Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 7

"Din!"

Langkahan Dinda seketika terhenti dikala mendengar suara pekikan yang memanggil namanya, secara refleks menoleh mencari siapa yang memanggilnya.

Ternyata teman satu kelasnya sendiri yaitu Andi dan Ridwan berlari mengejarnya, menghampiri ia yang berdiri di depan Gerbang.

"Kenapa?" tanya Dinda memperhatikan mereka bedua secara bergantian.

"Kita berdua mau nawarin diri jadi satu Kelompok sama kamu," kata Andri memberitahukan, "boleh nggak?." tanyanya lagi terlihat penuh permohonan.

Dinda sedikit curiga dengan tingkah mereka berdua, memang pada dasarnya tidak terlalu akrab. Karena, anak Pria di kelasnya selalu berteman dengan Pria tidak suka bergabung dengan Wanita yang menurutnya cerewet dan suka bergosip.

Akan tetapi kenapa sekarang Andri dan Ridwan mau menegurnya?. Bukankah itu terlihat sangat mencurigakan. Ada maksud lain yang mereka inginkan. Tetapi pemikiran tersebut segera di tepis oleh Dinda tidak mau berpuruk sangka dengan mereka berdua, berharap tidak aneh-aneh.

"Din, kenapa diam?" tanya Ridwan mendapati Dinda hanya terdiam termenung, mereka berdua masih setia menunggu izin dari Dinda untuk satu Kepompok tugas Sejarah dengannya.

Dinda tersenyum mengganguk pelan mengizinkan mereka satu Kelompok, setelah di pikir-pikir dia sendiri yang belum mendapatkan teman untuk tugas Sejarah yang pastinya akan Persentasi didepan kelas.

Sangat tidak lucu jika berbicara sendirian saat menjelaskan SEJARAH dari ujung ke ujung sampai bibirnya harus berbusa, dia juga butuh bantuan dari seorang untuk mendapatkan nilai terbaik.

Andri dan Ridwan terlihat senang bukan main, mereka saling Tos tangan. Melihat itu Dinda hanya menggeleng pelan akan tingkah teman prianya itu.

"Tenang saja din, kita bagi tugas setengah-tengah biar cepat kelar" ujar Andri kepada Dinda mengganguk iyakan.

"Nanti aku kontak kamu" senyum Ridwan menatap Dinda, tatapan yang terlihat berbeda. Diam-diam menaruh hati kepada Dinda terlihat semakin cantik dengan rambut barunya.

"Ciah! Kamu? Lo, gue mana?" ledek Andri menepuk pundak Ridwan terlihat salah tingkah menggaruk tengguknya yang sebenarnya sama sekali tidak terasa gatal.

Dinda hanya terdiam tidak begitu memperdulikan mereka berdua yang asik saling meledek, pikirannya tidak tenang seketika merindukan Ayah yang masih Koma belum sadarkan diri.

"Humm..., Andri kamu bawa motor nggak?" tanya Dinda bernada pelan sebenarnya tidak enak untuk mengatakan ini. Akan tetapi, dia ingin meminta tolong kepada temannya tersebut supaya antarkan ia kerumah Sakit.

Andri dan Ridwan secara bersamaan langsung terdiam menatap Dinda. "Bawa, kenapa?" tanya balik Andri.

"Aku mau minta tolong sama kamu, bisa nggak kamu antarin aku Kerumah Sakit?. Aku lagi kepengen ketemu sama Ayah," sekarang giliran Dinda yang terlihat momohon kepada Andri dan sangat penuh berharap mau mengantarnya, "nanti aku isikan bensin, deh."

Andri menggeleng cepat dengan tangannya yang bergerak menolak ke kanan-dan kiri.

"Nggak usah, bensin aku masih full. Sebentar aku ambil motor dulu" kata Andri segera berlari meninggalkan mereka mau menuju Parkiran.

Tinggalah Dinda dan Ridwan saling terdiam tidak ada berbicara apapun. Ridwan mendongakkan kepala keatas melihat langit-langit yang ternyata menggelap, awan hitam sudah berkumpul bertanda sebentar lagi mau hujan.

"Din, ini sudah mau hujan. Gimana perginya pakai mobil aku?" tawar Ridwan kepada Dinda terlihat gadis itu juga melihat langit, memang benar sudah terlihat mendung.

"Tapi..." pikir Dinda tidak enak kepada Ridwan karena sudah meminta tolong kepada Andri yang baru saja di pikirkan datang memisahkan jarak mereka berdua.

"Dri, Dinda pergi pakai mobil aku. soalnya sudah mau hujan, kasihan kalau kalian kehujanan" jelas Ridwan berharap Andri mengerti, terlihat temannya itu mendesah pelan mengganguk iyakan memaklumi bahwa Ridwan sebenarnya mau PDKT kepada Dinda.

"Ya udah, aku pulang duluan kalau gitu" kata Andri berpamitan kepada mereka berdua sempat menghidupkan klakson, setelah itu pergi dari mereka.

"Ayo" ajak Ridwan mengarahkan Dinda supaya mengikutinya. Mereka berhenti di depan Ruko yang terlihat sudah tidak berpenghuni, baru tahu bahwa ternyata Ridwan pergi Sekolah bawa Mobil sendiri.

"Sejak kapan kamu pergi Sekolah bawa Mobil?" tanya Dinda penasaran saat mereka sudah masuk dalam Mobil dan Ridwan mulai menjalankan mobilnya.

"Kelas 2, malas diantar mulu" senyum Ridwan menoleh Dinda membalas senyumanya, "gimana keadaan Ayah kamu?."

"Belum ada perkembangan, masih sama" hela nafas Dinda melihat arah luar jendela kembali teringgat Ayah.

"Semoga cepat sadar dari koma, aku tahu ini adalah masa-masa sulit kamu. Tapi, semua pasti ada pencerahan jangan menyerah." kata Ridwan menyemangati Dinda dengan tangan yang mengepal memberikan yel-yel semangat untuk Dinda sendiri terlihat tertawa lucu.

"Makasih" senyum Dinda pada akhirnya kembali terdiam termenung diperhatikan oleh Ridwan ikut terdiam tidak mau menggangunya yang kelihatan bersedih.

* * *

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel