Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB : 5

"Aku ingin kita putus!"

Dira berucap langsung, tanpa berani menatap ke arah Leo. Jangan ditanyakan lagi bagaimana keadaan hatinya saat ini. Hancur. Seperti sebuah kertas yang direndam dalam air.

"Apa yang kamu katakan. Kamu mau nyerah gitu aja?" Leo tak terima dengan kepuusan buruk yang diambil oleh Dira.

"Aku baru menyadari, kalau aku bukanlah yang terbaik buat kamu. Gadis bodoh sepertiku, tak pantas dengan mu, Leo,” jelasnya sambil menangis.

"Aku nggak setuju!"

"Aku tau semua, Leo. Bu Indah, kan, yang dijodohin buat kamu?"

Pertanyaan Dira lebih tertuju pada sebuah pernyataan. Buktinya, Leo terdiam sesaat ketika Dira mengatakan hal itu.

''Aku tak menginginkannya."

"Itu keinginan orang tua kamu. Jadi, turutilah. Mereka tentu menginginkan yang terbaik buat kamu. Aku rela melepaskanmu." Dira bangkit dari kursinya. "Terima kasih sudah menjaga hatimu untukku selama ini, Leo. Selamat tinggal," ucap Dira berlalu pergi meninggalkan Leo dalam keterpurukan.

Ia tak terima dengan keputusan Dira yang seperti ini. Ia berharap Dira mau berjuang bersama, tapi ternyata tidak. Kisah cintanya yang baru dimulai, langsung kandas begitu saja hanya karena Dira tak begitu kuat untuk mempertahankannya.

*****

Dira berusaha untuk tak lagi mengingat Leo, tapi tetap saja ia tak mampu. Nama itu, laki-laki itu, seolah sudah masuk ke setiap aliran darahnya. Jadi, enggak mungkin, kan, kalau dengan sebegitu gampangnya ia bisa melupakan sosok itu.

"Non, mau kemana?" tanya Bibik saat Dira hendak keluar rumah.

"Keluar, Bik," jawabnya tanpa menghentikan langkahnya.

Hari ini tak ada kuliah. Dira memutuskan untuk jalan-jalan, walau bingung harus kemana. Mau mengajak Kiran pun, sepertinya tak mungkin. Dia sudah punya suami yang harus diurus. Kalau berdiam diri di rumah, tak bisa di pungkiri kalau ia akan mengingat Leo.

Dira berhenti di sebuah cafe dan memesan minuman.

“Kalau ada Leo, pasti saat ini ...” Dira merutuki hatinya yang tak bisa diajak kompromi. Terus saja Leo masih jadi patokan utamanya.

Di saat yang bersamaan, seseorang datang menghampirinya dan duduk begitu saja di kursi yang ada dihadapannya.

"Dira,'' sapanya.

Dira mengarahkan pandangan pada nya dengan pandangan malas. Kenapa orang yang tak ia pikirkan justru malah datang padanya.

"Boleh, aku duduk di sini?" tanyanya.

Dira mengangguk tanda setuju. Apalagi, lumayan buat teman ngobrol. Daripada ia sendirian.

"Gimana kabar kamu?"

"Mm, baik," jawab Dira sedikit acuh.

"Yakin, baik? Tapi sepertinya, tidak begitu," tebaknya sambil memperhatikan wajah Dira.

"Ck, diem deh. Aku lagi galau habis putus sama pacarku, paham!"

"Wah, kebetulan dong," balasnya dengan senyum sumringah. Sedangkan Dira, malah mengerutkan dahinya bingung. “maksudnya apa, tu?”

"Gimana kalau kita balikan," ajaknya.

Dira langsung menendang kaki cowok bernama Reino itu dengan sengaja. Dialah, salah satu mantan pacarnya.

"Eh, kalau ngomong jangan ngasal," dengus Dira menanggapi ajakan Reino.

"Mumpung aku masih belum ada cewek, nih. Lumayan kan, buat mengisi kekosongan hari-harimu, Beb," terangnya.

Belum apa-apa, udah manggil, Beb.

"Idih, dipikir aku cewek apaan. Hanya mengisi kekososngan hari? Dulu kamu selingkuh dibelakang aku, dan sekarang ngajakin balikan. Ya jelaslah aku ...”

Ucapan Dira terhenti seketika, saat pandangannya mengarah pada sepasang pengunjung cafe yang baru masuk. Hatinya berasa perih, bagaikan sebuah luka yang diolesi air perasan jeruk nipis.

"Hello.” Reino menjentikkan jarinya di depan wajah Dira yang masih bengong, membuat Dira langsung tersadar.

"Aku mau," ucapnya langsung.

"Apa?" Reino malah kaget mendengar jawaban Dira.

"Kan kamu ngajak balikan."

''Kita jadian," ucap Reino dengan bingkaian senyuman di bibirnya, sambil menggenggam tangan Dira.

Keputusan yang benar-benar gila kembali diambil Dira. Ia kembali menerima Reino yang si tukang selingkuh ini. Asli, ini rasanya berasa nggak rela aja tangannya dipegang sama Reino. Tapi, mau bagaimana lagi.

"Eh, temen-temen aku lagi mau balapan, kita nonto, yuk," ajak Reino.

Sebenernya ia malas. Tapi tetap dengan alasan yang sama, yang tak ingin berlarut dalam kesedihan Dirapun menyetujuinya.

"Jalan masing-masing, ya, aku bawa mobil soalnya," jelas Dira.

Gila! Baru saja ia jadian lagi sama Reino, cowok itu langsung bertindak agresif dengan merangkul pinggangnya saat berjalan keluar dari cafe menuju parkiran. Meskipun Leo pernah lakuin yang lebih, sih, tapi ia merasa tak rela saja kalau Reino yang melakukannya.

Saat menuju ke parkiran, tiba-tiba seseorang langsung menarik pergelangan tangan Dira hingga ia terlepas dari rangkulan Reino. Jelas saja ia kaget, karena yang ada dihaadapannya saat ini adalah Leo yang bersama Indah di sampingnya.

"Kenapa kamu malah jalan sama dia," ucap Leo sambil menunjuk ke arah Reino. Terlihat sekali kalau nada itu penuh emosi.

"Heh, lo mau ngapain. Dira ini cewek gue," ucap Reino menarik Dira kembali padanya.

"Diem! Gue nggak ada urusan sama Lo!" bentak Leo pada Reino.

Dira bahkan sampai kaget, karena ini adalah kali pertamanya ia melihat ekspresi Leo yang emosi. Leo yang biasanya kalem, dingin, mau bicara saja ia seolah harus merangkai kalimat yang tepat dulu, bisa berubah seperti itu.

"Maaf, Leo. Kita nggak ada hubungan apa-apa lagi," ucap Dira. "Toh, sekarang udah ada Bu Indah di samping kamu," tambah Dira sedikit mengarahkan pandangannya pada Indah yang memasang muka juteknya.

Leo merebut kunci mobil yang ada di tangan Dira.

"Balikin kunci mobilku," pinta Dira. Tapi di abaikan Leo.

Leo membuka pintu mobil milik Dira dan memaksanya untuk masuk. kemudian mengunci Dira di dalamnya.

"Heh! Cewek gue mau Lo apain?" tanya Reino marah pada Leo dan bersiap memukul. Tapi, Leo lebih dulu memberikan pukulan di perutnya, hingga ia langsung terjungkal.

"Leo! Aku ini calon istri kamu. Harusnya kamu bisa sedikit menghargai perasaanku," ucap Indah menghentikan Leo yang hendak masuk ke dalam mobil Dira.

"Terima saja kenyataan, kalau aku nggak cinta sama kamu," balas Leo langsung masuk ke dalam mobil, meninggalkan Indah yang sakit hati, dan Reino yang masih memegangi perutnya.

"Leo!!!" teriak Indah kesal menatap kepergian Leo.

Di dalam mobil, Dira hanya diam dan tak mengarahkan pandangannya sedikitpun ke arah Leo, walaupun hatinya menginginkannya.

"Kenapa melakukan ini padaku?" tanya Leo. Tapi Dira tak menjawab.

Leo agak kesal dengan sikap Dira. Ia menghentikan laju mobil di tepi jalan.

"Kenapa melakukan ini padaku, Dira?" tanya Leo lagi, masih dengan pertanyaan yang sama. Tapi tetap, Dira tak bergeming. Ia hanya memandangi ke luar kaca mobil.

"Dira! Aku lagi bicara sama kamu!" Leo menangkup wajah Dira agar menghadap fokus padanya. "Jawab aku."

"Lepasin aku!" Dira menyingkirkan tangan Leo yang menangkup wajahnya. "Kita udah berakhir, Leo. Jadi, jangan ikut campur dengan kehidupanku lagi."

"Kamu menganggap hubungan kita sudah berakhir, tapi aku tidak," balas Leo.

Hati Dira benar-benar diuji. Ya, diuji untuk mengambil keputusan yang sulit. Bahkan, mendengar kalimat itu saja dari mulut Leo, air matanya seakan mau tumpah.

"Kembali padaku, ku mohon," pinta Leo memohon.

Dira menangkup wajah Leo. Sungguh, ia benar-benar tak kuat dengan situasi ini.

"Leo, dengarkan aku. Kalau boleh jujur, sampai detik ini, bahkan sampai nafasku berhenti pun, mungkin rasa cintaku nggak akan luntur buat kamu. Tapi, kita memang tak bisa bersama," terang Dira dengan suaranya yang serak karena menahan tangis.

Leo langsung menarik Dira ke pelukannya, dan seakan tak akan pernah ia lepas. Seorang gadis, sekaligus mahasiswi yang membuatnya bertekuk lutut.

Di pelukan Leo, ia tumpahkan air mata yang sedari tadi ia coba tahan.

Selang beberapa saat, Dira melepaskan dirinya dari pelukan Leo. Ia hapus bekas air mata di pipinya, dan keluar dari mobil, begitupun Leo yang ikut keluar.

"Sekarang, kembalilah pada Bu Indah. Wanita yang pantas buat kamu," ujar Dira yang saat ini sedang berdiri berhadap-hadapan dengan Leo.

"Apa ini yang kamu inginkan?" tanya Leo dingin.

Meskipun hati Dira berkata, tidak. Tapi, bibirnya harus mengucapkan kata, "iya."

Tanpa berkomentar apa-apa lagi, Leo langsung berbalik badan hendak pergi.

"Tunggu," tahan Dira pada Leo, membuat Leo menghentikan langkahnya.

Ada sedikit senyuman tergurat di bibir Leo. Ia berharap, Dira mengubah keputusannya.

Dira berjalan dan kembali berdiri di hadapan Leo.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel