Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 5

BAB 5

HAPPY READING

____________________

Senin pagi ini adalah Senin tersibuk yang pernah dia lakukan selama beberapa bulan menganggur. Biasanya pagi seperti ini dia masih berleha-leha di ranjang, namun sekarang tidak. Jam lima subuh dia sudah bangun. Jogging sebentar mengelilingi komplek rumah, agar menjalani hari dengan semangat. Setelah berolahraga lalu dia mandi dan mempersiapkan dirinya untuk pergi kerja.

Setelah mandi Lauren membuka lemarinya, dia memilih sleeveless berwarna abu-abu dan rok pensil. Penampilannya ini membuat kesan professional dan rapi. Dia memadukan dengan pointed heels agar memberikan kesan ekslusif. Untuk tas dia memilih handbag Fendi agar tampil elegan. Jujur dia salah satu wanita yang menjaga penampilannya, dia tidak akan penampilan asal-asalan.

Lauren tidak lupa memblow rambutnya sambil mendengarkan lagu kesayangannya di Spotify. Setelah itu dia menggunakan makeup, lalu menyemprot parfum pada kulit lehernya. Dia menatap penampilannya di cermin, dia sudah perfect.

Lauren mengambil handbag-nya di meja, dia mengecek ulang apa yang akan dia bawa, setelah siap dia lalu keluar dari kamar. Ini pertama kali dia masuk kerja, dia tidak mau telat, lebih baik ia pergi awal dibanding telat, karena ia tidak mau memberikan kesan buruk di mata semua orang. Dia melirik jam melingkar di tangannya menunjukkan pukul 06.30 pagi.

“Pagi, Lau,” sapa Stella melihat saudaranya itu turun dari tangga.

“Pagi juga, El,” Lauren tersenyum dial alu duduk di samping Stella.

“Selamat ya, sudah diterima kerja.”

“Sama-sama,” Lauren tersenyum.

“Makan dulu sebelum berangkat kerja,” ucap mama memandang kedua putrinya.

“Iya, ma.”

Lauren menatap di meja, di sana ada nasi goreng dan sandwich sederhana buatan mama. Lauren memilih mengambil nasi goreng dengan toping telur goreng. Mama setiap hari memasak nasi goreng, karena mama adalah salah satu wanita yang tidak mau menyia-nyiakan nasi. Nasi goreng ini adalah nasi sisa kemarin yang belum habis dan masih layak di konsumsi.

Lauren memakannya dengan tenang, dia menatap Stella. Adiknya itu memakan makanannya sambil bercerita kalau anak Sharon sangat lucu, dia menceritakan perkembangan anak tersebut. Dia tidak hanya mengangsuh saja, tapi ikut membantu pekerjaan rumah, jika dia memiliki waktu lengang. Stella juga bercerita kalua dia dibelikan skincare SK-II oleh Sharon waktu di bawanya jalan-jalan ke Grand Indonesia.

Setelah panjang lebar Stella bercerita, akhirnya Stella memutuskan untuk pergi. Dia seperti biasa dijemput oleh gojek sampai MRT. Sementara Lauren memanaskan mobilnya, dia menatap mama, sedang memantau tanamannya di halaman.

“Ma, Lauren pergi kerja dulu ya,” ucap Lauren masuk ke dalam mobil.

“Kamu hati-hati ya sayang,” ucap mama.

“Iya, ma.”

Lauren masuk ke dalam mobilnya, dia melihat papa menatapnya dari kejauhan sambil melambaikan tangan ke arahnya. Lauren tersenyum membalas lambaian tangan sang papa dengan perasaan Bahagia. Dia bahagia karena kedua orang tuanya selalu support penuh atas karirnya selama ini.

__________

Akhirnya Lauren tiba di kantor tepat pukul delapan karena perjalanan dari rumahnya lumayan jauh, dia masuk ke ruang HR untuk melakukan finger absend, administrasi, dan kartu akses untuk masuk ke office. Setelah administrasi selesai, Lauren diajak oleh Tasya yang selaku manager HR ke ruangan accounting. Dia diperkenalkan kepada manager accounting dan staff-staff lainnya. Mereka dengan ramah berkenalan dengannya. Untuk ruangan, mereka bebas memilih kursi di mana saja. Untuk hari ini dia tidak diberikan pekerjaan langsung, melainkan untuk menonton video tentang perusahaan ini, agar lebih mengenal lebih dalam.

Lauren bersyukur kalua para staff sangat ramah kepadanya. Dia duduk di samping Desi, anaknya kecil mungil dan imut. Mereka berdua memiliki kerjaan yang sama, katanya dia sudah dua tahun di sini jadi jika ingin bertanya tentang pekerjaanya, dia bisa bertanya dengan Desi.

“Lau, lo makan di mana hari ini?” Tanya Desi kepada Lauren.

“Belum tau. Lo di mana?”

“Mau ikut kita nggak? Bias kita makan di kantin karyawan tower sebelah.”

“Boleh, gue ikut aja,” ucap Lauren tersenyum.

Desi melirik jam melingkar di tangannya menunjukkan pukul 12.00, “Udah istirahat nih, yuk ke bawah.”

Lauren beranjak dari duduknya, mengikuti langkah Desi. Saat ini , hanya Desi lah yang ingin berteman dengannya. Sementara yang lainnya terlihat masih canggung. Mereka masuk ke dalam lift bersama staff lainnya yang ingin makan di sana.

“Lo tinggal di mana?” Tanya Desi.

“Cempaka putih. Lo di mana?”

“Gua mah di Bekasi, jauh.”

“Lo ke sini pakai apa?” Tanya Lauren penasaran.

“Kereta. Lo pakek apa?” Tanyanya lagi.

“Mobil sih, cuma belum daftar member, kata bu Tasya kalau mau member pulang kerja aja langsung ke kantor manajemennya.”

“Lo anak orang kaya yang gabut kerja ya,” ucap Desi menatap penampilan Lauren, yang super rapi dan rambutnya sangat wangi dan dia menggunakan handbag Fendi, yang jelas itu bukan KW.

“Kalau gue kaya, nggak mungkinlah gue kerja, Des,” ucap Lauren diiringi tawa.

“Masa sih? Tuh tas lo Fendi, itu asli kan.”

Lauren melihat tasnya, dia memperhatikan ta situ, “Owh ini. Ini mah di kasih boss gue dulu.”

“Baik banget bos, lo.”

“Iya, emang baik.”

“Terus kenapa resign, udah jelas boss baik.”

“Ada something, makanya resign.”

“Lo tau nggak?”

“Apa?” Tanya Lauren penasaran.

“Lo tuh cantik banget, tau.”

Alis Lauren terangkat, lalu tersenyum, “Makasih atas pujiannya.”

“Gue pikir cuma Linda doang yang paling keren di kantor, ternyata lo.”

“Linda?”

“Iya, staff marketing paling cantik dan tajir di kantor. Dia pakek BMW seri terbaru, kalau liburan atau cuti selalu keluar negri, paling deket Bali, Labuan Bajo naik kapal pribadi, ya dia beruntung dapat suami kaya,” ucap Desi mencoba mentralisir perasaan siriknya.

“Lo itu cantik Lau, nggak kayak gue. Kemungkinan dapat suami kayak suami Linda itu mungkin banget, kaya, tajir, belanja selalu di butik, pakek tas Fendi, Dior, Hermes, beli tas nggak mikir harga tinggal gesek aja sana sini. Parfumnya wanginya, bisa buat sekantor keciuman,” ucap Desi.

Kalimat yang meluncur dari mulut Desi membuat Lauren tersenyum, ini bukan satu-satunya komentar seperti itu tidak hanya Desi tapi orang lain juga. Untuk itu ia harus berterima kasih kepada Tuhan menciptakan dirinya melalui sepasang orang tua yang memiliki struktur wajah yang menarik. Papa yang berdarah Solo-Belanda mewariskan hidung mandung, tulang pipi yang tinggi. Ibunya asli Bandung mewariskan kulit kuning bersih dan bibir yang manis. Perpaduan yang layak bagi dirinya untuk mengikuti di ajang putri kecantikan.

“Ngomong-ngomong, kenapa lo nggak pakek kelebihan lo itu buat ringanin beban hidup lo?” Tanya Desi tiba-tiba.

Lauren mengerutkan dahi, “Maksud lo?”

“Iya, lo kan cakep gini, kenapa lo nggak cari cowok tajir yang bisa kencanin lo, yah buat hidup lo lebih mudah. Btw, lo udah punya pacar?”

“Belum.”

“Cari cowok tajir sana.”

Lauren terkekeh, sekaligus mikir atas ucapan Desi yang sudah ngelantur jauh. Mereka ngobrol gini kini sudah sampai di kantin karyawan.

“Sebenernya lo nggak harus pacaran sih, cukup lo buka pergaulan sama manusia berjenis laki-laki, dengan perincian, duitnye tebel, royal, dan hobi neraktir lo. Hidup lo bakalan lebih ringan. Baju dibeliin, mau makan dibeliin, jalan-jalan ke luar negri bisa, apa yang lo mau dipermudah, easy money.”

“Maksud lo, gue jual diri?” ucap Lauren memelankan volume suaranya di telinga Desi.

Desi tertawa kecil, dia mengibaskan rambutnya, mereka duduk di kursi kosong, lalu menulis pesanannya di kertas, begitu juga dengan Lauren. Lalu menyerahkan kepada karyawan kantin.

“Jangan lugu deh, lo tau monyet di Bali aja nggak lugu. Begini, Namanya pergaulan dewasa seperti kita ini, nggak bisa dipisahkan dengan namanya money. Bukan cuma kerja aja yang pakek rumus symbiosis mutualisme. Bergaul juga harus mendatangkan keuntungan. Nah, kalau ada cowok yang coba deketin lo, manfaatin aja dompet mereka. Nggak ada urusan sama jual diri. Kecuali lo nafsuan.”

Lauren melirik ke arah samping mengakibatkan dua orang yang di samping mereka kontan menoleh menatap mereka. Ia tidak percaya kalau Desi teman pertamanya di kantor ini bisa berbicara seperti ini kepadanya. Ia pikir kalau Desi anak kalem lemah lembut, ternyata dia lebih bawel dari yang dia pikirkan.

“Emang bisa?” Tanya Lauren ragu, dia mulai terpancing dengan ucapan Desi. Dia melihat karyawan kantin membawa pesanan mereka.

“Yaelah, lo tau nggak sekretarisnya pak Jay si Rima.”

Lauren mengedikkan bahu, “Enggak tau tuh.”

“Nanti lo pasti kenal dia.”

“Terus …”

“Katanya dia dulu nggak cantik, biasa aja sih mukanya.”

“Terus.”

“Terus katanya dia oplas hidung gitu di Korea, treatment sana sini, jadi mukanya jadi cantik dan super sexy. Tiap balik kerja dia bisa nongkrong di Union, minum wine di sana, atau ke restoran mahal kalau lunch. Katanya sih dia ada main sama pak Jay. Kalau dilihat gajinya sama aja kayak gini, gaya hidupnya yang petantang petenteng, ya nggak bakalan cukuplah, pasti ada bekingan.”

“Masa sih?”

“Bener, seriusan.”

Karena Desi-lah dia jadi tahu bagaimana kehidupan orang kantor. Akhirnya makanan mereka datang, Desi menceritakan apa yang terjadi di kehidupan di kantor. Ia merasa mendapat pencerahan.

“Mulai sekarang, lo harus selektif milih pergaulan, jangan temenan sama orang kantor. Mereka mah udah pada nikah semua cowok-cowoknya, suami orang. Mereka awal-awal pasti bakalan caper sih sama lo, karena anak baru secantik lo gini. Mata mereka ijo semua, udah gitu mereka bokek semua,” ujar Desi.

“Terus, gimana nyarinya.”

“Yah, lo nongkrong aja tempat elit. Pasti bakalan ada kenalan sama lo.”

“Sendiri?”

“Mau gue temenin?”

“Boleh juga.”

“Kapan?”

“Besok juga oke.”

Desi dan Lauren seketika tertawa geli, dua wanita di samping mereka tampaknya menguping obrolan mereka. Karena obrolan mereka berlangsung seru, lalu berlanjut dengan aksi geleng-geleng tidak percaya karena mereka akan hunting cowok tajir. Mereka akhirnya selesai makan.

“Yuk balik kantor,” ucap Desi melihat jam di tangannya menunjukkan pukul 12.45 menit.

Mereka beranjak dari duduknya, lalu menuju kasir untuk membayar tagihan. Mereka berjalan lagi menuju gedung kantor. Lauren menarik napas, dia memasukan tangannya di blazer menatap langit yang cerah. Mereka buru-buru masuk lobby, karena matahari sangat terik.

“Hai, Lau!”

Lauren seketika menoleh ke samping, seketika dia bergeming yang menyapanya itu adalah Jayden. Seketika Langkah Desi dan Lauren terhenti menatap pria mengenakan kemeja putih dan celana abu-abu. Rambutnya tersisir rapi, dari jarak beberapa meter tercium wangi parfum mahalnya.

“Lo kenal pak Jay?” Bisik Desi pelan di telinga Lauren.

“Kenal,” balas Lauren.

“Serius?”

“Iya.”

“Lo kok nggak cerita?”

“Lo nggak tanya, Des.”

“Lo punya utang cerita sama gue.”

“Iya, iya entar gue cerita.”

“Dia nyamperin lo tuh, gue duluan ke kantor, ya.”

“Yaudah kalau gitu,” ucap Lauren, dia melihat Desi pergi meninggalkannya.

______________

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel