Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB : 6

Dira mendekat ke arah Leo, dan langsung mencium bibir Leo sekilas dengan sedikit berjinjit. Mata Leo terpejam, saat merasakan itu.

''Semoga kamu bahagia," ucapnya lirih dan segera berlalu dari hadapan cowok itu.

Dira masuk ke dalam mobilnya dan langsung tancap gas, meninggalkan Leo yang masih diam mematung. Ternyata, semuanya tak seperti yang ia harapkan.

Leo benar-benar merasakan yang namanya patah hati. Dan ia akui rasa itu benar-benar sakit. Saat bersamaan, hujan tiba-tiba turun. Mungkin, cuacapun bisa memahami suasana hatinya saat ini. Begitupun dengan Dira yang hanya melihat Leo dari kejauhan. Ya, hanya dari kejauhan.

*****

Saat ini Dira berada di parkiran kampusnya dan masih bengong di dalam mobil. Ia ingin menunggu Leo dan memastikan kalau cowok itu dalam keadaan baik-baik saja, karena semalam hujan-hujanan.

Beberapa saat menunggu, orang yang ditunggu pun datang. Dira bisa melihatnya keluar dari mobil.

"Apa dia sakit?" Dira bergumam saat ia bisa melihat raut wajah Leo yang tak seperti biasanya. Ya, dia terlihat tak baik-baik saja. Wajahnya sedikit memucat.

Ingin rasanya ia memastikan bagaimana kondisi Leo, tapi kembali menyadari kalau keduanya tak lagi sejalan. Apalagi, ia melihat Indah yang juga keluar dari mobilnya Leo.

"Semoga kamu baik-baik saja," gumam Dira berharap.

Dira segera menuju ke kelasnya, karena Leo lah yang akan masuk di jam pagi.

"Pagi, Ki," sapanya pada Kiran yang sudah duduk manis di kursinya.

"Pagi," balas Kiran. "Gimana?" tanya Kiran sambil pindah duduk di kursi yang berdekatan dengan Dira.

"Apa?"

"Lo sama Leo."

"Kita udah berakhir, Ki. Kita udah putus," jawab Dira dengan suara lemasnya.

"Ya ampun. Lo mutusin dia?" tanya Kiran sedikit tak percaya dan tak menyangka.

Dira mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Kiran.

"Lo masih ngira kalau dia ada sesuatu sama Bu Indah?"

"Bukan hanya itu," jawabnya. "Orang tuanya nggak setuju sama hubungan kita, karena gue masih mahasiswi. Mereka pinginnya Leo punya pasangan yang udah lulus kuliah. Yang paling penting adalah, dia harus pintar dan punya nilai tinggi di bidang akademik. Dan Lo tau sendiri kan, itu bukan gue banget, Ki. Tentang Bu Indah, ternyata dia adalah orang pilihan orang tua Leo," terang Dira.

"Ya ampun, Ra. Lo mau lepasin Leo buat wanita lain cuman karena itu?" Kiran sedikit tak setuju dengan keputusan Dira. "Lo tau kan, gimana hubungan gue sama Arland dulu? Mamanya Arland juga nggak setuju sama gue."

"Ini beda, Ki. Dan gue nggak sekuat lo. Apalagi yang jadi lawan gue adalah, Bu Indah."

Statusnya yang hanya mahasiswi, sedangkan Indah seorang dosen, dari situ saja bisa dipastikan siapa yang lebih unggul.

"Harusnya lo nggak ngambil keputusan secepat itu. Lo harus buktiin kalau lo benar-benar mencintai Leo. Bukannya langsung nyerah sebelum berperang kayak gini."

"Tapi gue ..."

"Pagi semua," sapa seseorang saat masuk kelas, dan sapaan itulah yang membuat Dira terhenti bicara. Kiran juga langsung kembali menuju kursinya.

"Pagi, Pak."

Dira kembali khawatir dengan keadaan Leo. Kali ini ia benar-benar yakin kalau Leo memang dalam keadaan tak baik. Suaranya sedikit melemah dan tak setegas biasanya.

"Lagi kurang sehat, Pak?" tanya seorang mahasiswa.

"Saya baik-baik saja," jawabnya.

Keterlaluan nggak sih, dalam keadaan sakit dia masih tetap mengajar. Apa itu yang di namakan profesional dengan pekerjaan. Sepertinya begitu.

Sepanjang waktu mengajar, Dira terus memperhatikan keadaan Leo. Ya, dia yang biasanya mondar-mandir di depan kelas menerangkan pelajaran, sekarang malah bisa di bilang tak beranjak dari kursinya.

Dira merasa, waktu 60 menit berjalan begitu lambat. Rasanya, ia ingin mempercepat waktu, agar Leo bisa istirahat.

Setelah menunggu, bahkan Dira tak konsen pada pelajarannya. Akhirnya, jam mata kuliah dengan Leo, berakhir.

Dira berjalan mengiringi langkah Leo dari belakang Secara diam-diam. Ia mengira kalau Leo akan kembali ke ruangannya, tapi tidak, ia justru menuju parkiran dan memasuki mobilnya.

"Syukurlah kalau dia memang memilih untuk pulang ke rumah," gumam Dira sambil menatap mobil Leo yang berlalu pergi, dan menghilang dari pandangannya.

*****

"Kamu baik-baik saja, Leo?" tanya mamanya yang melihat putranya tak seperti biasa.

"Iya," jawabnya, tapi tak menghentikan langkahnya menuju kamarnya.

Di dalam kamar, Leo langsung merebahkan badannya di atas kasur. Ia merasa tak baik-baik saja. Kepalanya sangat sakit berasa mau meledak, matanya seakan mau melompat keluar, badannya terasa sangat panas.

Di saat yang bersamaan, ia masih memikirkan Dira. Ia mencoba menghubungi Dira, siapa tau dia mau menjawab panggilan telfonnya.

Awalnya, memang tak ada jawaban dari Dira. Tapi, dipanggilan ke tiga, barulah ia bisa mendengar suara itu.

"Iya," jawab Dira lembut.

"Terima kasih, kamu masih mau menjawab telfonku."

"Ada apa?"

"Tidak, aku hanya ingin mendengar suaramu saja."

"Kamu ... lagi sakit?" tanya Dira.

"Tidak, aku baik-baik saja," jawabnya. "Hanya kurang tidur, memikirkan hubungan kita," tambah Leo menjelaskan.

"Kalau kamu lagi nggak sehat, ada Bu Indah di samping kamu. Dia akan menjaga kamu," terang Dira. Leo bisa mendengar perubahan suara Dira. Ya, dia terisak.

"Ra, aku--"

"Sudah, istirahatlah. Dan jangan lupa minum obat," jelas Dira berpesan, dan langsung menutup percakapannya dan Leo.

Leo melempar ponselnya sembarangan. Ingin rasanya bebicara panjang dengan gadis itu, tapi justru malah diputuskan begitu saja.

"Leo! Ada Indah loh, di bawah. Ayo turun," teriak mamanya di depan pintu kamar.

Leo langsung berdecak kesal bangun dari tidurnya dan berjalan ke arah pintu.

"Ayo turun, ada Indah di bawah."

"Ma, aku benar-benar nggak enak badan, Ma. Jadi tolong, Mama ngertiin aku. Biarin aku istirahat bentar," pinta Leo sambil menyenderkan badannya di pintu. Bahkan, saking lemahnya ia tak kuat untuk berdiri tegap.

"Tapi dia udah nungguin kamu."

Kadang ia kesal pada mamanya. Apa tak melihat keadaannya saat ini. Ia lagi sakit, malah dipaksa bertemu dengan Indah.

Leopun turun untuk menemui Indah, meskipun malas. Bahkan sangat malas.

"Leo, kamu sakit?" tanya Indah dengan wajah khawatirnya, menghampiri Leo sambil memegang dahinya.

"Ck, jangan menyentuhku," kesal Leo menyentakkan tangan Indah dari hadapannya.

''Sebaiknya kamu pulang saja, aku mau istirahat," ujar Leo.

"Biar aku yang temenin kamu."

"Udahlah, Ndah. Kamu nggak perlu kayak gini. Aku kan udah pernah bilang, hatiku bukan buat kamu. Sia-sia saja kamu buang waktu untuk mendapatkan ku," terang Leo.

"Terserah. Aku nggak perduli. Yang aku butuhkan adalah restu dari orang tua kamu. Dan aku mendapatkannya."

Leo mengambil napasnya panjang dan berlalu dari hadapan Indah. Tapi ia bukan kembali ke kamar, melainkan ke arah pintu keluar.

"Leo, kamu mau kemana?" tanya Indah berteriak, tapi diacuhkan Leo.

Leo memasuki mobilnya dan meninggalkan area rumahnya. Tapi dalam perjalanan ia merasa kapalanya sangat pusing, dan memutuskan untuk menghentikan laju mobilnya. Bisa terjadi hal yang buruk kalau ia mengemudi dalam keadaan tak baik.

Leo kembali menghubungi Dira, tapi kali ini panggilan telfonnya tak dijawab oleh gadis itu.

"Kamu sengaja tak menjawab panggilanku," gumamnya melempar ponselnya di kursi sebelahnya.

*****

Dira hendak menuju ke sebuah pusat perbelanjaan. Ya, siapa tahu dengan banyaknya aktifitas membuatnya bisa melupakan Leo. Walaupun saat ini ia menjalin hubungan dengan Reino, tapi merasa mustahil bisa melupakan Leo.

Saat di perjalanan, Dira malah melihat mobil seseorang yang ia kenal. Ia menepikan mobilnya dan segera turun menghampiri mobil tersebut. Di saat itu juga ia langsung kaget.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel