Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4 Sikap Protektif Nikolas

Langkah kaki pelayan terdengar menjauh, meninggalkan ruang tamu yang kini hanya dihuni Nikolas dan Ella.

Suasana hening sejenak, hanya suara detik jam dinding yang terdengar. Ella duduk di ujung sofa, jari-jarinya menggenggam erat mug teh hangat yang tadi diantarkan. Sorot matanya gelisah, seperti seekor burung yang terjebak di dalam sangkar emas.

Nikolas berdiri tak jauh darinya, bersandar santai di sisi meja dengan tangan terlipat di dada. “Kamu kelihatan seperti mau kabur kapan saja,” ujarnya pelan, tapi tatapannya menusuk.

Ella menghela napas, mengalihkan pandangan. “Kalau memang ini rencanamu, bawa aku ke sini dan mengatur semua tanpa aku sempat berpikir… ya, aku memang ingin pergi.”

“Pergi ke mana?” Nikolas mendekat, langkahnya berat namun mantap. “Kamu hamil anakku, Ella. Dan aku tidak akan membiarkan kamu menghilang atau bersembunyi dari tanggung jawabku.”

Ella menatapnya tajam. “Tanggung jawab? Atau… kontrol?”

Bibir Nikolas melengkung tipis, namun senyumnya tidak benar-benar ramah. “Kadang dua hal itu sama saja.” Ia menurunkan suaranya, seperti sebuah peringatan. “Kamu boleh membenciku, tapi mulai sekarang, semua yang kamu butuhkan akan ada di sini. Aku pastikan kamu dan bayi itu tidak kekurangan apa pun.”

Ella terdiam, dadanya terasa sesak. Kata-kata Nikolas terdengar seperti janji, tapi juga seperti kunci yang mengunci pintu kebebasannya.

Nikolas meraih remote dan menyalakan musik lembut di ruangan itu. “Kita mulai dengan makan siang nanti bersama. Dan Ella…” Ia berhenti sebentar, menatapnya dalam. “Jangan pernah berpikir untuk keluar dari mansion ini tanpa aku.”

Ella menelan ludah, matanya tak lepas dari wajah pria itu. Ia tahu, ini baru permulaan dari sesuatu yang jauh lebih rumit.

Ella terdiam di sofa empuk yang ukurannya hampir setengah kamar kosnya dulu. Tangannya masih memegang cangkir teh hangat yang disodorkan pelayan tadi. Sementara itu, Nikolas berdiri tak jauh darinya, menyilangkan tangan di dada, tatapannya tak pernah lepas dari wajah Ella.

“Kau akan tinggal di sini,” ucapnya pelan, tapi tegas. “Bukan di apartemen sempit itu, bukan juga di hotel. Di sini.”

Ella mengangkat wajah, keningnya berkerut. “Aku nggak terbiasa, Nik. Semua ini terlalu—”

“Berlebihan?” potong Nikolas, satu sudut bibirnya terangkat sinis. “Kau mengandung anakku, Ella. Apa menurutmu aku akan membiarkan ibunya hidup seadanya?”

Ella menghela napas, berusaha mengalihkan pandangan, tapi Nikolas melangkah mendekat, membuat jarak di antara mereka kian menyempit. “Aku serius. Mulai sekarang, pelayan di sini akan memenuhi semua kebutuhanmu. Makanan, pakaian, perawatan—apa pun yang kau butuhkan, langsung minta.”

Nada perintah itu tak memberi ruang untuk bantahan. Ella merasa jantungnya berdetak kencang, entah karena jarak mereka yang terlalu dekat atau tatapan Nikolas yang seolah bisa menembus pikirannya.

“Aku cuma… butuh waktu buat menyesuaikan diri,” bisiknya.

Nikolas menunduk sedikit, suaranya menajam. “Kau punya waktu seumur hidup kalau itu yang kau mau. Tapi satu hal, Ella—jangan pernah berpikir meninggalkan tempat ini.”

Ella menelan ludah, merasakan campuran rasa takut, bingung, dan… sesuatu yang tak mau ia akui. Mansion ini memang megah, tapi aura yang dibawa Nikolas jauh lebih menekan daripada dinding marmer atau lampu kristal yang menjulang di atas kepalanya.

Ella menutup matanya sejenak, mencoba menenangkan pikirannya. Semua penolakan yang sempat ia rancang di kepala runtuh begitu saja. Ia tahu, melawan Nikolas sama saja seperti melawan ombak besar—tidak akan menang, hanya akan kelelahan.

“Baik,” ucapnya pelan, nyaris seperti bisikan.

Nikolas mengangkat alis, memastikan ia tak salah dengar. “Kau setuju?”

Ella mengangguk kecil. “Aku… akan menurut. Selama itu memang yang terbaik.”

Sekilas, mata Nikolas memancarkan kepuasan. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia berbalik dan memberi instruksi pada pelayan yang berdiri di dekat pintu. “Siapkan kamar utama. Pastikan semua fasilitas untuk ibu hamil tersedia. Mulai malam ini, dia tinggal di sini.”

Ella memperhatikan punggung Nikolas yang tegap, lalu menunduk, meremas jemarinya sendiri. Ada bagian dari dirinya yang merasa lega karena tak perlu memikirkan tempat tinggal atau kebutuhan sehari-hari. Tapi ada juga bagian lain yang sadar—mulai detik ini, hidupnya akan sepenuhnya berada di bawah kendali pria itu.

Pelayan menuntunnya menuju kamar. Sepanjang koridor, Ella bisa melihat lukisan-lukisan mahal, karpet tebal, dan aroma mawar putih yang samar-samar memenuhi udara.

Sesampainya di kamar, ia tertegun. Ruangan itu luas, ranjangnya besar dengan sprei satin, lemari raksasa yang sebagian sudah terisi pakaian wanita—entah sejak kapan Nikolas menyiapkannya.

“Mulai sekarang, semuanya sudah diatur untukmu, Nona Ella,” ujar pelayan ramah. “Jika ada yang dibutuhkan, tekan bel di meja samping ranjang.”

Ella mengangguk, lalu duduk di tepi ranjang. Ia mengelus perutnya yang masih rata, berbisik pada diri sendiri, “Sepertinya… aku memang nggak punya pilihan lain.”

Malam itu, suasana rumah besar itu terasa sunyi. Dari balik jendela kamar, Ella bisa melihat taman yang diterangi lampu-lampu taman berwarna kekuningan. Semua tampak indah… tapi hatinya terasa sesak.

Pintu kamar diketuk pelan. Nikolas masuk tanpa menunggu jawaban. Ia membawa sebuah nampan berisi semangkuk sup hangat dan segelas susu.

“Makanlah. Dokter bilang kau harus mulai menjaga asupan gizi sejak awal.”

Ella menatapnya ragu. “Aku bisa makan sendiri nanti.”

“Tidak,” potong Nikolas tegas. Ia menarik kursi, duduk di hadapannya, lalu menyodorkan sendok. “Sekarang.”

Dengan enggan, Ella menerima sendok itu dan mulai menyeruput sup perlahan. Nikolas mengawasinya tanpa berkedip, seperti memastikan ia tidak membuang satu tetes pun.

Setelah suapan terakhir, Nikolas mengambil gelas susu dan meletakkannya di tangan Ella. “Minum. Lalu istirahat. Aku tidak mau kau begadang.”

Ella menunduk, meneguk susu itu hingga habis. Ia tidak mengerti, mengapa pria itu bisa sedingin es saat berbicara, tapi tindakannya justru seperti seseorang yang benar-benar peduli.

Saat Nikolas berdiri hendak pergi, ia menoleh sebentar. “Mulai besok, kau tidak perlu memikirkan apapun selain kandunganmu. Aku yang akan urus semuanya. Mengerti?”

Ella menghela napas pelan, lalu mengangguk. “Mengerti.”

Begitu pintu menutup, Ella bersandar di bantal, memandang langit-langit kamar.

Ia mulai sadar—mengikuti kemauan Nikolas berarti membiarkan dirinya larut sepenuhnya dalam aturan yang pria itu buat. Dan entah mengapa… ia takut sekaligus penasaran pada apa yang akan terjadi selanjutnya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel