2. BUKAN BOCAH LAGI
"Mam!" panggil Gideon begitu menjejakkan kaki masuk ke dalam rumah. "Mam! Where are you?!
I am home."
Wanita berpenampilan anggun datang dari arah dalam rumah. "Kamu ini kebiasaan, setiap pulang selalu teriak-teriak."
"Rumah sepi banget mam, pada ke mana orang-orang?!" tanya Gideon.
"Setiap hari juga seperti ini," keluh Mami. "Cepatlah kamu menikah biar ramai rumah kita."
Gideon memutar bola mata ke atas. "Mulai lagi dech bicara menikah."
"Ya iyalah, hanya itu jalan satu-satunya agar rumah kita ini ramai," sergah mami.
"Banyak cara mam agar rumah kita bisa ramai," Gideon tak kehabisan akal. "Contohnya mami bisa adopsi anak yatim piatu."
Mami menghela napas. "Bicara denganmu memang tidak pernah menang. Adopsi anak tidak segampang kamu bicara," ucap mami berlalu pergi ke arah dapur.
"Mam!" panggil Gideon. "I am hungry!"
"Ganti pakaianmu dulu. Mami akan siapkan makan untukmu!" jawab mami dari kejauhan.
Tak berapa lama, mobil Fortuner hitam masuk ke halaman rumah Gideon. Pria cukup umur namun terlihat masih begitu gagah dan wajah berkharismatik ke luar dari dalam mobil langsung masuk ke dalam rumah.
"Mam!" panggilnya dengan suara berat memecah kesunyian. "Mami sayang, istriku! Nyonya Alex, where are you?!"
"Tidak anak, tidak bapak. Setiap pulang pasti teriak-teriak! Apa tidak bisa sehari saja tidak berteriak Tuan Alex!"
Senyum mengembang di bibir Tuan Alex. "Suaminya pulang bukannya disambut dengan senyuman, ini malah diomelin."
Mami mengambil tas kerja yang ada di tangan suaminya. "Tumben sudah pulang?!"
"Bosan di kantor, tidak ada mami!" jawab Alex. "Hari ini juga tidak ada meeting. Daripada gabut lebih baik pulang."
"Mami sudah menyiapkan makan siang untuk Gideon. Cepatlah ganti baju, kita makan siang sama-sama."
"Bocah itu sudah pulang?!" tanya papi. "Tumben, biasanya tengah malam baru ingat rumah."
Gideon yang sedang menuruni anak tangga mendengar papinya bicara langsung nyeletuk. "Pulang tengah malam juga karena pekerjaan, bukan keluyuran. Papi asal saja kalau bicara."
"Sekarang tumben sudah pulang?! Kenapa?!" tanya papi penuh curiga.
"Yaelah! Pulang siang salah, pulang telat salah," keluh Gideon mendelik melihat papinya sambil berlalu pergi ke ruang makan.
Mami langsung bicara begitu melihat suaminya akan bicara lagi. "Sudah pi! Kalian berdua tidak bisa akur kalau bertemu."
.....
Ditempat lain, Arlyna sedang fokus menyelesaikan gaun rancangannya yang terpasang di manekin.
"Wah, cantik sekali!" pujian terdengar dari pemilik butik, Nyonya Ratih.
"Ini belum selesai," jawab Arlyn tanpa mengalihkan perhatiannya dari boneka manekin.
"Tapi sudah terlihat cantik," puji Nyonya Ratih. "Kapan gaun malam ini akan diambil."
"Sabtu depan," jawab Arlyna. "Saya sendiri yang akan mengantarnya ke rumah Nyonya Mela."
Nyonya Ratih manggut-manggut. "Ok! Selesaikan dengan baik gaun malam ini. Nyonya Mela salah satu pelanggan kita yang punya nama di antara nyonya-nyonya sosialita. Jangan sampai dia kecewa."
"Jangan khawatir bos! Saya akan melakukan yang terbaik!"
Pemilik butik melihat gaun rancangan Arlyna satu per satu yang dipasang di boneka manekin. Wajahnya terlihat puas.
"Arlyna!" panggil teman kerjanya, Sirin. "Ada orang mencari loe!"
"Siapa?!"
"Cowok!" jawab Sirin. "Cepatlah temui orangnya! Dia menunggu loe di depan membawa buket bunga!"
Dengan wajah bingung dan penasaran, Arlyn menemui orang tersebut.
"Nona Arlyna Aira?!" tanya pria muda berpakaian rapi yang dimaksud Sirin.
"Iya, saya sendiri."
"Ini ada buket bunga untuk nona." Pria tersebut menyerahkan buket bunga mawar putih.
Setelah tanda tangan sebagai tanda terima, Arlyna kembali ke ruang kerjanya.
"Cantik sekali bunganya." Nyonya Ratih masih berada di antara gaun-gaun malam hasil rancangan Arlyna. "Dari kekasihmu ya?!"
"Saya tidak punya kekasih," jawab Arlyna. Diambilnya kertas kecil putih yang terselip di antara bunga mawar. Tertera sebuah inisial di kertas tersebut, Z.
"Lalu dari siapa bunga itu?!" Nyonya Ratih jadi penasaran.
"Tidak tahu," Arlyn memberikan kertas kecil pada Nyonya Ratih.
"Z?"
Arlyna mengangguk. "Iya dan saya tidak tahu siapa itu?!"
Nyonya Ratih tersenyum. "Wow, kamu punya penggemar tersembunyi."
"Saya bukan artis," Arlyn tersipu malu. "Mana ada penggemar. Bunga ini daripada mubajir dibuang, bagaimana kalau ditaruh di depan?"
"Boleh, atur saja sesukamu."
Setelah itu Nyonya Ratih pergi meninggalkan Arlyna dengan pikiran digelayuti kebingungan, siapa yang mengirimnya bunga dengan inisial Z.
....
Waktu terus berlalu, meninggalkan hari ini untuk menyongsong hari esok. Begitu juga dengan kediaman keluarga Tuan Alex. Pagi-pagi sekali suasana ramai sudah terlihat di dapur.
"Bibi! Jangan sampai ada yang terlewatkan. Periksa semuanya dengan teliti lagi, ok!" seru Nyonya Alex pada asisten rumah tangganya, Bi Iyem yang juga istrinya mamang.
"Iya nyonya!"
"Awas saja kalau ada yang terlewatkan, saya potong gaji bibi selama tiga bulan ke depan!" ancam Nyonya Alex.
"Aduh, jangan dong nyonya! Nanti anak-anak bibi di kampung tidak makan."
"Makanya kerja yang benar!" Setelah itu, Nyonya Alex pergi untuk melihat pekerjaan lainnya.
Gideon baru saja ke luar dari kamar. Wajahnya nampak tidak bersemangat.
"Selamat pagi tuan muda!" sapa mamang ketika berpapasan. "Kusut amat padahal matahari bersinar begitu cerah di luar."
"Matahari tak ada hubungannya denganku!" jawab Gideon kesal.
"Pagi-pagi sudah marah-marah! Nanti jauh jodoh tuan!"
Gideon tidak menggubris lagi mamang, kakinya terus melangkah menuruni tangga.
"Morning, kesayangan mami!" sapa Nyonya Alex begitu melihat putranya turun.
"Morning too mam!" jawab Gideon dengan wajah masam berdiri depan Mami. "Ada apa sih mam, pagi-pagi sudah berisik di luar. Mengganggu tidurku saja!"
"Jangan bilang, kamu lupa dengan hari ulang tahunmu?!" tanya Mami penuh selidik.
"Tidaklah Mam, tapi aku kan sudah bilang, ulang tahunku tidak mau dirayakan. Aku ini bukan bocah lagi yang setiap ulang tahun harus dirayakan!" keluh Gideon. "Aku sudah 25 tahun!"
"Kamu ini, anak mami satu-satunya! Wajar dong kalau mami ingin merayakan nya?! Masa cuma karena ulang tahun, kamu sampai marah begitu?!"
Gideon menghela napas. Berdebat dengan mami sampai kapanpun tidak akan menang. Tanpa bicara lagi, langsung pergi ke kantor.
"Nak, tidak sarapan dulu?!" teriak mami.
Gideon tidak menjawab apalagi menoleh, kakinya terus melangkah menuju garasi yang ada di samping rumahnya.
.....
Di tempat lain, butik tempat Arlyna bekerja terjadi kesibukan juga di pagi-pagi.
"Arlyna, kapan akan pergi ke rumah Nyonya Mela?!" tanya Sirin.
"Setengah jam lagi gue berangkat?!" jawab Arlyna sibuk menaruh peralatan jahitnya ke dalam tas yang nanti sekiranya diperlukan.
"Apa gue harus ikut?!"
"Tidak usah! Kalau loe ikut, siapa nanti yang menjaga butik?! Nanti kalau Nyonya Ratih datang, bilang saja gue yang ingin pergi sendirian. Ok!"
"Ok!"
Kedua gadis cantik itupun sibuk melihat kembali gaun yang dipesan Nyonya Mela.
