BAB : 8
Dira langsung memeluk Leo dari arah belakang. Ia tak ingin Leo pergi lagi darinya.
"Jangan pergi. Ku mohon, Leo," pinta Dira.
"Untuk apa aku tetap disini? Kamu tak menginginkanku lagi," balas Leo.
Dira melepas pelukannya dan berpindah posisi menjadi berdiri di hadapan Leo.
"Aku tau aku salah. Harusnya kita berjuang bersama, tapi aku malah memilih untuk mundur. Tapi sekarang tidak lagi. Aku harus memperjuangkan kamu, dan cinta kita. Aku nggak mau perjuanganku mendapatkan kamupun jadi sia-sia gitu aja," terang Dira.
Mendengar penjelasan Dira, membuat Leo hanya tersenyum. Tentu saja itu membuat Dira kesal.
"Kenapa kamu malah tersenyum?" tanyanya.
"Lalu aku harus apa? Memelukmu? Atau, menciummu?" tanya Leo sambil mendekatkan wajahnya pada Dira.
"Hiks...hiks... Leo."
Dira mewek dan langsung menghambur ke pelukan Leo. Karena ditimpa oleh Dira, Leo malah tak bisa menahan tubuhnya. Apalagi ia masih lemah, hingga mereka berdua malah roboh ke atas tempat tidur.
"Kenapa menyerang ku seperti kucing kelaparan begini," ujar Leo yang masih berada di bawah Dira.
"Aku merindukanmu, Leo," ucap Dira masih memeluk Leo.
"Buktinya?" tanya Leo memandang aneh pada Dira.
Dira langsung beranjak dari tubuh Leo. "Aku mau manasin bubur dulu buat kamu," ucap Dira hendak berlalu. Tapi, Leo malah menarik tangan Dira hingga ia kembali mendarat di tubuhnya.
"Nggak usah, aku nggak lapar. Kenapa malah mau pergi, bukannya kamu merindukanku?"
"Aku ..."
"Sayang sekali, saat ini aku benar-benar merasa sangat capek. Kalau tidak, aku pasti akan bermain-main dulu denganmu," ucap Leo sambil memejamkan kedua matanya dan diam seketika.
"Leo, hello ..," panggil Dira, tapi Leo tak merespon. "Ya ampun, dia langsung tidur gitu aja," gumam Dira melepaskan dirinya dari tubuh Leo dan memperbaiki posisi tidur serta menyelimutinya.
"Leo, apa menurutmu aku sanggup mengalahkan Bu Indah? Memikirkannya saja itu sangat sulit," gumam Dira. "Tapi, aku harus yakin."
Setelah memastikan Leo sudah tidur dengan tenang, ia keluar dari kamar.
"Gimana keadaannya Den Leo, Non?" tanya Bibik.
"Udah mendingan kok, Bik. Sekarang dia lagi tidur," jawab Dira. "Bik, aku mau beli obat ke apotik, ntar kalau ada apa-apa kabarin aku, ya. Tapi, aku nggak lama, kok," jelas Dira.
"Baik, Non."
Dira segera menuju ke apotik. Saat sedang menunggu obat pesanannya, ia melihat Indah yang juga baru masuk apotik.
"Itu kan si cewek sialan," gumam Dira terus mengarahkan pandangannya pada Indah yang saat itu sedang memesan sesuatu. Tapi untungnya, Indah tak melihat keberadaannya di sana.
Sekelebat, Dira masih bisa mendengar apa yang sedang dibeli oleh Indah. Jujur saja, ia kaget. Setelah mendapatkan obat yang di butuhkan, ia kembali pulang masih dengan rasa tak percayanya.
segera kembali ke kamar, dan mendapati Leo yang masih tidur dengan tenang, meskipun wajahnya masih pucat dan badannya yang masih panas.
Dira mengelus wajah Leo dengan lembut. Tapi, sepertinya Leo tak begitu terganggu dengan kelakuannya itu. Buktinya, cowok itu tak terbangun sama sekali.
"Kamu tau Leo, beberapa laki-laki sudah pernah jadi pacarku. Tapi, hanya denganmu aku benar-benar bisa merasakan cinta yang berasal dari hatiku. Kamu bisa mengendalikan emosi serta menempatkan diri, ketika menjadi dosen dan ketika menjadi pacarku. Apalagi sikap dinginmu itu. Ya ampun, hatiku membeku untuk memikirkan hal lain," ujar Dira sambil menepuk jidatnya sendiri, membayangkan perjuangannya mendapatkan hati Leo hingga seperti ini.
"Tetaplah seperti itu," ucap Leo langsung menghadap pada Dira yang saat itu sedang memandangi wajahnya dengan bebas.
Dira kaget, karena tiba-tiba Leo bangun.
"Apa aku benar-benar tampan, hingga pandanganmu tak bisa jauh dariku?"
"Ih, ternyata kamu cuman pura-pura tidur," dengus Dira menjauhkan pandangannya dari Leo. Tapi Leo, kembali mengarahkan wajah Dira padanya.
"Aku ingin pandangan mata ini teruntuk hanya padaku," ucap Leo menyentuh kelopak mata Dira. "Dan bibir ini." Leo meletakkan telunjuknya di antara bibir Dira. "Hanya, untuk menciumiku," tambah Leo langsung mencium bibir Dira.
Dira yang awalnya hanya menerima ciuman Leo, lama-kelamaan malah membuatnya menikmati itu semua. Ia mengalungkan tangannya di leher Leo.
Cinta memang membuat orang lupa segalanya. Untung saja baik Leo ataupun Dira tidak lupa kalau status mereka hanyalah sepasang kekasih. Tak ada niat untuk melakukan hal lebih nekad dari pada sebatas ciuman.
Dira beruntung bisa memiliki Leo. Di jaman sekarang, mana ada laki-laki seperti itu. Tak melakukan apapun pada seorang wanita yang berada satu kamar dengannya. Seperti mencari jarum di antara tumpukan jerami, itulah perumpamaanya. Tapi, Dira mendapatkannya.
Untung saja orang tua Dira tak berada di rumah. Kalau tidak, bisa mampus ia ketauan bawa cowok ke kamar. Apalagi kalau ketauan ciuman. Syukur-syukur kalau disuruh nikah, nah kalau enggak. Wihhh.
*****
Leo terbangun dari tidurnya, saat ia merasakan seseorang memeluk tubuhnya. Ia dapati, Diralah pelakunya.
"Kamu membuatku benar-benar gila, Dira," bisik Leo sambil membelai lembut kepala Dira.
Leo melirik waktu di jam tangannya, yang sudah menunjukkan pukul 5 subuh. Ia mencoba melepaskan pelukan Dira di tubuhnya secara perlahan, takut gadis itu akan terbangun. Tapi, Dia seolah tak mau melepaskan pelukannya, dan malah semakin mempererat.
"Apa kamu benar-benar merasa sangat nyaman tidur dipelukanku, hingga tak mau melepaskanku, hmm," gumam Leo.
Beberapa menit kemudian, Leo kembali mencoba melepaskan pelukan Dira di tubuhnya. Setelah berhasil, ia mengganti dirinya dengan bantal guling. Tapi Leo tahu, pastilah, memeluk dirinya lebih nyaman daripada memeluk bantal guling.
"Terimakasih sudah merawat ku malam ini. Aku pulang dulu,'' bisik Leo di telinga Dira, dan mencium bibir gadis itu singkat. Ada sedikit pergerakan dari Dira merespon ciumannya, tapi itu tak membuatnya terbangun. Setelah itu, Leo segera keluar dari kamar Dira.
"Loh, Den Leo mau kemana? Bukannya masih sakit?" tanya bibik yang berpapasan dengannya saat hendak pergi.
"Udah mendingan, Bik," jawab Leo.
"Den Leo, mm.. nggak ngapa-ngapain kan semalam sama Non Dira?"
Leo langsung menunjukkan tampang dinginnya, saat mendapatkan pertanyaan itu dari bibik. Tentu saja bibik merasa takut. Takut pertanyaannya membuat Leo marah.
"Bukannya Bibik mau nuduh yang macem-macem, Den. Bibik cuman ..."
"Bibik tenang aja. Aku bukan laki-laki seperti itu, yang hanya mengikuti hawa nafsu sesaat," terang Leo masih dengan sikap tenangnya. "Aku pergi dulu, Bik," pamitnya.
"Syukurlah," lega bibik. "Takut saja, malam ini Den Leo nginep di kamarnya Non Dira, eh nggak lama kemudian Non Dira mual-mual. Bisa abis saya sama Tuan dan Nyonya, karena nggak bisa jaga Non Dira."
*****
"Dira, bangun. Ini udah jam 10 siang dan kamu masih belum bangun," ucap seseorang membangunkan Dira yang masih bergentayangan di alam mimpinya.
"Aku masih ngantuk, jangan digangguin," balasnya merengek dengan matanya yang masih terpejam.
"Diraaa!!!" teriak seseorang berasa tepat di lobang telinganya.
Dira yang kagetpun melek seketika, dan langsung duduk. Ia menatap pada seseorang yang ada dihadapannya.
"Mama?"
"Iya, ini Mama. Kenapa?"
"Aku masih ngantuk, Ma. Semalam aku kurang tidur, gara-gara ..."
Ucapan Dira terhenti seketika itu juga, saat ia mulai menyadari sesuatu. Yap, Leo. Dimana Leo? Apa jangan-jangan mamanya tau kalau Leo semalam tidur di sini?
"Kenapa dengan ekspresi wajahmu itu? Menyembunyikan sesuatu dari Mama?" tanya wanita bernama Riani itu lagi.
"Ah, enggak kok, Ma," elak Dira gelagapan dan langsung kabur dari hadapan Mamanya keluar dari kamar. Kemana lagi ia pergi, kalau bukan mencari bibik.
"Bibik!!!" panggil Dira heboh.
"Iya, Non," jawab bibik yang berasal dari teras belakang.
Dira langsung melesat menuju ke teras belakang. "Bik, Leo mana?"
"Udah balik, Non. Tadi subuh," jawab Bibik.
"Nggak ada yang tau kan, kalau dia semalam nginep di sini?" tanya Dira sedikit berbisik.
Bibik menggeleng menjawab pertanyaan Dira. "Tapi bener kan, Non sama Den Leo nggak ngelakuin hal, itu?"
Sepertinya bibik kurang yakin, mengingat pergaulan anak muda di jaman sekarang.
"Ehem, ngelakuin hal itu, apa?" Kali ini mamanya Dira lah yang tiba-tiba muncul dan bertanya. Sontak saja membuat bibik, apalagi Dira yang langsung kaget.
"Eh, Mama," ucap Dira dengan senyuman yang di paksakan.
"Dira, Mama lagi bertanya."
"Enggak kok, Ma."
"Oke, kalau kamu nggak mau jawab. Tapi, tolong jelaskan, ini milik siapa?" tanya wanita paruh baya itu sambil menyodorkan sesuatu ke tangan Dira.
