BAB : 12
Alarm berdering layaknya sebuah bel sekolah. Benar-benar memekakkan gendang telinga. Tapi, rasa kantuk membuat suara nyaring dari alarm tak ada apa-apanya. Beberapa menit kemudian, lagi, alarm kembali mengeluarkan suara itu.
"Haduh ... berisik banget, sih," umpatnya penuh kekesalan.
Matanya mulai terbuka, tapi masih dengan kondisi yang sangat mengantuk. Rasanya seperti habis mengkonsumsi obat tidur saja.
"Ya ampun ... ngantuk banget, sih," gumamnya sambil menyambar sebuah jam yang ada di nakas samping tempat tidur kemudian menekan tombol off pada bagian belakang benda itu. Kemudian, mengubah posisi tidurnya jadi menyamping.
"Apa kamu masih mau tidur?"
Nessa merasa ada yang salah dengan pendengarannya. Tiba-tiba ada suara di sana. Kedua matanya yang tadinya terasa sangat susah untuk dibuka, kini langsung melek.
"Hari ini kita nikah dan kamu masih mau tidur?"
Segera, ia bangun dan duduk dari posisi tidurnya. Ia bisa melihat dengan jelas penampakan itu di depan matanya. Tatapan dingin, dengan penampilan yang ... sudahlah, ia tak ingin mengeluarkan pujian itu lagi.
"Om ..."
"Bangun," suruhnya.
"Tapi, Om ..." Perkataan Nessa terhenti seketika saat ia edarkan pandangan ke sekelilingnya. Ya, dan ini bukanlah kamar yang ia tempati sebelumnya. Dan yang membuatnya kaget luar biasa adalah saat melihat penampilannya saat ini. Maksudnya, pakaian yang ia kenakan.
"Omaigatttttt!" Segera ia menarik selimut dan menutupi tubuhnya. Gila! Apa yang tengah terjadi sebenarnya? Kenapa sekarang ia hanya mengenakan pakaian tidur yang menggugah napsu begini?.
"Kenapa kamu?" tanya Angga sambil bersidekap dada. Tentunya dengan Ekspressi sok manisnya itu.
Nessa memasang wajah garang. "Kenapa aku bisa ada di sini? Ini kamar siapa?"
"Ini kamarku."
"Om ngelakuin apa sama aku semalam? Dan kenapa pakaianku ..."
Angga berjalan mendekat pada Nessa yang posisinya masih duduk di kasur. "Aku sudah memperingatkan mu untuk tak berbuat aneh-aneh, tapi kamu seolah mengabaikannya dengan berniat kabur. Jadi, terpaksa aku lakuin itu padamu," jelas Angga sambil sedikit berbisik di ujung kalimatnya.
Nessa geram, ia kesal dan marah. Sebuah guling langsung ia lempar pada Angga. "Om benar-benar jahat, ya! Aku nggak nyangka kalau Om senekad ini!"
Mendapat amukan seperti itu tak membuat Angga kesal. Malah ia tersenyum menanggapi kehebohan Nessa. Menurutnya, gadis itu benar-benar tak mengerti apa-apa.
"Terserah! Kamu mau bilang aku jahat sekalipun. Cepetan mandi dan ganti pakaianmu. Sebentar lagi akan ada yang mengurus semua keperluanmu."
"Aku nggak mau!"
"Baiklah. Tapi aku akan melakukannya lagi padamu," balas Angga kembali mendekati Nessa.
"Stop!"
"Jadilah gadis manis. Beberapa jam lagi kita akan menikah. Jangan melakukan hal buruk sedikitpun, kalau kamu tak ingin aku melakukan hal buruk juga padamu, lagi. Paham?!"
Nessa tak menjawab. Ia lebih memilih untuk diam.
"Oke. Jangan mengecewakanku," pesannya sambil berlalu pergi keluar dari kamar.
Sekeluarnya Angga, Nessa langsung berteriak-teriak histeris sambil melempar bantal dan barang-barang lain. Terserah si pemilik kamar bakalan ngamuk sekalipun. Ia tak perduli lagi akan semua itu. Saat ini rasanya dirinya berasa benar-benar kotor. Ia tidur di kamar Angga dan pakaiannya sudah berganti.
---000---
Angga dan Nessa saat ini dalam perjalanan menuju acara pernikahan. Ya, tak seperti kebanyakan pasangan yang akan menikah, keduanya justru datang bersama. Terlebih, dari pihak Nessa sendiri yang tak memiliki keluarga.
"Bisakah kamu bersikap lebih manis?" tanya Angga sebwlum turun dari mobil.
"Apa setelah semua yang Om lakuin, aku bakalan bersikap manis? Om pikir aku wanita apaan?"
Sudut bibir Angga terangkat membingkai membentuk senyuman manis. Setidaknya balasannya itu membuat Ekspressi Nessa semakin berada di puncaknya.
"Saat ini aku lagi enggak bercanda."
Angga menyingkirkan helaian rambut yang menutupi wajah Nessa. Tapi karena kesal, gadis itu langsung saja menyingkirkan tangannya.
"Ness ... kamu sudah kelas tiga SMA, itu artinya kamu sudah dewasa. Harusnya kamu paham dan mengerti. Bukan hanya dengan melihat pakaianmu berganti malah menuduh dan mengira kalau aku sudah melakukan hal yang buruk padamu."
"Maksudnya?"
"Sudahlah ... lupakan masalah itu. Ini pernikahan kita," ingatkan Angga segera turun. Sampai di luar, ia meminta Nessa agar ikut turun.
Masih dengan wajah tak bersahabat, Nessa turun dari mobil, menyambut uluran tangan Angga yang membantunya.
"Tersenyumlah ... kalau tidak, aku benar-benar akan melakukannya nanti padamu. Mau?"
Nessa menggeleng cepat. Ia segera memasang senyuman lebar dan bergelayut di tangan Angga. Hayolahhh ... dalam hatinya masih kesal, tak seperti penampakan di luarnya loh.
Keduanya berjalan menuju ruang acara yang sudah di sewa untuk acara pernikahan. Keren! Bisa, ya, nikah secepat ini? Holang kaya mah bebas.
Saat sampai di ruang acara, tenyata tamu undangan sudah berdatangan. Tak terkecuali kedua orang tua Angga, Surya dan Emily. Nessa merasa sangat deg-deg'an. Jantungnya sepertinya mengalami detakan parah. Memang, ini hanya pernikahan bohongan atau permainan, seperti kata Angga. Tapi tetap saja ini NIKAH dan ada ijab qobul.
"Tenanglah, jangan tegang seperti itu," bisik Angga pada Nessa yang ada di sebelahnya.
"Ini nikah loh, Om. Yakali aku nggak deg-deg'an," balas Nessa sewot.
"Ya ampun ... kamu cerewet sekali, ya. Sekarang yang kamu harus lakukan adalah tersenyum selebar mungkin. Hanya itu," terang Angga yang lebih mirip dikatakan sebuah perintah yang wajib dipatuhi.
Keduanya menghampiri Surya dan Emily yang saat itu sedang ngobrol dengan rekan bisnisnya.
"Awalnya Papa berpikir kalau ini hanya bohongan, tapi ternyata kamu benar-benar akan menikahi seorang gadis. Setidaknya kamu harus mengetahui silsilah keluarganya duluan, Ga," terang Surya seolah masih ragu dengan keputusan yang diambil oleh putranya. Dirinya memang meminta Angga untuk mendapatkan seorang gadis dalam waktu singkat, tapi setidaknya harus jelas bibit, bebet dan bobot si gadis. Jangan main asal comot saja.
"Aku minta sama Papa, jangan bicara apapun juga. Cukup restuin pernikahan aku sama Nessa."
"Angga ..."
"Ma, setuju saja dengan keputusanku," timpalnya langsung saat Emily berusaha mengingatkan.
Angga membawa Nessa menuju kursi yang sudah di sediakan. Benar-benar tak bisa dipercaya oleh nalar. Nikah tanpa ada persiapan apapun.
Nessa tak habis pikir kalau Angga benar-benar akan melakukan hal konyol ini. Baru kenal beberapa hari, bahkan hanya sekadar tahu. Tapi sekarang malah nikah. Keringat dingin ia rasa sedang mengalir dari punggungnya dengan deras.
"Jangan tegang begitu. Yang akan ngucapin ijab qobul, aku, bukan kamu," ujar Angga yang melihat reaksi tegang terpancar dari wajah Nessa.
Jelas saja dirinya tegang, ini nikah, bukan nikah-nikahan. Meskipun ini hanya sekadar nikah, tapi tak membuatnya santai begitu saja.
"Siapa yang jadi waliku?"
"Otomatis wali hakim yang jadi walimu,” jawab Angga.
Jadilah, acara yang harusnya sakral, seolah hanya permainan belaka. Ya memang, Angga juga mengatakan hal itu pada dirinya. Tapi, tetap saja setelah ini statusnya akan berganti. Hidupnya akan berubah 180°. Ini seperti jungkir balik. Menjalani kehidupan menjadi seorang istri dari Angga dengan seribu peraturan yang hanya berlaku padanya. Benar-benar sial!.
