Bab 2.
Tiba tiba sosok itu menutup mulut Mina dengan tangannya.
Mina mencoba untuk melawan, akan tetapi lelaki berbadan tinggi itu memiliki tenaga yang sangat kuat, membuat Mina tak mampu berkutik.
Detik berikutnya, Mina merasakan tubuhnya melayang dan terasa ringan. Ya, sosok tadi membopongnya dengan sangat mudah.
"Lepas kan aku!!" Mina memukul mukul dada bidang lelaki itu yang ternyata adalah Bagas.
"Stt! Diam!" sentaknya sambil menurunkan tubuh Mina dengan kasar. " Mau ngapain kamu di sana? Kamu mau bergabung dengan para pembantu bedebah itu?!" sungut Bagas lagi.
"Ja... Jadi den Bagas sudah tau kalau... Bi inem dan pak Anton..."
"Ya! Aku sudah lama mengetahuinya! Tapi buat apa aku ikut campur? Toh, mereka hanya menyalurkan keinginan normal mereka saja, kok?" sahut Bagas dengan nada enteng.
"Iya... Tapi apa di rumah ini enggak ada peraturan tegas yang melarang sesama pekerja berbuat xxx?" tanya Mina sambil melebarkan kedua bola matanya.
"Cih, buat apa membuat peraturan kolot seperti itu? Toh, aktivitas mereka berdua sama sekali tidak mempengaruhi kinerja mereka? Justru dengan menyalurkan kepuasan batin, mereka bisa bekerja lebih optimal dan menghindarkan rasa stress atau bosan!" komentar Bagas lagi, membuat Mina menatap lelaki itu dengan ngeri.
Bagas mendorong tubuh Mina hingga punggung Mina membentur tembok.
Dalam suasana temaram cahaya lampu yang berasal dari ruang utama, Mina bisa melihat ketampanan Bagas dalam jarak tak lebih dari satu jengkal.
Jakun pria berbadan jangkung itu tampak naik turun. Embusan nafasnya terasa hangat menyapu wajah Mina. Mata setajam elang, alis tebal, hidung mancung dan juga bibirnya yang tipis, sejenak mambuat Mina menahan nafas.
Dengan ujung jarinya, Bagas menarik dagu mina, hingga netra keduanya saling bersiborok dalam jarak yang sangat dekat, membuat Mina memejamkan mata.
Namun tak ada sesuatu apapun yang terjadi. Padahal Mina berharap lelaki tampan itu bisa memberinya satu ci_uman yang memabukkan!
"Ternyata sama saja!" decih Bagas sambil bergerak mundur, menjauhi Mina.
Mina membuka mata sembari mengerutkan keningnya.
"Ma... Maksudmu apa?" tanya Mina sambil mengerjab ngerjakan kedua matanya, tak mengerti.
"Kamu sama saja seperti gadis lain, yang hanya bisa pasrah saat didekati seorang pria tampan! Betul betul tak punya harga diri!" decit Bagas lagi dengan nada meremehkan.
Mina terbelalak.
"Cih, dasar narsis!" sungut Mina tak mau kalah.
Karena merasa malu, gadis itu pun hendak beranjak masuk ke dalam kamarnya, tapi dengan cepat lengannya di cekal oleh Bagas.
"Lepaskan!!" sentak Mina dengan sedikit kasar. Lalu berlari masuk ke dalam kamarnya, kemudian segera mengunci pintu kamar agar lelaki musum itu tak mengikutinya.
Dari tempatnya berdiri, bagas menyeringai tipis.
"Gadis yang menarik. Malam ini kamu boleh saja lolos dariku Mina, hari hari berikutnya... Aku akan terus mengganggumu sampai kamu benar benar tak betah di rumah ini..." desis Bagas sambil tersenyum miring.
Suara suara dari arah kamar Bi Inem makin terdengar jelas, sepertinya kedua insan itu sebentar lagi hendak mencapai puncaknya.
"Benar benar menjijikkan!"
Bagas mendekati kamar Bi inem, di mana inem dan Anton sedang berpacu mendaki puncak kemesraan.
Dengan usil, Bagas pun menggedor gedor pintu kamar inem dengan sangat keras.
Dor! Dor? Dor!
Setelahnya, lelaki itu kembali masuk ke dalam bangunan utama.
****
Hari ini, nyonya Mariam Delana pulang dari Prancis. Nyonya Mariam adalah istri tuan Handoko yang memiliki bisnis barang barang branded bernilai miliaran rupiah.
Nyonya Mariam adalah orang yang perfeksionisme dan tak suka dengan kesalahan sekecil apapun.
Saat wanita itu tiba, seluruh ART dibuat sibuk. Seperti misalnya, di meja makan harus selalu tersedia buah buahan segar dan organik, peralatan makan dan meja makan harus ditata dengan rapi dan cantik. Semua harus serba bersih dan tak ada debu barang sedikitpun.
"Hei, kamu. Kemari!" panggil nyonya Mariam kepada Mina yang sedang ikut membantu menyiapkan makan malam di meja makan bersama Mbok Jum.
Mina pun mendekat dengan sedikit takut takut.
"Iya. Saya nyonya?" jawab Mina dengan wajah menunduk.
"Kenapa kamu memakai bajuku?" tunjuk wanita itu sambil menunjuk baju yang di pakai oleh Mina.
"Ini? Hmm... Saya menemukannya di dalam gudang, nyonya. Kebetulan saya datang ke rumah ini tak membawa baju ganti. Jadi saat beres beres di gudang... Ada banyak tumpukkan pakaian bekas. Jadi sementara saya pakai. Maaf kalau ternyata ini adalah pakaian lama nyonya...." jawab Mina dengan jujur dan sedikit terbata. Terlebih melihat wajah wanita penuh kharisma dengan tatapan tajam itu, membuat hati Mina sedikit ciut.
Nyonya miriam mengangguk.
"Baik. Kali ini aku mengampunimu," tandas nyonya Mariam, "Lain kali, kamu jangan sembarangan memakai apapun yang bukan milikmu di rumah ini, selagi benda itu bukan berada di tumpukan sampah. Mengerti?"
"Me... Mengerti nyonya..." angguk Mina dengan nada suara gemetar.
"Kamu boleh pergi!"
Mina pun pergi. Hatinya terasa berdenyut denyut. Karena mendapat peringatan dari wanita penguasa rumah itu.
Saat makan malam, suasana meja makan terasa hening. Hanya terdengar suara sendok dan garpu beradu dengan piring.
Rupanya keluarga Tuan Handoko begitu menjunjung tinggi etika saat berada di meja makan. Sesekali Bagas mencuri curi pandang ke arah ibunya yang bergeming dan tak memiliki perhatian sedikitpun kepada dirinya.
Padahal selama ini, Bagas sangat merindukan kasih sayang seorang ibu yang hangat dan care pada putranya sendiri. Akan tetapi hal itu tak didapatkan Bagas dari seorang Mariam.
Sejak Bagas berusia balita, Mariam tak begitu mempedulikan tumbuh kembang putranya sendiri dan lebih mempercayakan jika Bagas di asuh oleh mbok Jum dan juga baby sitter pada masa itu.
Miriam seolah lupa jika putra yang telah dia lahirkan ke dunia juga membutuhkan perhatian dan kasih sayangnya.
Itulah mengapa Bagas menjadi seorang lelaki yang tak memiliki respek kepada kaum wanita. Dia menganggap semua perempuan sama saja. Hanya butuh uang dan juga kevuasan dari seorang laki laki.
*****
"Mina, aku ada perlu sama kamu!" tiba tiba saja bi inem menarik tangan Mina dan membawanya ke salah satu sudut ruangan yang sepi. Bi inem mendorong tubuh Mina hingga membentur tembok.
"Bi inem!? Apa apaan sih?" tukas Mina yang tak suka dengan perbuatan rekan kerjanya itu.
"Kamu, kan yang kemarin malam mengintip aku dan pak Anton sedang ena ena di dalam kamar? Terus kamu sengaja kan menggedor gedor pintu kamarku?" cecar wanita berusia 32 tahun dengan penampilan aduhai itu dengan tatapan menyelidik.
Mina hendak mengelak. Tapi sepertinya percuma saja jika dia berbohong. Bi inem sepertinya sudah tahu dari seseorang.
"Aku... Aku..." Mina terbata bata dengan mata lirik ke kiri dan kanan mencari jawaban yang pas.
PLAKK!!
Tiba tiba saja bi inem mena mpar wajah Mina dengan sangat keras.
"Aku peringatkan sama kamu ya, Mina! Jangan pernah ikut campur dengan urusan orang lain! Apalagi kamu cuma pembantu baru yang enggak cukup diinginkan di rumah ini! Paham kamu!?" Bi Inem menunjuk nunjuk ke wajah Mina, dengan nada memperingatkan.
Mina memegangi wajahnya yang terasa memanas sambil meringis.
"Lain kali, jika kamu macam macam atau cari muka, atau kamu akan mendapatkan akibatnya, mengerti!?" ancam bi inem lagi dengan tatapan penuh ancaman dan intimidasi.
Mina hanya bisa mengangguk pelan.
Bi inem segera pergi dari hadapan Mina. Sementara Mina berjalan lesu ke arah dapur.
Mina tak tahu, dari mana Bi inem mendapatkan informasi jika pada malam panas itu, diam diam Mina sempat mengintip dan menguping aktivitas terlarang antara Bi inem dengan pak Anton yang sedang belah duren dalam kamar pembantu yang bertugas bersih bersih itu.
Dari salah satu sudut di lantai dua, Bagas tersenyum puas melihat bagaimana Mina di perlakukan kasar oleh Bi inem.
Ya, ternyata bagas lah yang telah mengadu domba keduanya.
Pagi tadi, Bagas memanggil bi inem dan bertanya kepada wanita itu.
"Aku dapat informasi dari Mina, katanya bi inem melakukan hubungan belah duren di rumah ini bersama pak Anton kemarin malam. Apakah itu betul, Bi?" tanya Bagas, mengintrogasi pembantu yang sudah tiga tahun bekerja di rumah ini.
Bi inem terperanjat. Namun dirinya tak berani membantah dan akhirnya dengan terpaksa mengangakuinya.
"Maafkan saya, Den... Saya khilaf..." aku bi inem yang seketika merasa telah ditikam dari belakang oleh Mina, pembantu baru yang baru beberapa hari saja bekerja di rumah itu.
"Lain kali, saya tak mau dengar ada kejadian seperti ini lagi. Paham, Bi?" ujar Bagas, memperingatkan.
Wanita mengangguk seraya tertunduk dalam dalam.
Itulah mengapa Bi Inem melabrak dan menampar wajah Mina.
"Ini belum apa apa, gadis resek? Lain kali aku akan langsung mendepak kamu dari rumah ini..." gumam Bagas sambil menyeringai penuh kemenangan.
(Bersambung)
