Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

6. DIKEJAR BUAYA DARAT

Gideon menarik pergelangan tangan Arlyna. "Kita cari tempat berteduh."

Tak ada pilihan lain bagi Arlyna selain mengikuti Gideon.

Teras belakang rumah menjadi pilihan Gideon membawa Arlyna berteduh. Baju keduanya terlihat basah oleh jejak tetes air hujan yang semakin deras.

"Kenapa tiba-tiba hujan?! Padahal tadi sebelum acara dimulai, aku sempat melihat prakiraan cuaca yang katanya tidak akan turun hujan malam ini," ucap Gideon setelah mereka berdua berdiri di teras rumah melihat gerimis kecil menjadi hujan deras.

Arlyna merapikan gaun malam yang dipakainya. "Cuaca sekarang sulit sekali untuk diprediksi."

"Iya betul," jawab Gideon melihat Arlyna yang sibuk merapikan gaun dan rambutnya.

Merasa diri diperhatikan Gideon, Arlyna menghentikan aksinya. "Untung gaunku tidak terlalu basah."

"Maaf," ucap Gideon. 

Arlyna melihat Gideon, sedikit mendongak karena postur tubuh Gideon yang tinggi. "Maaf untuk apa?!"

"Telah membuatmu kehujanan dan basah," jawab Gideon sambil menunjuk pada gaun Arlyna yang sedikit basah.

"Tidak apa-apa. Kenapa harus minta maaf? Namanya juga alam, mana kita tahu malam ini akan turun hujan, iya enggak?!"

"Iya sih," jawab Gideon garuk-garuk kepala tak gatal. 

"Jadi santai saja."

Tak ada yang bicara lagi, keduanya berdiri melihat hujan tanpa ada yang bersuara. Taman yang menjadi tempat acara ulang tahun Gideon, sekarang terlihat tak ada orang kecuali lampu-lampu dan bunga segar yang menghias taman.

"Tuan muda!" terdengar suara mamang dari belakang mereka berdua.

Gideon dan Arlyna membalikkan tubuh melihat ke belakang. 

"Saya cari kemana-mana, ternyata ada di sini," sambung mamang. 

"Tamu undangan yang lain di mana mang?!" tanya Gideon. 

"Mereka semua sekarang diteras samping. Acaranya dipindah ke sana."

Mereka bertiga kemudian pergi ke teras samping untuk bergabung kembali dengan tamu undangan yang lain.

Acara yang sempat berhenti karena hujan sekarang berlanjut kembali. Suasana yang sempat tegang karena guyuran hujan sekarang berubah menjadi meriah dengan iringan musik yang dipasang ceria.

"Arlyna," panggil Nyonya Mela datang menghampiri.

"Iya Nyonya," jawab Arlyna melihat ibunda Gideon datang mendekat. 

"Apa kamu bawa kendaraan?!" tanyanya setelah berdiri depan Arlyna.

"Tidak. Saya tadi naik taksi," jawab Arlyna jujur.

"Oh."

"Memangnya ada apa Nyonya?!" tanya Arlyna heran.

Nyonya Mela menggelengkan kepala. "No, tidak ada apa-apa." Setelah itu pergi meninggalkan Arlyna.

"Kenapa dengannya?!" tanya Arlyna pada dirinya sendiri. "Tiba-tiba datang tanya bawa kendaraan atau tidak. Aneh."

Gideon tidak bisa beranjak dari tempatnya berdiri karena teman-temannya tak memberi kesempatan untuk pergi. Tapi sudut matanya tak pernah lepas melihat ke arah Arlyna yang nampak gelisah berdiri sendirian.

Dafa datang kembali mendekati Arlyna dengan tangan membawa dua gelas minuman. Entah kenapa, hatinya tertarik pada Arlyna, selain wajahnya yang cantik, Arlyna juga punya aura tersendiri yang membuat mata para pria tak bisa berpaling.

Arlyna melengos begitu melihat Dafa. "Buaya darat datang lagi," ucapnya hanya mampu dikatakan dalam hati.

"Hai, cantik," sapa Dafa.

Arlyna hanya menjawab dengan senyum samar itupun dengan terpaksa.

Dafa memberikan satu satu gelas yang dibawanya. "Minum cantik."

Arlyna melihat gelas juice yang ada di tangan Dafa. Walau tak suka, tapi tetap harus memperlihatkan atitute yang baik. Mau tak mau, Arlyna menerima gelas yang ada di tangan Dafa. "Thank you."

Dafa tersenyum. "You are welcome."

Arlyna tidak serta merta langsung meminum juice yang diberikan Dafa. Pandangannya mengedar ke sekeliling, melihat orang-orang yang sedang menikmati acara ulang tahun Gideon disertai hujan deras di luar.

Terdengar dari arah depan mengumumkan bahwa acara berlanjut ke acara dansa yang langsung dijawab dengan suara tepuk tangan dari semua yang hadir. Lalu, tak lama kemudian, suara alunan biola memenuhi seluruh ruangan. 

"Nona cantik, mau berdansa denganku?!" Dafa tak membuang kesempatan mengajak Arlyna berdansa.

Arlyna menggelengkan kepala. "Saya tidak bisa berdansa," ucapnya menolak halus.

"Ayolah, jangan begitu," Dafa tak percaya Arlyna tidak bisa berdansa. 

"Nanti kakimu bisa terinjak," dengan berbagai cara Arlyna menolak. 

"Tak masalah buatku jika kakiku terinjak olehmu," Dafa juga tetap mengajak Arlyna untuk melantai.

Karena Dafa terus saja memaksa, akhirnya Arlyna menerima tawaran Dafa untuk melantai bergabung dengan yang lain. 

Kecanggungan langsung menguasai Arlyna begitu berdiri saling berhadapan dengan Dafa. Tapi kemudian terdengar suara Gideon dari samping mereka. 

"Sayang, aku mencarimu kemana-mana. Rupanya kamu ada di sini," ucap Gideon merangkul pinggang Arlyna. 

Darah Arlyna terkesiap, tangan Gideon merangkul mesra pinggang rampingnya.

"Beraktinglah," bisik Gideon mesra di depan telinga Arlyna.

"A-aku ,,," Arlyna gugup dan bingung, entah harus bicara apa.

"Jangan jauh-jauh dariku," ucap Gideon. "Apalagi sampai hilang dari pandanganku."

"I-iya, maaf."

Dafa melihat tangan Gideon memeluk pinggang Arlyna. "Jadi, nona cantik ini adalah kekasihmu?!" 

"Menurutmu?!" Gideon balik bertanya, raut wajah tidak suka langsung diperlihatkan pada Dafa.

Sebelum berkelanjutan drama menjadi panjang, Arlyna segera mengajak Gideon untuk pergi meninggalkan Dafa dengan rasa penasarannya.

Sampai di tempat sepi, Arlyna melepaskan tangan Gideon dari pinggang rampingnya. "Terima kasih."

"Untuk?!"

"Kamu sudah menolongku dari temanmu itu," jawab Arlyna kesal. "Dasar buaya darat!"

"Buaya darat?!"

"Iya, tak hentinya si Dafa itu menggangguku. Sudah berulang kali aku menolaknya, tapi tetap saja memaksaku untuk berdansa," omel Arlyna.

"Dafa sepertinya menyukai mu."

"No! Si Dafa hanya buaya darat yang tidak bisa melihat jidat licin," ucap Arlyna mengedarkan pandangannya ke sekeliling. "Tapi ngomong-ngomong, ini sudah larut malam. Aku harus pulang."

"Hujan masih deras."

"Tak masalah. Aku bisa memesan taksi," Arlyna mengambil ponsel dari tas tangannya. 

"Kamu tak membawa mobil?!" 

Arlyna melihat sekilas pada Gideon sebelum melihat ke layar ponselnya. "Aku tidak punya mobil."

"Bagaimana kalau aku mengantarmu pulang?!" tanya Gideon. 

Arlyna malah tertawa. 

Gideon mengernyitkan kening. "Kok ketawa? Apanya yang lucu?!" 

"Tuan Gideon Bastian, kalau kamu mengantar aku pulang lalu bagaimana dengan pesta ulang tahunmu ini?!"

"Biarin saja! Aku sudah bosan ada di sini," jawab Gideon. "Jujur saja, aku tidak suka acara seperti ini. Mami aku yang merencanakan acara ulang tahun ini."

"Oh."

Gideon akhirnya bicara panjang lebar tentang maminya yang memaksa untuk mengadakan party ulang tahun sementara Arlyna hanya manggut-manggut mendengarkan keluh kesah Gideon. 

"Tapi ngomong-ngomong, hujan sepertinya sudah mulai reda. Aku harus pulang. Orang di rumah pasti sudah menungguku," ucap Arlyna melihat ke arah taman.

Gideon melihat jam yang melingkar di tangan. "Ini hampir tengah malam."

"Maka dari itu, aku harus pulang. By the way ,,," Arlyna mengulurkan tangannya. "Happy Birthday."

"Thank you," Bastian menerima uluran tangan Arlyna. 

Sesaat keduanya bersalaman dengan mata saling terpaut dan bibir tersenyum manis. 

Debar-debar jantung keduanya begitu nyata terasa menyelinap ke dalam hati yang perlahan menghangat. 

 

 

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel