuhnya dari arah belakang yang ternyata Pria itu sedang mengikat kedua lengan Jaket-nya di pinggangnya, mungkin bermaksud untuk menutupi rok Sekolah sebelum Ia naik duduk di atas motor yang pasti akan kelihatan pahanya.

"Sekarang naik," suruh Andre sudah duduk diatas motor menunggu Dinda ikut juga naik, "perlu bantuan?." Andre mengulurkan tangannya kedepan bermaksud membantunya supaya Dinda bisa naik, secara jelas motor ini tinggi pasti membuatnya kesusahan.

Dinda memegang tangan Andre yang mengeras dan berganti menyentuh pundaknya saat telah berhasil duduk dengan nyaman.

"Ayo jalan?" ajak Dinda sekarang malah girilan Andre yang belum mau jalan menuju pulang sebelum terguyur oleh hujan.

"Peluk saya, nanti kamu terjatuh kebelakang" ujar Andre menunggu Dinda memeluk tubuhnya, Dinda sendiri melonggo akan ucapannya barusan.

"Ini nggak moduskan?" tanya Dinda memastikan.

"Tidak, saya hanya tidak mau terjadi apapun sama kamu" kata Andre tegaskan sekali lagi berharap Dinda mengerti akan artian kata khawatirnya barusan.

Dinda mendesah pelan akhirnya dengan perasa'an takut-takut sedikit grogi memeluk pinggang Andre, merapatkan tubuh mereka. Andre sendiri tidak pernah memikirkan apapun, ingin modus atau cari nyaman tidak pernah terlintas didalam pikiranya yang ada khawatir kepada Dinda jika tidak berpegangan.

"Tuh kan, modus deh. Kenapa belum jalan lagi?" gerutu Dinda memukul bahu Andre. Mendengar itu Andre hanya tersenyum tipis dan segera menjalankan motornya menuju Cafe terlebih dahulu ingin mengecek Mobil-nya yang sedang di perbaiki oleh Montir.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel