BAB 9
Perjalanan menuju pulang, Andre terlihat sangat fokus mengendarai Motor dan mentaati rambu lalu-lintas. Naik motor bersama Andre memang sangatlah nyaman itu yang di rasakan oleh Dinda, biarpun lama terlihat santai sangat menjanjikan sampai di tujuan dengan selamat. Karena, keselamatan adalah nomer utama.
Sedari tadi dalam perjalanan Dinda terus memperhatikan akan tindakan Andre saat mengendarai, merasa senang bahwa Pria tersebut tidak pernah mengikuti pengendara lain jika jalanan sepi masih pemberhentian lampu merah pengendara yang lainnya langsung menerobos tidak memperdulikan bahaya dari yang mereka lakukan itu sangatlah beresiko besar.
Dinda juga mencoba menahan rasa tidak nyaman ingin segera cepat sampai hanya mau menghilangkan kegugupannya saat memeluk tubuh Andre dari belakang dan tangannya kedapatan merasakan perut Andre terasa keras juga berbentuk.
Dapat di simpulkan secara pasti bahwa tubuh Andre berotot atau gadis lainnya sering katakan gagah.
Sudah pasti Andre merasakannya, kelihatan saja pria itu diam tidak perduli dan siapa yang tahu akan isi hati Andre?. Bisa saja dia kesenangan atau sebaliknya meledek dan kecewa akan dada ranum ini.
Tanpa Dinda sadari motor yang ia tumpangi sudah berhenti di sebuah parkiran Cafe, karena sedang asik melamun dan juga masih memeluk erat perut Andre sudah memilih melepaskan helm mendongak keatas mendapatkan rintikan air hujan jatuh mengenai wajahnya.
"Kita harus segera masuk, hujan sudah turun." jelas Andre berbicara kepada Dinda merasakan tidak ada pergerakan di belakang, berfikir apakah gadis itu ternyata tertidur.
Andre membenarkan kaca spion Motor mengarah fokus kepada Dinda hanya ingin melihat apa yang sedang dia lakukan, yang ternyata gadis itu termenung menatap arah bawah dan entah apa yang di pikirkannya Andre mendesah pelan mencoba menyentuh kedua tangannya yang masih membelit seperti ular. Itu yang di rasakan Andre sedari tadi.
"Ehem!" Andre sengaja berdehem dengan tangannya yang mengelus lembut tangan Dinda seketika teradar dari lamunanya, segera melepaskan pelukan dan dibantu turun oleh Andre.
"Aku nggak tahu ternyata sudah sampai di rumah" katanya masih belum menyadari bukan pulang ke rumah melainkan singgah ke Cafe. Andre berdiri di hadapan membantu melepaskan helm yang dia pakai dan hanya diam belum mau menyadarkannya.
"Ikut saya." Andre duluan meninggalkan Dinda mengekor di belakang baru menyadari bahwa mereka belum pulang kerumah, melaikan sekarang Andre mengajaknya ke Cafe.
Mungkin saja mau mentraktirnya makan, sudah lama juga dia tidak makan-makanan di Restoran maupun nongkong di Cafe yang dulu selalu bersama teman-teman. Seandainya waktu bisa mundur kebelakang, dia tidak mau hidup boros, lebih memilih uang pemberian Ayahnya di tabung dengan begitu ada simpanan.
Lihatlah sekarang, satu uangpun tidak ada maupun simpanan.
Jikapun ada itu pasti di kasih Andre untuk uang jajan Sekolah dan tidak ada yang lain, sekarang barulah menyesal dan memang benar penyesalan selalu datang paling akhir. Bodohnya dia dulu.
"Apa sudah selesai, Pak?" tanya Andre menghampiri pria berbaju abu-abu pakaian khas montir yang sedang membengkeli Mmbilnya, tersadar ada yang bertanya pria yang bernama Mael itu berbalik badan dan mengganguk.
"Sudah, Pak. Mobilnya sudah bisa di hidupkan." katanya memberitahukan sembari menutup bagian depan tempat dimana mesin Mobil tersimpan.
"Terima kasih, ini bayarannya." Andre memberikan beberapa lembar lembaran merah kepada pria tersebut mengambilnya dengan mengucapkan terima kasih, setelah itu pergi menggunakan motor metik miliknya.
"Kamu tunggu di dalam, saya mau mengembalikan kunci motor dahulu." ujar Andre kepada Dinda mendesah pelan ternyata perkira'annya salah, Andre tidak mengajaknya makan melainkan hanya mau mengembalikan kunci Motor. Salahnya dia sendiri sudah mengira-ngira.
"Om, tapi... Aku udah laper," Dinda bersuara pelan dengan menundukkan kepala memberanikan diri memberitahukan keada'annya kepada Andre yang sekarang sudah merasa lapar di perutnya, "kita nggak mau makan dulu di sini?."
"Kita makan di rumah, saya yang akan masakkan untuk kamu," jelas Andre menjeda ucapannya sejenak, "tidak lihat pria-pria di sana terus memperhatikan kamu?." tunjuk Andre kearah Jendela besar Cafe yang memperlihatkan para Teman-temannya terus saja menatap tiada henti kearah mereka seakan ingin mengetahui apa yang mereka lalukan.
Seketika Dinda langsung bergidik ngeri melihat arah tunjukkan dari Andre, melihat pria-pria yang berjumlah 4 orang terlihat sama tuanya seperti Andre. Dan anehnya kenapa mereka terus saja memperhatikan kearahnya? Itu terlihat sangat menyeramkan, seperti sebelumnya tidak pernah melihat seorang Gadis berpakaian seragam sekolah.
"Iya!, aku tunggu di dalam." Dinda berkata cepat segera masuk dalam Mobil memilih menuruti perkataan Andre, dia juga merasa tidak betah terus di jadikan objek perhatian oleh para mata-mata pria tua tersebut.
Melihat Dinda seperti orang ketakutan seakan membuat kelucuan bagi Andre, beryukur sekali bahwa dia mau menurut dan jika memilih ikut masuk pasti teman-temannya itu akan menggoda mereka berdua dan belum saatnya Dinda mendengar pembicaraan orang Tua.
Andre segera berjalan masuk dalam Cafe menghampir Teman-temannya terlihat sudah tersenyum sendiri bertatapan, Andre sama sekali tidak memperdulikan apa yang ada di dalam otak mereka sehingga harus berperilaku seperti tersebut.
"Terima kasih, Zulfikar." kunci dalam genggaman tangan Andre berikan kepada Zulfikar mengambilnya dengan mengganguk.
"Kita selalu membantu kawan." Zulfikar terlihat santai sambil menghembuskan asap rokonya tidak seperti yang lainnya. menurut Andre, Zulfikar sendiri yang masih waras, "dia itukah Istrimu?."
Andre mengganguk mengiyakan dengan begitu Azka menyambung perkataan mereka.
"Manis sekali! Ternyata putrinya Imam sudah besar sekarang." kekehnya menoleh ke arah luar hanya ingin melihat Istri Andre lagi yang sayangnya sudah tidak ada.
"Kelihatan sekali Andre merasa senang mendapatkan Istri muda, pasti menyenangkan bukan bersama?" sambung Samuel menggoda Andre mendapatkan tawa dari Azka juga berpikiran sama.
Andre tidak memperdulikan celotehan dari mereka semua ataupun godaan yang berlanjut membahas Malam pertama, dan lihatlah baru saja Andre bicarakan tadi.
Sebelum pembahasan mereka semakin jauh sudah menyebar ke mana-mana, Andre memilih segera berpamitan karena sudah tidak nyaman meninggalkan Dinda seorang diri menunggu di dalam Mobil.
"Saya pamit permisi, Assalamualikum." Andre berpamitan kepada mereka semua dan tidak lupa mengucapkan sallam.
Dengan serentak mereka membalas ucapan salam dari Andre. Saat Andre baru mau melangkah keluar dari Cafe hujan langsung turun deras tidak lagi rintik-rintik seperti tadi, dengan begitu Andre memilih berlari biarpun terkena basahan hujan. karena, jarak Parkiran tidaklah terlalu jauh, tinggal belok ke arah kanan dan sudah sampai di bagian tempat terparkir Mobilnya berada.
Andre segera masuk dalam Mobil, menunduk melihat bajunya yang sedikit basah. Menoleh menatap Dinda mendapati bahwa Gadis itu ternyata tertidur pulas sudah tidak sadar saat tangan Andre yang terasa dingin mencoba menyentuh kepalanya yang tertunduk,
hanya ingin membenarkan supaya lehernya tidak terasa sakit nanti saat terbangun dan juga menyandrakan tubuhnya supaya nyaman.
Andre bergerak mendekati tubuh Dinda yang sudah bersandar dengan kursi sedikit di belakangkan, tangan Andre mengambil sabuk pengaman tidak lupa di pakaikan ke tubuhnya untuk keselamatan. Jarak wajah di antara mereka sangatlah dekat jika dilihat dari arah depan.
Dan untungnya sekarang tengah keadaan hujan, tidak ada yang bisa melihat mereka apalagi mau mengintip. Sayangnya, Andre bukan tripikal pria bejat maupun pemaksa, biarpun mereka sudah suami-Istri SAH di mata Agama dan negara. Andre masih menempati janjinya kepada Dinda.
Tidak akan menyentuh duluan sebelum gadis itu mengizinkan, itu yang selalu Andre ingat selalu dari ucapannya yang keluar lewat bibir ranum Dinda, setelah pesta pernikahan dan malam itu juga permintaannya dikabulkan oleh Andre.
* * *
