Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3 Hati yang Terluka

Part 3 Hati yang Terluka

Duduk dalam kecanggungan membuat mereka lebih memilih menyibukkan diri menyantap makanan di hadapan mereka saat ini.

“Hm, boleh duduk di sini,” ucap suara bariton itu. Zia menatap tidak percaya akan wujud di hadapannya saat ini.

“Silahkan duduk Davas,” ucap Zia menarik kursi di sebelahnya, membuat Jonas menatap intens Davas yang mengambil duduk tepat di sebelah Zia.

“Tumben Pak makan di kantin kantor,” ucap Jonas membuka suara, ada makna lain yang tersirat dari kata-kata yang diucapkan Jonas.

Zia diam namun kedua matanya seakan berbicara ‘bisa diam gak sih Jonas’ sedangkan Jonas hanya tersenyum tanpa rasa bersalah menanggapi tatapan Zia yang menurutnya malah mengemaskan dipandang mata.

“Sekali-kali gak masalah bukan?” balas Davas dingin dan memilih menyantap makanannya.

Jonas memilih diam tidak menanggapi ucap Davas yang mungkin bisa berujung peperangan.

“Davas, mau sayur ini gak?” tanya Zia dengan mata berbinar-binar. Davas diam sejenak lalu menganggukkan kepalanya, membuat Zia senangnya bukan main.

Setelah itu Zia tidak dapat menyembunyikan kebahagiaannya. Zia terus mengumbar senyum, membuat hati Jonas memanas dan mengepal tangannya erat-erat. Zia yang duduk di antara dua pria tampan tidak luput dari tatapan tajam karyawan lain terutama wanita-wanita yang menggila dua pria ini.

“Zia?" panggil Jonas pelan membuat Zia mengalihkan pandangannya menatap Jonas ‘ada apa?’.

“Menikahlah denganku,” ucap Jonas lantang membuat semua mata membulatkan sempurna termasuk karyawan lainnya yang mendengar.

Davas yang lagi menyantap makannya langsung terbatuk membuat ia segera meraih jus jeruk miliknya dan menyeduhnya pelan.

Zia berdiri dan menatap Jonas tidak percaya akan ucapannya itu. Zia tersenyum sangat tulus membuat Jonas ikut tersenyum, lalu Davas hanya dapat diam membantu.

“Maaf Pak tapi saya gak bisa,” ucap Zia tegas membuat Davas dapat menghembuskan nafas lega, sedangkan Jonas langsung terduduk dengan tatapan kosong, banyak orang-orang yang kini tengah berbisik menatap ke arah mereka.

“Maaf Jonas,” ucap Zia pelan dan berlalu dari hadapan mereka, sedangkan Davas lebih memilih kembali menyantap makannya dengan menatap iba pria yang baru saja ditolak siapa lagi kalau bukan Jonas.

“Puas?” celetuk Jonas dengan seringai licik yang tercetak jelas di wajahnya.

“Berbicara denganku?” tanya Davas sambil menunjuk dirinya sendiri.

“Iya, kau. Aku peringatkan menjauhlah dari kekasihku!” ancam Jonas dan langsung beranjak dari tempatnya.

Davas yang masih terduduk hanya tersenyum miring lalu kembali menyantap makanannya.

***

Dua hari sudah berlalu setelah kejadian itu, Zia lebih banyak diam dan terlihat murung, sedangkan Jonas bersikap seakan tidak ada yang terjadi.

Seperti pagi ini, sebelum masuk ke dalam ruangan Jonas tidak lupa untuk mengusap rambut Zia pelan menghiraukan rasa sakit hatinya.

Zia kembali fokus dengan layar komputernya.

“Zia, kamu dipanggil Pak Davas, disuruh ke ruangannya segera!” ucap seorang wanita dan segera berlalu begitu saja setelah selesai mengucapkan kata-kata itu.

Belum sampai Zia melangkahkan kakinya menuju ruangan bosnya, Davas sudah lebih dulu menampakkan dirinya dengan setumpuk berkas.

“Kebetulan kamu ada di sini,” ucap Davas dingin.

“Iya, ada apa Bapak mencari saya?” ucap Zia gugup dengan jantung berdebar.

“Saya butuh bantuan kamu, tolong perbaiki semua ini ya?” ucap Davas datar dan mengalihkan berkas-berkas itu di atas tangan Zia.

“Ha?!”

“Saya suruh kamu perbaiki ini, kenapa, tidak bisa?” tanya Davas dengan tatapan mematikan.

“Bukan begitu Pak,” ucap Zia lemah.

“Lalu apa? Kamu punya otak kan! Saya tidak mau ngomong berulang kali, cepat kamu perbaiki, mengerti!” ucap Davas tajam membuat Zia hanya mampu menganggukkan kepalanya.

Setelah mengucapkan kata – kata itu Davas melangkahkan kakinya menjauh tanpa memedulikan perasaan Zia sedikitpun.

“Dari mana? Saya cariin kamu,” ucap Jonas pelan setelah Zia datang dengan setumpuk berkas di tangannya.

“Tadi dipanggil Pak Davas, ada apa Pak?” tanya Zia dengan sorot mata terluka.

“Kalau kamu lelah kamu bisa pulang,” ucap Jonas dengan melangkahkan kakinya mendekat.

“Tidak usah Pak.” dengan secepat kilat Jonas mengambil setumpuk berkas itu beralih ke tangannya, Zia yang melihat aksi Jonas melototkan mata lebar-lebar.

“Bapak ngapain?” tanya Zia berusaha mengambil berkas itu.

“Saya cuma bantuin kamu aja,” ucap Jonas cepat dan menaruh berkas itu di atas meja Zia.

Kali ini Zia tersenyum tulus. Zia bisa merasakan ketulusan dari Jonas namun apalah daya hatinya sudah dimiliki oleh Davas seutuhnya.

***

Pagi cerah. Hari minggu pula, membuat Zia bangun lebih pagi. Zia melirik jam tangannya sudah menunjukkan pukul setengah enam pagi.

"Waktunya joging," ucap Zia bersemangat.

Butuh waktu sekitar sepuluh menit untuk Zia bersiap-siap, membuka pinta lalu menutupnya rapat. Kakinya mulai bergerak secara perlahan menghirup udara sejuk yang masuk ke dalam rongga pernapasannya.

"Udara yang segar," ucap Zia sambil menutup matanya sejenak.

Zia terus menggerakkan kakinya. Penampilan Zia saat ini lumayan menggoda iman. Celana pendek yang panjangnya hanya lima centi, kaos putih ketat tanpa lengan, lalu rambut dikuncir satu menampilkan leher jenjang miliknya. Banyak mata yang menatapnya kagum terutama para kaum adam, Zia terus berlari ringan dengan mata yang terus melihat kiri dan kanan.

Ketemu.

Sosok yang ingin ia jumpai, siapa lagi kalau bukan pria itu. Davan Reynollds, pria asal Indo-Australia itu dengan mata biru yang sama seperti Zia, bibir tipis menggoda, bulu mata lentik, hidung mancung, rahang kokoh membuat siapa saja takjub melihatnya ditambah dengan alis tebal miliknya namun dengan warna kulit yang sedikit gelap atau orang - orang sering menyebutnya dengan istilah sawo matang akibat Davas yang hobby berjemur.

"Davas?" panggil Zia dengan senyum merekah, Davas hanya menanggapi dengan wajah datar.

"Sendirian aja?" tanya Zia dengan senyum yang belum memudar.

Diam, itulah yang dilakukan Davas. Menyebalkan, jawabnya pasti. Namun bagi Zia, melihat Davas saja sudah cukup, di abaikan tidak masalah, dan Zia satu dari banyaknya gadis bodoh yang mencintai seseorang yang tidak mungkin ia miliki.

"Ini aku bawa handuk kecil," ucap Zia sambil menyodorkan handuk miliknya.

Bukannya menerima, Davas malah menepis kasar tangan Zia. Zia melotot dengan tatapan terluka.

"Kenapa kamu kasar sekali Dav," ucap Zia lirih, Davas hanya tersenyum miring.

"Karena aku tidak menyukaimu," jawab Davas santai dengan tangan kanan berusaha mengelap keringat di keningnya.

"Kenapa?" tanya Zia lembut namun berbanding terbalik dengan hatinya yang terkoyak lebar.

"Kamu tanya kenapa? Ngacak Zia, kamu itu siapa dan saya siapa. Harus berapa kali saya bilang kalau saya sudah punya istri!" ucap Davas penuh penekanan dan mampu membuat air mata Zia menetes saat itu juga.

"Tapi aku mencintaimu," ucap Zia parau.

"Aku tidak peduli, ingat statusmu Zia, kamu hanya karyawan biasa dan aku adalah bosmu. Kita itu ibaratkan langit dan bumi, paham?!" ucap Davas ketus tanpa memikirkan perasaan Zia sama sekali.

Sungguh, pria kejam.

"Tapi bukannya bumi dan langit bisa saling melengkapi?" ucap Zia dengan senyum terpaksa.

"Iya, tetapi tidak dengan kamu dan aku," balas Davas ketus dengan tersenyum miring menunjukkan kesadisan yang ia miliki melalui wajah tampannya.

"Kamu kejam sekali Dav, tapi aku terlanjur mencintaimu. Sayang sekali ya perasanku tidak bisa diubah,” ucap Zia sebelum melangkahkan kakinya menjauh dengan air mata yang terus menetes, sedangkan Davas hanya mampu memandang sendu punggung Zia yang semakin menjauh.

Zia terus melangkahkan kakinya. Mengapa wanita berusia 22 tahun itu harus merasakan kejamnya cinta untuk kedua kalinya.

Jatuh cinta? Namanya juga jatuh cinta, harus rela merasakan sakit, pahit, perihnya cinta dan betapa bahagianya ketika cinta itu begitu NYATA.

Zia berhenti lalu ia duduk dipinggir pantai, dengan air yang ia duduki membasahi celana yang ia kenakan.

"Aku mencintaimu Davas Reynollds," ucap Zia lirih lalu menatap lurus hamparan laut tanpa batas di hadapannya kini.

Bersambung...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel