Bab 4
Pagi pagi Minggu sekali aku dan mamak berkunjung ke rumah kakek dan nenekku, setelah beberapa saat diperjalanan kami pun sampai tentu dengan drama yang menjadikan ku adalah korbannya.
"Kamu udah besar aja kak, padahal dulu waktu Bibi masih tinggal bersama kalian kamu masih sekecil kacang hijau" gurau Bibi padaku, tapi itu sungguh membuatku jengkel saja, apa-apaan sekecil kacang hijau.
Bibirku hanya mampu melebar ke kanan dan ke kiri, setelah itu ku hampiri mamak yang sedang melepas rindu bersama kakek dan nenek ku.
Melihat kedatanganku kakek melepaskan pelukannya dari mamak, aku merasa senang karena mungkin kakek lebih memilih ku ketimbang mamak.
"Sini sayang biar kakek peluk" pinta kakek dengan tangan yang sudah ia rentangkan. Aku pun menyambut pelukannya, sungguh aku merindukan pelukan kakek, karena setelahnya aku akan diberi uang baik sekali bukan.
"Bagaimana sekolah mu? Apakah kau tidak menyusahkan mamak mu? ku harap tidak dan aku percaya itu" ucap kakek setelah menyuruh ku duduk disebelahnya.
"Baik kek" belum sempat ku lanjutkan ucapan ku, Bibi ku datang dengan nampan yang berisi susu kedelai.
"Ini ku ambil dari pabrik milik ku pribadi, jadi minumlah tidak usah khawatir dengan harga aku memberikan diskon sepuluh persen khusus keluarga tercinta ku" kenapa Bibi ku ini ingin sekali ku pukul. Dia sangat menyebalkan, apa katanya tadi? 'memberikan diskon sepuluh persen khusus keluarga tercinta' huh dia secara tidak langsung menyamakan kami dengan orang lain.
Lihat saja, orang-orang yang sibuk bercerita tiba-tiba memasang wajah datar kepada Bibi, dan ku pastikan semua keluarga ku tidak setuju termasuk aku.
Bibi yang merasakan suasana yang berubah menjadi mencekam pun menggaruk tengkuknya yang tidak gatal mengambil segelas susu kedelai yang ia bawa tadi kemudian memberikannya kepadaku.
"Minumlah ini susu kedelai termanis di daerah sini, tidak perlu khawatir ini gratis dan jika kau mau, Bibi akan memberikan mu banyak nantinya" ucap Bibi sembari tersenyum padaku, aku pun menerimanya dengan senang hati, siapa yang tidak mau susu kedelai jika tidak dipungut biaya? semuanya pun menginginkannya.
"Apakah kau tidak berniat menikah lagi?" Tanya kakek kepada mamak, sontak membuat atensi ku beralih sepenuhnya kepada mamak sembari berdoa dalam hati semoga mamak tidak memiliki niat seburuk itu, jangan sampai ku mohon.
"Tidak pak, pertanyaan macam apa ini, kakak udah besar tidak mungkin aku memiliki pemikiran seperti itu, lagian mendiang Suamiku jauh dari segalany ketimbang lelaki didunia ini"
Senyum ku mengembang setelah mendengar jawaban mamak, ada rasa bangga dalam hatiku. Memiliki orang tua yang bucinnya setengah mampus, jadi tidak perlu khawatir jika salah satunya meninggal yang tinggal tidak akan pernah berniat mencari pengganti, aku jadi berkeinginan mencarikan calon suami Bibi ku jadi nya.
Kakek tersenyum hangat melihat mamak "Tidak apa, mungkin dengan cara kau menikah kembali, kau akan melupakan kenangan mu bersama mendiang suami mu"
Belum sempat mamak menjawab ucapan kakek, nenek ikutan menimpali "Benar nak, apa salahnya kalau itu yang akan membuatmu bahagia"
Suasananya cukup membuatku tidak nyaman, aku yang tidak mau terjebak dalam suasana yang tentunya belum cocok untuk aku perlihatkan segera beranjak dari tempat dudukku, belum sempat aku melangkah suara kakek membuatku mengurungkan niatku untuk pergi.
"Boleh kan kak, Kalau mamak nikah lagi?" apa-apaan ini, kalau dia bukan kakek ku sudah ku pecahkan kepala plontosnya itu.
Aku melihat kakek ku sembari tersenyum alih-alih tersenyum manis hangat atau sebagainya yang aku perlihatkan adalah senyum smirik
"Siapa anak yang tidak mengizinkan mamaknya tidak bahagia"
Aku lihat semuanya tersenyum senang kecuali mamak, dia terlihat gusar melihat ku yang kini menjadi pusat perhatian seluruh anggota keluarga.
"Jadi apakah kau menginginkan mamak mu menikah lagi?" Kini Paman ku lah yang bertanya.
"Tentu" ucapku tersenyum, seketika mamak memelototkan mata tidak percaya, aku tertawa dalam hati melihat ekspresi mamak yang sungguh menggemaskan.
"Tentu tidak!" Sambung ku cepat, mudah sekali membaca pikiran keluarga dari mamak ku ini, terlebih-lebih kakek ku, aku tau maksud dan tujuannya adalah baik agar mamak ku segera melupakan kenangan bersama Bapak ku dan tidak dilingkupi rasa sedih secara terus menerus, namun jika dengan mengingat kenangan bersama Bapak, mamak ku bisa bahagia lantas mengapa harus mencari pengganti?
"Kau ini plin plan" ujar kakek ku dengan senyum masam.
"Tidak plin plan kakek" dalam hati aku mengucapkan terima kasih kepada mamak ku yang karenanya selalu mengajakku berdebat meski dalam hal kecil pun, aku jadi mudah untuk menjawab setiap ucapan kakek ataupun keluarga mamak ku meskipun jatuhnya adalah kurang sopan.
"Tidak kah kalian menyadari bahwa tadinya aku menggantungkan ucapan ku? dengan maksud melihat sejauh mana keprihatinan kalian kepada kami terlebih mamak ku dan ternyata sungguh besar ya" kataku dengan kekehan diakhir kalimat, aku melihat mamak yang mengisyaratkan agar aku tidak berbicara lanjut.
"Tapi tidak dengan cara menawarkan mamak untuk menikah, karena untuk melupakan seseorang tidak selalu adalah dengan cara menikah, jika menikah adalah jalan untuk melupakan lantas mengapa Om Monata tidak kakek carikan istri?" Tanyaku dengan kepala yang aku miringkan, jelas sekali aku menantang mereka, hey aku sudah besar dan tidak seperti dulu lagi yang ketika Bibi ku mengatakan bahwa aku adalah anak pungut aku mempercayai nya yang berakhir aku mengemasi barang-barang ku dan keluar rumah mencari siapa orang tuaku, hish jika mengingatnya dulu aku polos atau kelewat bodoh?
Mamak segera menghampiri ku "Ah, maafkan anak ku, dia hanya berbicara ngelantur saja jangan kalian masukan hati" ucap mamak ku sembari tersenyum.
"Kenapa kau melakukan ini?" Tanya mamak ku pelan tepat di telinga ku.
Aku tersenyum manis padanya "Karena agar keluarga mu tau, mamak punya juru bicara yang handal dalam menjawab setiap ucapan dari mereka yang jelas-jelas tidak ada gunanya"
Suasana semakin gaduh ketika paman Rey berteriak marah padaku, aku tau dia tidak terima atas apa yang aku katakan.
Kakek hanya tertawa saja.
"Kau sudah besar rupanya" hey baru sadarkah mereka sedari tadi bahwa aku sudah BESAR?
"Anak mu cukup pintar rupanya, dan kini kau punya pahlawan pengganti suami konyolmu dahulu" ingin sekali ku pukul kepalanya.
"Menikah lah jika itu adalah awal bahagia mu" si bau tanah ini tetap tidak mau kalah
"Jika sebenarnya kau yang ingin menikah kenapa mamak ku yang kau paksa?" Sarkas ku yang membuat kakek terdiam mendengar nya, kurasakan sensasi dingin diarea telapak tangan ku, ternyata mamak sudah ketakutan.
"Ayo pulang Mak, ternyata disini adalah neraka yang kau maksud"
Berbalik santai ke arah pintu utama dan menghilang seutuhnya dari balik pintu keramat tersebut, persetan dengan kesopanan.
