

Nginap
"Hayo... Pasti lagi nyari barang hilang ni" Kata tante Amara sambil membelai lembut rambut basahnya.
"Kok tante tau?"
Tante Amara tersenyum imut mendengar ucapanku, terlihat gigi putihnya yang sangat rapi dengan mata yang sedikit sipit.
"Ya kan barangnya ada di kamar tante," Ujarnya.
Tante Amara menarik tangan ku dengan paksa di depan gerbang rumahnya beranjak untuk masuk kedalam rumah, aku membuntutinya seraya memandangi indah tubuh tante Amara.
"Ren, tante tau mata kamu ngeliatin pantat tante kan?" Celetuknya dengan tiba-tiba.
"Ehh, enggak loh tan..."
"Heleh... Eh Ren, Itu motormu gak sekalian kamu masukin ke dalam?" Tanyanya padaku dengan mengisyaratkan matanya ke bagasi.
"Gak tan, biar aja di depan... Aku cuma mau ambil HP ku aja terus pulang." Jawabku dengan tidak percaya diri
"Yah kenapa sih cepet-cepet terus pengen pulang?”
"Aku mau tidur tan, ngantuk"
Kami telah masuk kedalam rumahnya dan tiba-tiba tante Amara segera mengunci pintu.
"Loh tan, kenapa dikunci?" Tanya ku panik.
"Tidur disini aja ya... Kalo gak mau, gak tante bukain pintu sampe malam!." Jawabnya sambil mengancamku.
"Eh... Terus motor aku gimana di depan?"
"Biar aja di maling orang." Serunya meringai.
Wajah kesalnya membuat tante Amara semakin imut saja, dengan sikapnya seperti anak kecil dia menyilangkan tangannya sambil mengerucutkan bibir tipisnya. Aku tertawa melihat tingkah lakunya itu. Tingkahnya hampir mirip dengan seorang pacar yang sedang ngambek. Aku berkata,
"Hahaha... Tante lucu banget sih, kalo gitu aku makin sayang..." Sedikit gurauanku sambil menggodanya.
"Aahh Rendy, Nakal banget ah... Tidur sini ya... Jangan sampe tantemu ini sujud memohon di depanmu." Ujar tante Amara merengek.
"Iya tante, aku istirahat disini aja... Tapi dengan syarat, tante gak boleh macam-macam sama aku ya!" Jawabku.
"Iya tante gak ngapa ngapain kamu kok... Janji!" Runtuknya sambil mengangkat jari kelingkingnya.
"Ya udah, aku masukin motor dulu... Sini kunci pintunya!"
Badan ku bergerak sendiri mendekati tante Amara seraya mencium lembut pipinya, tante Amara langsung terkejut saat aku mencium pipi kirinya itu. Dengan matanya tiba-tiba saja melebar dan bibir yang semula kerucut, membentang menjadi senyuman manis. Aku segera merebut kunci pintu dari tangan kirinya.
"Ren... Jangan kabur ya!" Teriaknya saat aku beranjak keluar.
Aneh sekali ekspresi wajahku tiba-tiba saja menjadi sangat senang hingga tak henti hentinya tersenyum. Tipikal ku Ini mirip sekali seperti orang yang sedang kasmaran.
Tapi aku terus berusaha untuk menghapus pikiran-pikiran anehku terhadap tante Amara. Aku berjalan mendorong motorku kedalam garasi rumahnya dan segera menutup rapat gerbang. Mataku sudah sangat ngantuk sekali
ingin segera beristirahat di dalam.
Tapi sebelum itu aku harus mengambil ponselku terlebih dahulu dari dalam kamar tante Amara untuk mencari tahu tentang dua orang yang datang kerumahku tadi.
"Huaammm..." Aku menguap sambil berjalan masuk kedalam rumah tante, dan beranjak menuju kamar tante Amara. Aku membuka pintu kamarnya melihat seorang wanita cantik nan seksi sedang tanpa busana menatap kaget wajahku.
"Huaaa...." Teriakku tiba-tiba.
"Haaa...." Balas teriak tante Amara.
Aku menutup kembali pintu kamarnya sambil bergumam dalam hati.
"Wohh gila... Mantep banget deh badannya tante Amara." Batinku.
"Rendy! Bikin tante kaget aja kamu... Sini cepat masuk!" Teriak tante Amara dari dalam kamarnya.
"Gak mau... Tante pake baju dulu baru Rendy mau masuk!" Sahut teriakku dari luar kamar.
Pipiku terasa terbakar sekarang dengan hidung yang sudah mulai kembang kempis.
Ahh tidak... Adik ku tiba tiba saja bangun sekarang. Ini sangat gawat, gawat sekali... Aku sekarang harus menghapus pikiran kotorku pada tante Amara.
"Ren masuk sini!... Tante sudah pakai baju kok."
Aku bergerak membuka pintu kamar tante Amara sambil menutupi area bawahku dengan kedua tangan. Tiba-tiba saja tante Amara berada di depan wajahku sekarang, dia hanya menggunakan bra putih dan juga celana dalam putihnya.
Pemandangan indah lagi...
"Tante... Kok belum pake baju sih!" Ucapku kesal pada tante Amara sembari menutupi mataku.
"Rendy... Kamu jangan sok naif deh! Coba liat bawahmu itu…Kelihatan berdiri tegak jadi besar." Runtuk tante Amara.
"Cowok mana sih yang gak ereksi kalau ngeliat tante gak pake baju begitu?" Ujarku malu padanya.
"Duh... Kasian banget deh kamu sayang... Liat kakakmu itu! Sok-sokan tutup mata." Dia jongkok di depanku sambil mengelus-elus lembut alat kejantanan ku yang sudah tegak.
"Tante! Tante bilang ga akan apa apain aku... Tante tipu aku ya!?" Gumamku dengan nada sedikit marah.
"Iya-iya Rendy ku sayang…”
Tante Amara melepaskan tanganku yang menghalangi wajahku dan mencium mesra keningku hingga wajahku sekarang sudah sangat merah merona. Badan ku terasa membeku dan sangat kaku.
"Ih Rendy... Mukamu merah banget kamu sakit?" Tanya khawatir tante Amara.
"Eh... E.. Eng.. Enggak kok tan... Aku cuman kurang tidur aja." Jawabku gugup.
"Ya udah sini tante peluk!..."
Tante memelukku dengan perasaan sangat bahagia, dan jantungku begitu saja berdegup sangat kencang. Dadanya berada di kedua sisi wajahku sekarang, tapi aku bahkan tidak memiliki keberanian untuk mengedipkan mataku. Aku perlahan mulai mencondongkan tubuh ke depan tanpa daya, dada tante Amara memang sangat lembut dan enak.
Kulit Tante Amara tampak sehalus marmer, berkilau seperti kristal dan putih seolah-olah hampir transparan. Aku benar-benar ingin tahu apakah tubuhnya benar-benar transparan. Menurut standar manusia, proporsi tubuh tante Amara sudah sangat sempurna. Tungkai ramping dan dengan lekuk sempurna dadanya berada pada puncak yang tepat.
"Pftt..."
"Kenapa Ren?" Tanya penasaran tante Amara.
"Tan aku gak bisa napas..."
"Eh... Maaf Ren! Tante gak tau kalo kamu kejepit dada tante." Ucapnya bertingkah polos.
"Huftt... Mantap tante... Eh maksudnya gapapa tante... Hmm... Yaudah deh tan, aku mau istirahat di sofa depan aja." Ujarku dengan wajah layu sangat mengantuk.
"Eh... Kenapa gak di kamar tante aja?"
"Jangan lah tan... Nanti kalo Al atau Jihan pulang gimana? Mereka pasti bakal salah paham." Jawabku.
"Ehehe... Ni HP kamu pasti lupa!"
"Eh iya... Makasih tante Amara" Ucapku senang.
"Coba panggilnya sayang aja Ren...!" Kata tante Amara sembari menggodaku.
"Gak mau... Tante Amara nakal sama aku."
"Ututututu... Gemes banget deh" Ujarnya sambil mencubit pipiku.
Saat tante Amara mencubit pipiku, aku sudah sangat terbiasa dengan hal itu. Karena waktu aku masih SMP dia juga sering mencubit pipiku karena sangat gemas denganku. Dirinya juga pernah berkata begini dahulu,
"Kalo udah gede nanti... Kamu mau tante nikahin sama Jihan."
Aku masih mengingat perkataan yang tante Amara ucapkan dahulu padaku. Aku sudah menganggap tante Amara seperti ibuku sendiri, tetapi dia masih terlalu muda untuk ku panggil seorang ibu.
Tante Amara menikah dengan ayah Jihan saat umurnya masih sangat muda. Dia melahirkan Jihan saat masih berumur 18 tahun, dan dia juga memiliki anak laki-laki bernama Al yang masih berumur 8 tahun dan duduk di kelas 2 SD. Aku sangat akrab pada Al, karena setiap minggu aku bermain bersamanya di taman. Dan sekarang mereka sedang tidak ada dirumah, Jihan bekerja dan Al bersekolah. Aku merasakan bahagia dan nyaman saat mengingat tentang tante Amara.
Aku tidak menyangka bahwa itu adalah cinta, Tapi diriku yang terbilang sangat naif ini selalu berpikir positif tentang cinta ku pada tante Amara. Aku menganggap itu adalah cinta antara orang tua dan anak, karena aku sudah menganggap dirinya adalah rumah kedua ku selain ibu kandung ku.
Jadi aku sama sekali tidak berani bertindak macam macam padanya, Aku sangat menghormatinya.
"Rendy..." Panggil tante Amara.
"Iya tan?"
"Tadi ada cewek nelpon di hpmu... Nomornya ga dikenal, terus tante angkat, dia bilang ada perlu sama kamu... Emangnya itu siapa Ren?" Tante Amara bertanya ku dengan nada yang sedikit melengking.
Aku berpikir mengapa tante Amara bertanya padaku dengan nada seperti itu....?!
"Eh... Aku gak tau tan, pas aku pulang tadi adikku juga bilang ada yang nyari aku tapi aku lagi disini." Jawabku sedikit ragu.
"Beneran gak tau? Itu bukan pacar kamu kan?" Tiba-tiba saja wajahnya mengkerut dengan bibir yang sedikit cekung kebawah. Itu seperti ekspresi seorang yang sedang cemburu, tetapi aku tidak menyangka nyangka hal itu sebelumnya.
"Kan aku bilang gak punya pacar tan... Palingan juga itu cewek kampus yang mau nembak aku." Ujar ku dengan sontak.
"Nembak kamu? Kok kamu bisa tau kalo dia mau nembak kamu? Kamu deket sama dia? Kamu pernah punya hubungan sama dia? Itu mantan mu? Ren jawab Ren..." Seribu pertanyaannya dilontarkan langsung padaku, aku bingung harus menjawabnya seperti apa,
Aku khawatir kalau salah ngomong, karena wajah tante Amara sudah sangat kesal sekarang dan mulai menyilangkan kedua tangannya sambil cemberut.
"Pftt..."
Aku sedikit menahan tawaku melihat mimik wajah cemberutnya itu dan langsung memeluk dirinya dengan lembut. Aku berkata lirih di telinga tante Amara,
"Tenang tante... Aku sama sekali gak punya pacar ataupun hal lain sekarang ini. Aku tau karena setiap minggu aku selalu di tembak oleh berbagai macam wanita saat di kampus. Tapi semuanya selalu aku tolak kok... Tante tau? Di sini, dihati ku cuman ada tante seorang." Ucap nakal ku menggoda tante Amara.
Wajah cemberutnya perlahan-lahan berubah menjadi senyum bahagia. Bibir nya yang cekung kebawah perlahan kembali keatas menjadi sangat manis. Tiba-tiba saja aku terkejut dengan perlakuannya, leherku digigit oleh tante Amara dan menyedot leherku dengan bibir imutnya.
Saat tante Amara melakukan itu, seketika tubuhku menjadi sangat kaku dan tidak berdaya.
"Mmm…”
Memang begitu gila sikap tante Amara padaku sekarang... Oh tidak, aku tidak bisa seperti ini padanya.
