Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4

Hingga sore, tidak ada satupun pegawai hotel yang datang ke kamarnya.

Hana hanya menagis merasakan perut yang begitu sangat perih. Hingga sampai sore Dirinya belum makan sama sekali. "Apa Dia sudah tidak pulang lagi ke sini. Apa dia sengaja tinggalkan aku di sini?

Tapi mengapa dia tidak memberikan aku pakaian, agar aku bisa pergi." Hana mengusap air matanya. "Tapi katanya dia gak akan pernah lepaskan aku. Mengapa dia kejam sekali. Aku lupa, dia memang tidak punya hati. Dia bukan manusia. Bila ada manusia, mana mungkin dia sanggup mengingit aku seperti ini." Hana memandang luka gigitan yang terasa begitu sangat pedih dan berdenyut-denyut.

Tubuhnya sudah mulai gemetar ketika menahan rasa pedih di perutnya. Bising ususnya sudah berbunyi setiap saat. Hana hanya makan sedikit ketika acara resepsinya masih berlangsung. Setelah itu dirinya tidak makan hingga sampai sekarang.

Hingga jam 10 malam ia masih tidak memakan apapun. Hana memejamkan matanya dan berharap bila dirinya bangun nanti sudah ada makanan yang bisa disantap nya. Dirinya tidak memikirkan kemana suaminya pergi. Bahkan bila pria itu tidak kembali lagi ia tidak akan mempermasalahkannya. Namun yang membuat dirinya begitu sangat panik dan juga bingung ketika menyadari bahwa tidak ada pakaian yang bisa dipakainya dan dirinya juga tidak bisa membuka pintu kamarnya.

Hana memejamkan matanya. Dirinya mulai terlelap. Cukup lama ia tertidur dan terbangun ketika merasakan bagian perutnya yang di gigit. Ia meringis menahan rasa sakit. Namun dirinya tidak bisa berbicara saat mulutnya di ikat dengan dasi. Tangannya kini sudah terikat. Hana tidak tahu kapan suaminya pulang.

Hana tidak menagis lagi ketika merasakan perlakuan kasar suaminya. Dirinya hanya diam seakan sudah pasrah dengan nasibnya. Hanya diam dan menutup mata seperti ini, terasa begitu sangat nikmat untuknya. Nikmat merasakan kepedihan yang nyata.

Dengan sangat keras suaminya menampar benda berbentuk gunung kembar miliknya. Hana hanya diam dan menikmat rasa sakitnya. Tanpa ada satu katapun yang di ucapnya. Ia terbayang kedua orang tuanya. Senyum manis papanya yang memiliki gingsul dan berjenggot tips. Senyum mamanya yang sangat cantik dengan lesung Pipit di pipi sebelah kanan.

Tubuhnya terasa amat lemas. Terlalu banyak energinya yang terbuang tanpa mendapatkan energi penganti.

Daffin diam memandang wajah istrinya. Dengan sangat sengaja dirinya mengingit bagian puncak tertinggi dari bagian dada istrinya, hingga ia merasa cairan amis yang terasa di lidahnya. Daffin tidak mendengar istrinya menjerit seperti semalam. Di pandangnya wajah pucat istrinya. Daffin masih terus melakukan aktivitasnya tanpa mau menyelesaikan apa yang dilakukannya saat ini. Cukup lama dirinya melakukan ini hingga dirinya benar-benar merasa puas.

Daffin berbaring di samping Hana. Alas kasus berwarna putih ini sudah banyak meninggalkan bercak darah. Dilihatnya tubuh istrinya yang sudah penuh jejak gigitannya yang berwarna keunguan dan ada juga yang lukanya masih basah dan berdarah.

Daffin diam memperhatikan wanita yang sudah begitu sangat menyediakan tersebut. Wanita itu hanya diam tanpa bergerak.

Hana memejamkan matanya. Tubuhnya sudah terasa amat lemah. Rasa sakit di sekujur tubuhnya sudah tidak dihiraukannya. Bahkan air matanya sudah tidak menetes lagi. Ia hanya diam menikmati rasa sakit di sekujur tubuhnya dan bekas gigitan suaminya yang teras perih dan berdenyut-denyut. "Mama, papa, Hana siap ikut dengan kalian. Bila kalian sayang Hana, jemput Hana ya. Hana menunggu papa dan mama datang jemput Hana." Hanya kalimat ini yang di ucapkannya di dalam hatinya.

"Apa dia sakit, mengapa wajahnya begitu sangat pucat." Daffin bertanya Didalam hatinya.

"Apa di kamar ini tidak ada maka?" Daffin memandang ke sekeliling kamarnya..

"Ya ampun aku lupa meminta petugas hotel untuk mengantarkan dia makanan." Daffin baru menyadari hal itu. Dengan sangat cepat, ia memakai kembali bajunya dan pergi meninggalkan kamar. "Apa yang sudah aku lakukan? Bagaimana bila dia mati? Apa dia sama sekali tidak pandai menghubungi petugas hotel?" Daffin berkata dengan sangat kesal.

Hana hanya diam dengan mata yang terpejam. Tubuhnya terasa amat lemas. Ia tahu bahwa suaminya pergi meninggalkannya. Air mata yang sejak tadi di tahanannya agar tidak menetes, kini menetes dengan sendirinya. Hatinya terasa begitu sangat sakti. Pria itu hanya datang dan memperlakukannya seperti ini. Setelah itu dia pergi. "Rasa ini sangat sakit, sungguh sangat sakti. Aku tidak sanggup," Hana berkata di dalam hatinya. Bahkan suaminya tidak mengingat apa yang di makannya. Hana memandang jam yang ternyata sudah jam 3 pagi . "Seperti inikah takdir hidup ku. Apakah kehadiran mereka hanya untuk membuat aku seperti ini. Apa yang di miliki papa, semuanya mereka ambil. Tapi setelah itu, aku dijadikannya seperti ini." Hana berkata di dalam hatinya dengan penuh kebencian.

"Semoga besok saat pagi datang, aku sudah berkumpul dengan mama dan papa," Hana tersenyum perih.

*

Di jam 3 malam, Daffin keluar dari dalam kamar hotelnya. Pria itu tampak panik dan mencari warung makan. Daffin membeli nasi goreng yang berada di dekat hotel sehingga dirinya tidak perlu membelinya keluar dengan mobil.

Ia membeli air mineral dan teh hangat.

"Dia tidak mungkin matikan, bila hanya tidak makan seharian." Daffin berkata dengan membawakan bungkus makanan untuk istrinya. Apa aku terlalu kejam terhadapnya?

Aku rasa tidak, apa yang aku lakukan tidak sebanding dengan apa yang dilakukan oleh keluarganya." Daffin berkata sendiri.

Daffin mempercepat langkah kakinya dan masuk ke dalam lift. Ia berlari menuju ke kamarnya ketika pintu lift terbuka. Daffin mandang Hana yang tertidur tanpa memakai apa-apa. Seperti apa tadi ditinggalkan nya, seperti itu pula saat ini dilihatnya.

"Hai bangun," Daffin menepuk-nepuk pipi istrinya. Ia semakin keras menampar pipi istrinya saat istrinya tidak terbangun sedikitpun.

"Hai bangun, jangan pura-pura mati." Ia semakin keras menampar pipi istrinya.

Hana membuka matanya secara berlahan saat melihat suaminya.

"Makan!" perintah Daffin.

Hana hanya diam tanpa menjawab.

"Kau tidak dengar, kalau aku memerintahkan kau untuk makan!" Bentak Daffin.

"Apa kau tidak mendengar perintah aku?" Daffin kembali bertanya saat istrinya hanya diam memandangnya. Tatapan mata istrinya sungguh tidak bisa di tebak nya. "Bodoh." Ia memakai dirinya sendiri saat baru teringat bahwa saat ini mulut Hana sedang di ikatnya dengan dasinya. Tangan istrinya juga masih terikat. Daffin bergegas membuka tangan Hana dan melepaskan ikatan di belakang kepala istrinya.

"Makan!" Perintah Daffin.

Hana diam memandang wajah suaminya.

"Mengapa kau melihat aku seperti itu, apa mau aku congkel Mata mu?" Bentak Daffin.

Hana merasa ngerti sekali ketika mendengar ucapan Suaminya. Bagaimana ia bisa kabur, bila sudah tidak bisa melihat, Pikirnya.

"Kau tidak mendengar apa yang aku perintahkan?" Daffin kembali bertanya. Pria itu tidak bisa menyembunyikan kepanikannya.

"Perut ku terasa amat perih. Aku makan sajalah ya. Lagian mana ada orang yang langsung mati karena gak makan satu hari. Aku harus memiliki tenaga untuk kabur dari si kanibal," batin Hana.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel