Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5 Kedatangan Claudine

Di sisi lain, tepat ketika Nikolas baru saja menutup pintu kamar Ella, ponselnya bergetar. Nama yang muncul di layar membuatnya mendengus pelan—Claudine. Tunangannya.

Ia menatap layar beberapa detik, seolah menimbang, lalu akhirnya menggeser tombol hijau.

“Kenapa kau menelpon larut begini?” suara Nikolas terdengar dingin, tanpa basa-basi.

Di seberang, suara wanita itu terdengar manja namun menyiratkan nada curiga.

“Niko… sudah beberapa hari kau menghindar dariku. Kau sibuk dengan apa? Atau… dengan siapa?”

Nikolas berjalan ke ruang kerjanya, menutup pintu rapat-rapat, lalu duduk di kursi kulit hitamnya. “Aku sibuk mengurus urusan perusahaan. Itu saja.”

“Jangan bohong,” potong Claudine cepat. “Aku mendengar sesuatu dari media gosip. Katanya kau terlihat bersama seorang wanita di sebuah kafe beberapa waktu lalu. Siapa dia, Niko?”

Rahangnya mengeras, matanya menatap kosong ke arah jendela besar yang menampilkan pekat malam. “Itu bukan urusanmu.”

Claudine tertawa kecil, getir. “Bagaimana bisa bukan urusanku? Aku tunanganmu, Nikolas. Kita akan menikah. Apa kau lupa?”

Keheningan turun cukup lama. Nikolas mengetukkan jarinya di meja, dingin.

“Aku tidak lupa. Tapi aku juga tidak pernah berjanji akan menjelaskan semua hal padamu.”

Nada suara Claudine berubah tajam. “Kalau begitu, aku akan datang ke mansion besok. Aku ingin tahu apa yang sebenarnya kau sembunyikan.”

Nikolas memejamkan mata sebentar, menahan rasa kesal yang menekan. “Jangan coba-coba, Claudine. Kau tidak akan suka dengan apa yang akan kau lihat.”

Telepon berakhir dengan nada menggantung. Claudine menutup sambungan dengan tawa tipis, sementara Nikolas meletakkan ponselnya di meja dengan cengkeraman kuat.

Ia sadar, badai baru akan segera datang. Dan Ella… bisa saja terseret di dalamnya.

Pagi itu mansion Nikolas terasa lebih hidup dari biasanya. Pelayan sibuk hilir mudik membawa vas bunga segar dan menata meja sarapan. Ella masih berada di kamarnya, duduk di tepi ranjang, jari-jarinya memainkan ujung selimut dengan gelisah. Ia baru saja menurunkan tekadnya semalam—menurut saja pada Nikolas. Tapi di balik keputusan itu, jantungnya tetap berdebar setiap kali memikirkan apa yang mungkin menantinya di tempat ini.

Sementara itu, Nikolas berdiri di depan jendela ruang kerjanya, menyesap kopi hitam. Tatapannya tajam, dingin, tetapi dalam kepalanya, satu nama terus berputar—Claudine. Ia sudah bersiap, menunggu kedatangan perempuan itu.

Suara deru mobil sport terdengar dari halaman depan. Nikolas langsung menegakkan tubuhnya. Dari balik kaca, ia melihat Claudine turun anggun dengan gaun putih elegan yang mencolok di pagi hari. Bibir merahnya melengkungkan senyum licin, seolah ingin menunjukkan bahwa ia tahu sesuatu.

“Nikolas!” panggil Claudine begitu pintu utama dibuka oleh kepala pelayan. Suaranya melengking, memecah ketenangan rumah itu.

Nikolas berjalan keluar, posturnya tegap dan dingin. “Kau terlalu pagi untuk datang,” katanya datar, tanpa senyum.

Claudine mendekat, menautkan lengannya ke lengan Nikolas meski pria itu tak menggubris. “Aku penasaran… apa yang begitu sibuk kau sembunyikan sampai-sampai menolak bertemu denganku? Apa aku tidak lagi penting?”

Mata Nikolas menatapnya tajam, tak bergeming. “Kau tidak akan pernah suka dengan apa yang kau temukan di sini.”

Claudine mengerling, senyumnya makin melebar. “Itu justru alasan aku datang, sayang.”

Suasana menegang. Nikolas tahu, Claudine tidak akan mundur. Dan dalam benaknya, ia mulai berpikir keras: bagaimana caranya agar Ella tetap tersembunyi dari pandangan tunangannya yang penuh kecurigaan itu.

Nikolas menegakkan tubuhnya, matanya dingin menatap Claudine yang kini melangkah masuk begitu saja ke ruang tamu. Gaun putihnya berayun angkuh, seakan ia memang pemilik mansion itu.

“Kau tidak berubah, Claudine. Masih suka menerobos seenaknya,” ucap Nikolas pelan, namun penuh tekanan.

Claudine tertawa ringan. “Oh, sayang, aku tunanganmu. Apa salahnya aku datang ke rumah calon suamiku sendiri?” Ia lalu duduk manis di sofa, menatap sekeliling dengan pandangan menyelidik.

Nikolas merogoh ponselnya, mengetik cepat pesan singkat kepada kepala pelayan:

Bawa Ella ke sayap timur. Jangan biarkan siapa pun melihatnya.

Seketika, kepala pelayan yang sudah berpengalaman itu memberi anggukan halus dan melangkah pergi dengan sigap.

Sementara itu, Nikolas berjalan mendekat, menahan senyum tipis. Ia berdiri di hadapan Claudine, menunduk sedikit agar pandangan mereka sejajar. “Kau datang dengan wajah penasaran, tapi aku tahu itu bukan sekadar kunjungan manis. Apa yang sebenarnya kau cari?”

Claudine pura-pura tersenyum, meski matanya menelusuri setiap detail ruangan. “Aku hanya ingin memastikan… kau tidak menyembunyikan sesuatu dariku.”

Nikolas mendekat lebih jauh, tangannya menyentuh dagu Claudine dengan gerakan penuh kendali. “Kalau aku memang menyembunyikan sesuatu, apa kau yakin ingin tahu? Karena kebenaran kadang lebih menyakitkan daripada kebohongan.”

Claudine menahan napas. Kata-kata itu bagai tamparan lembut, namun penuh ancaman.

Di lantai atas, kepala pelayan dengan cepat membawa Ella melewati lorong panjang menuju kamar tersembunyi di sayap timur. Jantung Ella berdegup kencang, ia bisa mendengar samar suara perempuan asing dari bawah.

“Apa dia… tunangan Nikolas?” bisiknya panik, tapi pelayan hanya menunduk, tak menjawab, menjalankan perintah tuannya.

Nikolas, di ruang tamu, masih berdiri tegak, memblokir setiap langkah Claudine agar tak sempat naik ke atas. Ia tahu satu hal pasti—Claudine tidak boleh menemukan Ella.

Claudine menyipitkan mata, sorotnya penuh curiga. “Aku rasa aku harus berkeliling sendiri. Sudah lama aku tidak menjejakkan kaki di mansion ini,” katanya sambil bangkit dari sofa. Tumit sepatunya berderap pelan menuju tangga marmer.

Sekejap rahang Nikolas mengeras. Ia melangkah cepat, tubuh tingginya segera menghadang tepat di depan anak tangga. Senyum tipis namun dingin terukir di bibirnya.

“Tidak perlu. Semua masih sama, Claudine. Hanya saja… beberapa tempat sudah tertutup untuk orang luar.”

Claudine menahan langkah, namun tatapannya menajam. “Orang luar? Kau baru saja menyebutku begitu? Aku ini tunanganmu, Nikolas.”

Nikolas mencondongkan tubuh, suaranya rendah namun menekan. “Ya, kau tunanganku. Tapi tunangan tetaplah belum istri. Ada batas yang harus kau hormati.”

Claudine terdiam sepersekian detik, rasa tersinggung jelas tergambar di wajahnya. Tapi ia mencoba menyamarkan dengan tawa manis. “Kau semakin licin. Aku jadi penasaran apa sebenarnya yang kau sembunyikan.”

Sementara itu, di sayap timur, Ella duduk di tepi ranjang besar yang asing baginya. Nafasnya memburu, telinganya berusaha menangkap percakapan samar dari lantai bawah.

“Dia pasti wanita itu… tunangannya,” bisiknya, jemarinya mengepal resah.

Di bawah, Nikolas kembali bersuara, kali ini lebih dingin. “Kalau kau masih bersikeras, aku tidak akan segan memanggil pengawal untuk menyingkirkanmu, Claudine.”

Claudine menatap tajam, jelas gengsinya terluka. Namun ia juga tahu, melawan Nikolas di wilayah kekuasaan pria itu hanyalah kebodohan. Dengan senyum getir, ia melangkah mundur.

“Kau memang berbeda dari pria lain, Nikolas. Dan aku benci sekaligus menyukainya.”

Nikolas hanya menatap tanpa emosi, memastikan langkah Claudine menjauh. Namun dalam hatinya, ia sadar—ini baru awal. Claudine tidak akan berhenti sampai menemukan apa yang disembunyikannya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel