Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5

Hana beringsut duduk, tanpa berbicara sama sekali. Di tariknya selimut agar menutupi tubuhnya yang sudah tidak menarik lagi. Diambilnya bungkusan yang ada di atas tempat tidur. Tenggorokannya terasa amat perih dan haus. Sejak tadi dirinya hanya meminum air keran untuk melepaskan rasa hausnya. Dengan tangan gemetar, ia mengambil air teh hangat dan meminumnya. Setelah habis setengah bagian, diletakkannya kembali teh ke atas meja.

Ia mulai menyantap nasi goreng yang berada di dalam kota busa berwarna putih. Meskipun mulutnya yang terluka terasa sakit dan perih saat membuka mulut, namun dirinya tetap makan dengan lahapnya. Ia hanya sedikit mengunyah nasi didalam mulutnya dan menelannya.

Nasi yang ada di dalam kotak putih itu habis tanpa sisa. Rasanya sungguh sangat kenyang. Setelah perutnya benar-benar sudah kenyang, Hana baru menyadari bahwa sejak tadi suaminya hanya berdiri memandangnya. Hana meletakkan Kota kosong itu ke atas nakas. Sebenarnya dirinya ingin memasukkan sampah itu ke dalam tong sampah namun ia begitu sangat malu untuk berdiri dan berjalan di depan Daffin, mengingat saat ini dirinya tidak memakai apa-apa.

Dengan sangat canggung Hana mengambil air mineral yang di botol plastik. Ia membuka tutupnya dan meneguk air mineral tersebut. Setelah menghabiskan sekitar setengah botol, Hana meletakkan botol itu kembali ke atas nakas.

"Tidurlah!" Perintah Daffin.

Hana hanya sedikit menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Ditariknya selimut dan menutupi seluruh tubuhnya hingga ke puncak kepalanya.

"Aku tidak suka melihat kau tidur dengan cara seperti ini." Ucap Daffin.

Hana mendengar ucapan suaminya. Selimut yang menutupi kepalanya diturunkan hingga sebatas lehernya.

"Singkirkan selimut itu," ucap Daffin.

Hana diam.

"Kau tidak mendengarkan perintah aku?" Tanya Daffin.

Dengan sangat ragu, Hana menyingkirkan selimut itu dari tubuhnya. Ia begitu sangat bingung, bagaimana caranya tidur dengan tampilan seperti ini.

"Kau sengaja ingin menggoda ku, dengan tubuh mu yang seperti itu?" Daffin memandang istrinya dengan tatapan mengejek.

Hana diam saat mendengar tuduhan pria tidak waras yang berdiri di samping tempat tidurnya. "Apa dia tidak waras. Aku tutup tubuh aku pakai selimut dia marah. Sekarang aku tidak pakai selimut dia juga marah. Dasar kanibal gak jelas." Hana memaki suaminya didalam hatinya.

"Kau tidak dengar ucapan aku?"

"Saya tidak punya pakaian tuan," jawab Hana.

Daffin baru menyadari hal itu. "Pakai selimut!" Perintahnya.

Hana kembali menarik selimut.

Jangan kau tutup kepal mu!" perintah Daffin.

Hana hanya menutup sampai dadanya. Ia kemudian memandang ke dinding. "Apa dia tidak pergi," Hana panik saat suaminya naik ke atas tempat tidur. Ia memutar tubuhnya dan membelakangi suaminya.

"Aku tidak suka melihat cara mu yang tidak sopan seperti ini." Daffin tidak ingin istrinya membelakanginya.

"Ya ampun, miris amat hidup aku. Mengapa aku bisa memiliki suami seperti dia," Hana berkata dalam hati.

Hana membuka matanya. Jantungnya seakan ingin keluar dari tempatnya saat melihat mata Daffin yang memandangnya. "Maaf, saya mau ke kamar mandi," ucap Hana. Ia sagat tidak nyaman tidur bila tidak membersihkan diri ke kamar mandi setelah melakukan penyatuan dengan suaminya. Mau dilap Pakai kain Seprai juga gak nyaman.

"Pergilah," jawab Daffin.

"Tuan tolong ambilkan saya handuk itu." Hana memandang handuk yang ada di lantai.

"Kau memerintah aku?"

"Tidak tuan, saya minta tolong," Hana menjawab dengan terbata-bata.

Daffin menjangkau handuk yang di minta istrinya. Ia melihat di handuk berwarna putih itu, banyak menempel bercak berwarna merah. Daffin memberikan handuk tersebut.

"Terima kasih tuan," jawab Hana yang melilitkan handuk di tubuhnya. Hana kemudian berjalan ke kamar mandi dengan sangat lamban ketika rasa perihnya masih sangat terasa.

Setelah membersihkan dirinya di kamar mandi, ia kembali naik ke atas tempat tidur dan berbaring di samping suaminya. Melihat pria itu sudah tidur, membuat dirinya senang. Hana merangkak naik ke atas tempat tidur dengan sangat berhati-hati. Di tariknya selimut dan tidur membelakangi pria yang sudah menjadi suaminya itu.

"Apa kau tidak dengar apa yang tadi aku ucapkan."

Suara itu membuat Hana sangat terkejut. Hana membalikkan tubuhnya dan menghadap suaminya. Saat ini ia memandang wajah tampan milik Daffin.

***

Hana terbangun dan merasakan tangan kekar suaminya yang berada di atas perutnya. Ingin rasanya ia menjatuhkan tangan pria itu, namun dirinya tidak berani melakukan hal tersebut. Hana hanya diam memandang tangan kekar yang berbulu tersebut. Hana berpura-pura tidur saat suaminya terbangun.

Daffin memandang istrinya, saat ini tangannya berada di atas perut istrinya. pria itu hanya diam dengan terus memandang istrinya. "Apa dia masih akan kembali?

Aku yakin dia pasti kembali, dia tidak akan mungkin tega ketika melihat kondisi adiknya seperti ini," Daffin berkata dalam hatinya.

"Apa yang dia mau, kenapa tangannya gak di awaska dari atas perut aku.

Apa dia tidur lagi?" Hana bertanya di dalam hatinya.

"Bila aku intip dikit, dia pasti tahu. Ya sudah aku pura-pura tidur saja." Hana mengambil kesimpulan. Hana menjerit ketika Daffin mencubit tampuk kecil di bagian dadanya.

"Apa kau tidak tau aturan?

Seharusnya Kau bangun 3 jam lebih awal dari ku," jelas Daffin.

"Maaf tuan," jawab Hana dengan dengan sangat ragu untuk beranjak dari tempat tidur.

"Mengapa tidak bangun?" Tanya Daffin saat Hana masih diam.

"Maaf tuan, tangan anda." Hana berkata dengan sangat sopan. Saat ini ia sudah seperti seorang pelayan dengan majikannya.

Daffin diam dan menjauhkan tangannya.

Hana mengambil handuk dan melilitkan handuk putih itu di tubuhnya. Handuk yang sudah banyak menempel bercak-bercak berwarna merah.

Pria itu hanya diam memandang istrinya. Wanita yang baru saja hitungan jam dinikahinya, sudah terlihat sangat memprihatinkan.

"Ganti handuk itu, aku jijik melihat handuk yang kau pakai." Daffin memandang istrinya.

"Baik tuan," jawab Hana yang mengambil handuk yang bersih di dalam lemari. "Aku harus bersikap baik dan nurut. Agar bisa kabur," Hana berkata dalam hatinya.

Ia berjalan merasakan perih dan sakit di bagian intinya. Hana masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan tubuhnya. Dirinya mandi tidak lama, hanya sebentar saja. Setelah tubuhnya terasa benar-benar bersih Hana keluar dari dalam kamar mandi. Ia begitu sangat takut bila lama di dalam kamar mandi, sudah pasti suaminya itu akan marah kepadanya.

Hana diam dan menelan air ludahnya ketika melihat suaminya yang berdiri tanpa memakai sehelai pakaian pun. Tanpa merasa malu sedikitpun pria itu terlihat begitu sangat Santai di depan. Bila sudah seperti ini dirinya hanya bisa menundukkan kepalanya menahan rasa malu.

"Aku juga ingin mandi," ucap Daffin.

"Silakan Tuan," jawab Hana.

"Apa kau sudah menyiapkan air mandi ku?" tanya Daffin.

Hana menggelengkan kepalanya. "Maaf Tuan, Saya akan sediakan." Hana berbicara dengan kepala yang tertunduk.

"Aku sangat tidak menyukai sikap mu. Aku paling tidak tidak suka bila aku berbicara, namun lawan bicara ku tidak melihat wajahku," jelas Daffin.

"Maafkan saya tuan." Dengan wajah yang memerah menahan rasa malu, Hana harus melihat wajah pria yang membuat dirinya emosi tingkat tinggi. Namun Hana harus bersabar demi keselamatan dirinya tentunya.

Daffin hanya diam mendengar ucapan istrinya. Mata pria itu menatap tajam wanita yang saat ini .

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel