Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Sudah Tak Suci

Neena terbangun dalam keadaan sangat lelah. Tubuhnya terasa remuk redam. Berharap apa yang terjadi semalam hanya mimpi buruk, ditutupnya mata perlahan. Saat dibuka, tetap saja kenyataan pahit yang ia terima.

Neena membuka selimut yang menutupi tubuh. Ya, tubuh itu masih polos, dengan noda darah di bagian selangkangan dan seprei berwarna abu-abu. Wanita itu menggigit bibir bawahnya.

"Tuhan, kenapa aku dinodai pria misterius itu? Apa salahku?" Tangisnya tak mampu ditahan. Hancur sudah impiannya untuk menjadi seorang istri dari Arkanzha Meheswari.

"Tidak!!!!!!" Neena mengamuk, membuang bantal dan guling sembarangan. Hatinya kembali berdarah. Menyakitkan, sungguh! Derai air mata kian deras mengalir bersamaan dengan ingatannya yang melayang pada kejadian keji semalam.

Dalam waktu semalam saja, dia kehilangan semua hal berharga dalam hidupnya. Tubuh berharganya dijamah tanpa bisa dicegah. Suara parau itu pasti bukan suara aslinya, seperti dibuat-buat.

Arkhanza, seorang sahabat yang sudah menjalani suka duka bersamanya. "Akankah pernikahan tetap dilangsungkan, saat aku ternoda? Sialnya, kenapa malah pada saat menjelang pernikahan?"

Tangis itu semakin keras terdengar. Pasti saat ini keluarganya belum ada yang bangun. Sosok misterius itu pasti menyuruh seseorang memasang obat tidur dalam jumlah yang banyak.

Segera ia bangkit, dan mengambil handuk di dalam lemari. Sakit tak tertahan terasa saat ia melangkah. Selangkangannya terasa disobek, terasa perih dan bengkak akibat liarnya sosok itu beraksi.

Dibawanya tubuh lemas itu menuju ke kamar mandi. Saat memutar keran shower, darah mengaliri kaki jenjangnya. Tubuh putih dan mulus itu sudah disentuh tubuh tak berperasaan.

"Khanza, apa yang harus aku katakan padamu? Bagaimana aku bisa menatap mata itu? Mama, Papa, Afdal ... aku .... " Wanita itu menangis di bawah guyuran air dari shower.

Meringkuk dengan tubuh yang masih berbalut handuk merah jambu. Perih semakin terasa kala air itu mengalir ke bagian sensitif yang sudah dijamah.

Neena masih tetap di sana, berteman air mata. Pintu kamar mandi yang terbuka lebar, membuatnya sedih melihat gaun mewah bertabur berlian di dekat ranjang.

"Gaunku ... aku bahkan tidak bisa memakaimu hari ini." Neena menangis tersedu-sedu. Masih diingat olehnya apa yang sosok itu katakan semalam. Sambil memeluk lutut, Neena melampiaskan kehancurannya.

"Lain kali aku akan datang lagi." Kata-kata itu terngiang di telinga. Sosok itu berniat datang lagi dan membuatnya semakin hancur? Nasib sial apa yang sudah menimpanya?

Belum jua merasakan indahnya pernikahan, ia harus menerima kenyataan pahit bahwa kini dia sudah ternoda. Lebih tepatnya, calon pengantin yang ternoda.

Sementara itu, Reni dan Septi datang untuk membantu pernikahan Neena. Mereka heran mendapati rumah sahabatnya masih dalam keadaan dikunci.

"Apa yang terjadi? Apa mereka belum siap?" Septi merasa bingung. Dicobanya untuk memencet tombol, tapi tak ada respon. Anehnya, bahkan satpam tak terlihat di mana pun.

Reni hanya menaikkan pundak. Dia mencoba untuk menelepon Neena, tapi tidak diangkat. "Neena! Neena! Tante Sheila! Om Yudha! Afdal!!" Reni memanggil semua orang.

Namun, tetap saja tidak ada yang menjawab. Sepi memenuhi rumah itu. Bahkan lampu-lampu masih terang-benderang di seluruh sudut rumah. Reni dan Septi saling berpandangan.

Akhirnya, mereka memutuskan untuk kembali nanti siang saat pernikahan akan dilangsungkan. Mereka berpikir mungkin keluarga Neena terlalu sibuk hingga tidak menyadari ada yang datang.***

Di kamar, Sheila membuka mata. Ia kaget mendapati jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan. "Astaga! Bisa-bisanya aku telat bangun. Papa! Bangun, Pa. Kita kesiangan." Sheila membangunkan sang suami.

Yudha yang juga tertidur pulas, akhirnya bangun saat sang istri mengguncang tubuhnya berkali-kali. "Astaga, Ma! Apa yang terjadi? Neena!!" Buru-buru mereka membersihkan badan dan berdandan.

Tak lama kemudian, Sheila keluar dengan memakai gaun yang indah berwarna biru. Ia menuju ke kamar Afdal untuk membangunkannya. Setelah Afdal bangun, Sheila pun membangunkan para pelayan.

"Entah mengapa hari ini semua orang telat bangun, padahal hari ini adalah hari paling spesial bagi Neena dan Arkhanza," pikirnya.

Baru saja hendak menaiki tangga, terdengar pintu diketuk. Segera dibukanya pintu itu. Terlihat penata rias pengantin berdiri di depan pintu. "Selamat pagi, Nyonya. Saya hampir satu jam menunggu. Semua baik-baik saja?" tanya wanita berambut pendek.

"Ah, maaf. Mari, masuk. Aku akan memanggil Neena dulu." Sheila memerintahkan pelayan membuatkan teh untuk sang penata rias dan asistennya itu selama menunggu anaknya siap didandani.

"Apa Neena belum bangun?" Diketuknya pintu beberapa kali. Memanggil nama sang anak, tapi tak ada jawaban. "Sayang, apa kau sudah bangun? Neena!" Sheila mengetuk pintu lagi.

Khawatir sebab tak kunjung ada jawaban, Sheila berinisiatif membuka pintu kamar dengan bantuan kunci cadangan. Dibukanya pintu lebar-lebar. Neena tak terlihat di sana.

Hanya seprei dan selimut yang berantakan. Anehnya lagi, pakaian Neena berserakan di lantai berdekatan dengan bantal dan guling. "Apa yang terjadi?" Jantung Sheila berdetak kencang begitu mendekati ranjang.

Matanya terbelalak melihat noda darah di atas seprei. "Neena!" Sheila mencari anaknya ke dalam kamar mandi. Terlihat Neena meringkuk di bawah guyuran air dari shower.

"Astaga! Apa yang terjadi, Sayang?" Bergegas Sheila memutar keran shower. Diguncangnya tubuh wanita yang terlihat bak mayat hidup itu. Neena tampak tak bernyawa dengan mata memerah.

"Neena, katakan pada Mama, apa yang terjadi? Kenapa ... Kenapa pakaian dan seprei--" Sheila tak bisa meneruskan kalimatnya tatkala Neena langsung memeluknya.

"Ma, maafkan Neena, Ma. Neena bukan anak Mama yang dulu. Neena sudah--" Neena menangis tersedu-sedu. Tak peduli mamanya kini sudah berdandan sangat rapi, Neena tetap memeluknya walaupun ia basah.

"A-apa maksudmu? Katakan pada Mama!" Sheila melepaskan pelukan itu. Ditatapnya mata indah yang kini berair. Jantungnya berpacu dengan cepat, menunggu jawaban sang anak.

"Semoga bukan hal buruk yang akan didengar." Sheila berdoa dalam hati. Dia takut hal buruk terjadi, saat mengingat semua orang terlambat bangun hari ini.

"Neena sudah tidak suci lagi, Ma!" Neena kembali memeluk mamanya sembari menangis. Sheila terbelalak. Tidak suci lagi? Apa mungkin semalam ....

"Kamu bercanda, kan? Katakan pada Mama yang sebenarnya. Mama ... Mama bingung, Neena." Sheila mengangkat pundak anaknya agar berdiri.

"Neena serius, Ma. Semalam Neena dinodai sosok misterius saat tidur." Neena pun bercerita kejadian yang sudah menghancurkan hidupnya. Menunjukkan banyaknya bekas merah di sekujur tubuh.

Sheila mundur hingga membentur dinding kamar mandi. Napasnya kian memburu. "Petaka macam apa ini? Kenapa harus anakku?"

"Ma, apa yang akan Khanza katakan saat tahu Neena dilecehkan? Apa Khanza akan menerima Neena? Apa dia akan percaya?" Neena mengguncang tubuh Sheila beberapa kali.

Sheila mencoba menenangkan anaknya. Saat itu pula, Yudha dan Afdal masuk. Mereka kaget melihat kamar berantakan. "Neena! Apa yang terjadi?" Yudha langsung masuk ke kamar mandi begitu melihat mereka ada di dalam.

"Pa, petaka telah terjadi. Neena--" Sheila memotong pembicaraan, membuat suaminya khawatir. Dimintanya sang istri untuk berterus terang.

"Neena dilecehkan sosok misterius semalam," ujar Sheila. Masih didekapnya sang anak yang ketakutan. Yudha dan Afdal saling berpandangan. "Apa?" ujar mereka bersamaan.

Neena mengangguk pelan, masih memeluk mamanya dengan erat. Yudha dan Afdal terbelalak. Yudha mengepalkan tangan. Matanya menyala bak kobaran api.

"Siapa keparat itu, huh! Beraninya dia melakukan itu! Apa kau sempat melihat wajahnya? Siapa dia? Siapa???" tanya Yudha. Neena menggeleng.

"Sosok sosok itu memakai topeng hitam hingga tak terlihat jelas," jawabnya.

"Kita harus melaporkan peristiwa ini pada polisi," ujar Yudha. Namun, Neena menolak. Ia tidak ingin keluarganya malu saat publik tahu bahwa dia sudah bukan perawan. Keluarga Neena yang sangat kaya, pasti akan menjadi pusat perhatian.

Pun, ancaman sosok itu membuatnya ngeri. Sudah cukup dia saja yang kehilangan kesucian, jangan sampai nyawa mereka menjadi taruhan. Tidak! Dia tidak akan sanggup.

"Pa, Ma, bagaimana ini? Apa yang akan kita lakukan? Bagaimana dengan keluarga Khanza? Batalkan saja pernikahan ini, Ma. Neena tidak sanggup." Neena kembali terisak.

Semua orang kebingungan. Ditambah satu jam lagi keluarga Khanza akan datang menjemputnya sebab pernikahan itu dilaksanakan di rumah Khanza.

"Di luar penata riasnya--" Afdal menunjuk ke arah luar. Neena terbelalak. Bagaimana ini?

Apa yang akan mereka lakukan? Apakah mereka akan mengatakan yang sebenarnya pada keluarga Khanza? Atau diam dan bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa???****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel