Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5 Davas atau Jonas

Kini Zia dan Keyla sedang duduk manis di kantin kantor.

“Ke mana tiga hari ini, buat gue khawatir aja,” kesal Keyla memutar bola matanya jengah.

“Di rumah. Capek makanya hp sengaja gue nonaktifkan,” jawab Zia diiringi dengan cengiran.

“Lain kali kasih tahu gue dulu,” sungut Keyla dengan mengerucutkan bibir ranum miliknya.

“Siap Bos!” jawab Zia dengan menaruh tangannya di depan kening memberikan tanda hormat.

“Zia?” panggil suara maskulin itu membuat Zia mendongakkan wajah lalu tersenyum.

“Ada apa Jo?” tanya Zia tanpa menghilangkan senyumannya. Jonas tidak menjawab melainkan langsung berjongkok dan memegang kaki Zia.

“Apa yang kamu lakukan Jo?” tanya Zia terkejut atas tindakan Jonas saat ini membuat banyak mata memandang ke arah mereka.

Jonas tidak menjawab dan langsung melepaskan kedua sepatu high heel milik Zia begitu saja. Zia hanya pasrah saja akan tindakan Jonas saat ini yang pasti dapat membuat jantungnya sedikit berdesir.

Zia merasakan sedikit perih dikakinya, ternyata Jonas memberi salep untuk lukanya.

Zia terpaku di tempatnya dan menatap Jonas tidak percaya. “Dari mana kamu tahu?” tanya Zia dengan kening berkerut.

“Tadi pas kamu keluar dari ruanganku,” jawabnya santai dan masih mengoleskan salep itu di kaki Zia dengan lembut.

“Makasih ya Jo,” ucap Zia setelah Jonas selesai mengobati kakinya.

“Belum selesai,” ucap Jonas dengan memamerkan senyumannya, membuat alis Zia hampir menyatu kebingungan, tidak mengerti arah bicara Jonas saat ini.

“Ini,” ucap Jonas menyodorkan sebuah sendal cantik dengan pernak-pernik mutiara sebagai hiasannya.

“Untuk aku?” tanya Zia berdiri dari posisi duduknya.

“So sweet banget si Jonas, kalian balikan aja deh,” ucap Keyla membuka suara, karena sadari tadi dirinya diabaikan.

Keduanya diam dan saling menggaruk tenguk masing-masing yang sebenarnya tidak gatal sama sekali.Jonas kembali berjongkok dan memasangkan sendal itu.

“Cantik,” gumam Zia pelan sambil memainkan kakinya. “Makasih banget loh Jo,” tambah Zia lagi tanpa bisa menghilangkan senyumannya.

Jonas mengangguk semangat, dan ternyata tidak jauh dari tempat Zia, Jonas, dan Keyla berada ada Davas yang bersembunyi di balik dinding dengan sebungkus kantong berisikan obat-obatan untuk Zia. Davas hanya bisa tersenyum kecut.

‘Aku telat,’ batinnya lalu melangkahkan kakinya menjauh.

“Jonas ayo duduk,” ajak Keyla menarik tangan Jonas untuk duduk di samping Zia.

“Kalian serasi,” ucap Keyla dengan senyum penuh arti.

Zia tersenyum kikuk sedangkan Jonas mengangguk kesenangan.

Jhonas Grayson, pria keturunan Belanda itu membuat wajahnya benar – benar terlihat seperti titisan seorang Dewa.

Rambut kecoklatan, alis tebal, mata biru bersinar, hidung macung, bibir super tipis, memiliki tinggi badan bak model ternama, tubuh berotot, kulit putih bersih, sungguh tamak sekali Jonas ini.

Semuanya ia miliki terlebih lagi ia terlahir dari orang tua yang kaya raya, hanya satu yang ia tidak miliki yaitu Zia gadis yang ia cintai selama sepuluh tahun ini dan mungkin seterusnya.

“Seandainya waktu itu kamu tidak buat kesalahan Jo,” ucap Keyla lirih dengan senyum terpaksa.

5 tahun yang lalu.

“Zi?” panggil Keyla pelan.

“Hm, lagi buat apa tuh?” tanya Keyla penasaran.

“Lagi buat kue, masa lu lupa si, ini hari jadi gue sama Jonas yang ke-3,” ucap Zia dengan mata berbinar–binar membuat Keyla mengelus sayang rambut Zia yang sudah dianggap seperti adiknya sendiri.

“Mau nanti gue temanin gak?” tawar Keyla dengan senyum merekah.

“Mau lah!” sahut Zia dengan antusias.

Di sinilah Zia dan Keyla berada di depan rumah kediaman Grayson. Tidak henti-hentinya Zia mengumbar senyumannya, tidak sabar memberikan kejutan untuk Jonas. Pasti kekasihnya itu akan sangat senang.

“Pergilah!” usir seorang laki – laki terhadap seorang gadis.

“Aku hamil,” ucap Gadis itu. Oh tidak wanita itu lebih tepatnya.

Seketika senyuman di wajah Zia menghilangkan. Wajahnya pucat dan kue di tangannya terjatuh. Jonas dan wanita itu langsung menoleh ke sumber suara dan mendapati Zia berdiri di sana bersama Keyla.

Akhirnya mereka bertiga terdiam, Jonas memasang wajah bersalah sedangkan dua wanita itu hanya tersenyum miris.

***

Hari ini, kantor tempat Zia bekerja mengadakan liburan ke pulau Jeju. Memang tidak semua karyawan, hanya karyawan terpilihlah yang bisa berangkat ke pulau Jeju.

Jeju pulau yang terkenal dengan keindahannya, pulau milik Korea Selatan itu mampu memanjakan setiap turis yang berdatangan.

Karyawan yang terpilih untuk berangkat ke Jeju sekitar 12 orang termasuk Davas dan Jonas selaku orang terpenting dalam acara itu. Davas dan Jonas mengambil kelas bisnis dan Zia merupakan satu Karyawan yang juga termasuk keberangkatan kelas bisnis.

Bagaimana bisa?

Jonas? Mungkin saja kalau tidak Davas lebih dulu mengatakan Zia akan mengambil keberangkatan kelas bisnis, semua bingung namun Davas memiliki seribu alasan untuk membuat semua orang untuk bungkam.

Zia duduk di samping Davas sedangkan Jonas lebih memilih duduk di pojokan seorang diri, bangku di sebelahnya dibiarkan kosong karena Jonas membeli dua tiket yang sebenarnya akan diberikan untuk Zia.

“Dav mau aku pesananin apa?” tanya Zia lembut.

“Tidak perlu aku bisa pesan sendiri,” balas Davas ketus, lalu mengambil koran, kemudian membacanya atau lebih tepatnya hanya menatap tanpa membaca, cara paling tepat untuk menghindari Zia.

Zia diam, lebih memilih mendengarkan lagu melalui Headsetnya. Tiba–tiba lagu Mariah Carey berputar membuat Zia kembali mengingat kenangannya bersama Jonas.

Mariah Carey adalah penyanyi kesukaan mereka berdua sewaktu berpacaran. Wajar saja Mariah Carey selalu menyanyikan lagu yang membuat siapa saja yang mendengarnya akan merinding apalagi setiap makna lagu–lagunya sangat menyentuh.

Zia tersentak dari tempat duduknya lalu berlari ke belakang membuat beberapa penumpang termasuk Davas melotot.

“Apa apa Nona?” tanya salah satu Pramugari.

“Minggir!”

Namun Pramugari itu masih menghalangi jalan Zia, membuat Zia menatap tajam Pramugari itu.

“Minggir!” ucap Zia lantang membuat pramugari itu melotot.

“Jonas?” panggil Zia lirih sambil mengguncang tubuh Jonas pelan. Jonas membuka jaket yang menutupi wajahnya, lalu tampaklah wajah pucat Jonas saat ini.

“Kamu gak papa?” tanya Zia dengan menatap intens pria di hadapannya yang kini malah tersenyum menanggapi ucapannya.

“Maaf Mbak, apa ada minyak angin?” tanya Zia kepada pramugari yang ia marahi tadi.

Pramugari itu tersenyum lalu mengangguk. Untung saja salah satu dari Pramugari itu membawa minyak angin.

“Terima kasih,” ucap Zia lembut. “Maaf tadi saya tidak bermaksud membentak Mbak.”

Pramugari itu tersenyum. “Iya tidak apa–apa kok Nona, saya maklumin,” ucap Pramugari itu sebelum berlalu.

Jonas tersenyum membuat Zia kesal setengah mati. “Masih bisa senyum!” ucap Zia sambil mengoleskan minyak angin ke leher Jonas.

“Jadi kamu maunya aku kayak mana El?”

Zia menegang, ‘El’ sudah lima tahun Zia tidak mendengar seseorang memanggilnya dengan sebutan itu. Panggilan kasih sayang yang diberikan Jonas untuknya dulu. Zia kembali tersenyum miris mengingat masa lalunya.

“Jangan memanggilku seperti itu,” ucap Zia dengan wajah ditekuk.

“Maaf,” ucap Jonas pelan sambil kedua matanya menatap lekat wajah Zia yang jaraknya cukup dekat.

“Hm.”

Tangan Zia kembali bergerak menyapu minyak angin itu ke seluruh tubuh Jonas.

“Sudah mendingan Jo?” tanya Zia serius dan balik menatap mata Jonas yang sadari tadi memperhatikannya.

“Hm, bisa temani aku gak? Aku butuh kamu,” pinta Jonas pelan dengan sorot mata penuh harap. Zia yang merasa kasihan dengan cepat menganggukkan kepalanya.

“Zia?”

Zia mendongakkan wajahnya menatap kaget Davas yang kini sudah berdiri dengan kedua tangan di dalam saku celananya.

“Ada apa Pak?” tanya Zia sopan, bukannya menjawab Davas malah menatap tajam ke arah Jonas.

“Kembali ke tempat dudukmu,” ucap Davas datar namun menuntut.

“Kenapa Pak?”

“Kamu tuli ya, saya suruh balik ke tempat kamu ya nurut aja apa susahnya!” bentak Davas yang langsung membuat Jonas mengeram kesal.

Jonas berdiri dengan tatapan mematikan. “Tolong jangan seenak–enaknya ya Pak, terserah Zia dong mau duduk di mana aja!” ucap Jonas dingin dengan mata yang seakan siap memakan Davas bulat–bulat saat ini juga.

“Cepat kembali ke tempat dudukmu Zia!” ucap Davas dengan menatap tajam ke arah Zia.

Zia berdiri namun belum lagi kakinya melangkah, tangan Jonas sudah lebih dulu mencekal lengannya pelan.

Bersambung...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel