Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB : 9

Dira maupun bibik kaget. Gimana mereka berdua nggak kaget, mamanya menyodorkan sweater milik Leo padanya.

"Dira! Kamu mau jawab atau Mama yang akan cari tau sendiri!"

"Itu ..."

"Punya siapa?"

"Ini kemarin aku kan pulang sambil hujan-hujanan, Ma. Trus, sweater ini tu punyanya Leo," terang Dira, sedikit berbohong. Ia tak kuat mendengar betapa hebohnya mamanya nanti, kalau tau Leo menginap di kamarnya.

"Jadi, ini punyanya Leo?" tanya lagi sambil memberikan sweater ke tangan Dira.

"Iya, Ma. Kalau Mama nggak percaya, bisa tanya sama Bibik," ucap Dira sambil menunjuk ke arah bibik yang ada di sebelahnya.

"Bener, Bik?"

"I-iya, Nyonya," ucap bibik ragu-ragu. Mau bicara jujur, ia takut Dira bakalan di omeli sama mamanya.

"Ya sudah," ucap Riani berlalu pergi.

Dira mengintip untuk memastikan kalau mamanya sudah benar-benar pergi. "Hoh, nyaris saja kita mendapat masalah, Bik," lega Dira. "Jadi, Leo dimana, Bik?"

"Udah pergi, Non. Tadi subuh-subuh," jawab Bibik.

Ia tak ingin masalahnya bertambah lagi. Urusan dirinya dengan orang tuanya Leo belum selesai. Ini mau nambah lagi sama mamanya yang berpikiran buruk tentang Leo.

*****

Setelah kelas usai, Dira memutuskan duduk membaca buku di sebuah kursi yang ada di belakang kampus. Ya, mulai saat ini ia berinisiatif untuk lebih giat belajar.

"Dira, aku cariin kemana-mana ternyata disini." Kiran datang. "Lagi ngapain?" tanyanya duduk di sebelah Dira.

"Belajar," jawab Dira tanpa menjauhkan pandangannya dari buku yang ada di hadapannya.

"Waw, keren. Jadi, hubungan kamu sama Leo?"

"Kita udah balikan. Untuk itu aku mesti belajar yang rajin, biar bisa dapetin hati orang tuanya Leo. Ya, nggak cuman itu sih. Kalaupun nilaiku bagus kan seneng juga," jelas Dira.

"Nah, gitu dong. Kalian berdua harus berjuang bareng-bareng.''

Di saat yang bersamaan, ponsel Dira tiba-tiba berdering pertanda ada pesan masuk. Ia segera merogoh tasnya dan membaca pesan yang tertera di layar ponsel.

-Leo-

"Kelasku udah selesai, ke ruangan atas ya."

"Ki, aku mau ketemu sama Leo dulu ya,'' ucap Dira sambil mengemasi buku dan beranjak dari duduknya hendak berlalu pergi.

"Oke. Jangan berbuat mesum; ya," pesan Kiran sambil senyum-senyum yang di balas dengusan dari Dira.

Berbuat mesum? Oh ya, numpang ganti baju di hotel aja dikira berbuat mesum. Untuk itu ia nggak akan mendekati tempat-tempat mesum lagi.

Dira menuju ke ruangan atas yang di peruntukkan khusus bagi keluarga pemilik kampus, termasuk Leo yang diberi keleluasaan itu oleh Alvin.

Dira langsung masuk ke ruangan itu, tanpa mengetuk pintu.

"Biasakan kalau masuk, ketuk pintu dulu," ucap Leo langsung menutup buku yang tadinya ia baca.

"Maaf."

"Kamu yakin mau serius buat belajar? Aku nggak maksa kamu loh. Lagian, yang aku butuhkan adalah hati kamu. Bukan nilai kamu, Ra," terang Leo.

"Aku yakin," jawab Dira pasti.

"Jadi, sekarang kita mulai?" tanya Leo.

"Iya. Eh, tapi, kamu yakin udah sembuh. Masih pucat loh," ujar Dira hendak meraba dahi Leo. Tapi, Leo buru-buru mengelak. Tentu saja ia masih merasa tak enak badan, tapi berusaha agar tak mengambil libur.

"Udah nggak apa-apa kok," jawabnya.

"Tapi kamu ..."

Leo menggetok dahi Dira dengan pena yang ia pegang. "Saat ini, posisi kamu adalah mahasiswi ku, dan aku adalah dosen kamu, paham?" Dira mengangguk pertanda paham.

"Iya, paham, Pak," balas Dira dengan malas.

Leo mulai memberikan beberapa pertanyaan untuk Dira yang harus dikerjakan. Sementara Dira sibuk menguras otaknya mencari jawaban dari pertanyaan yang diberikan, Leo sendiri malah sibuk dengan ponselnya.

"Susah bener," gumam Dira mengeluh kesal saat otaknya mentok untuk berpikir.

"Pertanyaan seperti itu, kamu bilang susah? Ya ampun, asal kamu tau, dari SMP pun itu udah dipelajari."

"Lupa."

"Pelajaran, kalau enggak diulang ya emang lupa. Jangan mentang-mentang udah jadi mahasiswi, kamu lupain pelajaran waktu SD, SMP, dan SMA."

Leo mulai mengomel layaknya murid dengan guru. Hadeh, dunia memang kejam.

"Jadi, gimana, Pak?"

Leo menyodorkan sebuah buku catatan, dan Dira bisa tahu kalau itu adalah catatan milik Leo karena ada namanya yang tertera di sampul luarnya.

"Buku buat apa?"

"Baca dulu dan pahami buku itu, setelah itu kerjakan soal tadi," perintahnya.

Menurut Dira, Leo adalah guru tergalak yang pernah ia temui hingga saat ini. Jangan berharap ada senyuman di sela-sela omongannya, apalagi kata penuh cinta. Yang ada, kupingnya malah jadi panas mendengar Omelan Leo.

Dira mulai menyelesaikan soal yang diberikan Leo tadi. Meskipun ia yakin 100%, kalau jawaban yang ia buat adalah, salah.

"Nih, udah selesai," ujar Dira menyodorkan lembar jawabannya pada Leo.

Leo mulai memeriksa, dan lihatlah prediksi Dira tepat sekali. Leo menatap garang ke arahnya yang cuman bisa senyum-senyum nggak jelas.

"Ini nilai kamu," ucap Leo menyodorkan lembar jawabannya Dira yang di sana sudah terpampang tanda silang yang besar.

Dira menyembunyikan wajahnya dibalik buku. Ia takut menatap ke arah Leo.

Leo menarik buku yang menutupi wajah Dira. "Ra, sepertinya kamu harus banyak-banyak belajar lagi," ujar Leo pada Dira.

"Ya makanya, aku minta tolong sama kamu," balas Dira.

Memalukan sekali dirinya pacaran sama orang seperti Leo. Tapi, ia harus tetap berusaha. Leo saja bisa, kenapa ia tidak.

"Kalau gitu, kita buat jadwal aja," usul Leo.

"Jadwal?"

"Senin sampai Jum'at setelah kelas usai, kita ketemu di sini, buat belajar. Hari Sabtunya kita adain kuis," terang Leo. "Gimana?" tanyanya.

Dira bersorak gembira dalam hatinya, karena masih ada hari Minggu buat kencan bareng Leo.

"Dan hari minggunya free, karena aku lagi sibuk bantuin Om Alvin," tambah Leo menjelaskan.

"What?"

"Kenapa? Kamu nggak setuju dengan jadwal yang aku buat?"

"Trus, kita kencannya kapan?" tanya Dira dengan sedikit rengekan.

Leo menangkup wajah Dira, dan menyentuhnya dengan lembut. "Nggak ada kencan untuk beberapa Minggu ke depan, ya. Kamu harus fokus belajar, jangan memikirkan aku terus. Karena apa? Mengingatku mungkin akan lebih mudah daripada mengingat pelajaran."

Sepertinya, kali ini ia akan setuju dengan pendapat yang diutarakan Leo.

"Ya ampun, berasa jomblo," ucap Dira sambil menepuk jidatnya. Sementara Leo hanya bisa tersenyum melihat reaksi Dira.

Ia bukan jomblo, tapi untuk saat ini ia harus lebih mengingat pelajaran daripada mengingat Leo. Anggap aja ia lagi pacaran sama buku-buku. Miris memang.

Leo mengantarkan Dira pulang saat jam menunjukkan pukul 5 sore. Dira merasa saat ini otaknya merasa begah karena diisi setumpuk rumus.

"Masih ingat pelajaran tadi?" tanya Leo saat sampai di depan gerbang rumah Dira.

"Jangan ditanya dulu, aku lagi pusing, Leo," balas Dira sambil bersandar dengan kedua mata terpejam, tanpa berniat untuk turun.

"Kita jalan-jalan dulu ya, besok-besok kan nggak bisa lagi," pinta Dira dengan rengekannya.

"Kemana?"

"Terserah, asal kamu jangan ngajakin aku ke hotel sialan itu lagi."

"Ke hotel lain, mau?"

"Ntar, kalau udah sah aja,"

"Serius nih, mau nikah sama aku?"

"Udah, jangan nanya mulu. Lanjut aja jalannya," ucap Dira sambil menyembunyikan senyum malu-malunya. Ngebahas nikah, ia merasa suasana di dalam mobil tiba-tiba jadi panas. Padahal udah ada AC.

Mereka berdua berhenti di sebuah taman, yang terletak tak jauh dari kompleks perumahan tempat tinggal Dira. Keduanya duduk di kursi yang ada di sana. Suasananya tenang, dan ada danau buatan.

"Jadi, gimana?" tanya Leo duduk di sebelah Dira.

"Gimana apanya?"

Dira bingung harus menjawab apa. Pasalnya, ia merasa kalau Leo tak bertanya apa-apa.

"Mau menikah denganku?"

''Tidak, tanpa restu dari orang tua kamu," jawab Dira pasti.

Leo merasa senang mendengar jawaban Dira. Ia menyangka Dira akan lebih memilih untuk mengajaknya kawin lari atau apalah, karena tak mendapat restu. Tapi, pikirannya salah besar.

Leo menarik pinggang Dira agar mendekat padanya.

"Eh, kamu mau ngapain?"

"Maaf, ya. Gara-gara sikap orang tuaku, kamu jadi seperti ini," jelas Leo.

"Mm, eng-nggak apa-apa," balas Dira udah deg-degan. "Lepasin aku dulu, ntar kalau ada yg liat gimana. Kita disangka berbuat mesum di tempat umum, lagi." Yakali bakalan kepergok untuk kedua kali.

Leo tersenyum mendengar perkataan Dira. "Apa aku harus melakukan sesuatu padamu, agar kamu bisa membedakan mana yang berbuat mesum dan yang tidak?"

Dira ingin melepaskan diri dari rangkulan Leo, tapi Leo malah semakin menariknya untuk mendekatkan wajahnya ke arah Dira.

'Ehem.'

Seseorang tiba-tiba berdehem, yang jelas saat itu mereka berdua langsung kaget. Apa jangan-jangan, Satpol PP lagi? Entahlah..

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel