Bab 2 Jonas kembali
Zia memilih diam menyantap makanan di hadapannya, pikirannya melayang entah ke mana. Davas yang ingin marah mengurungkan niatnya melihat wajah pucat Zia.
‘Apa gara–gara pria tadi? Memangnya mereka memiliki hubungan apa?’ pertanyaan itu yang sedari tadi berputar–putar dalam benaknya.
Zia menyantap makanan dengan malas, dua suap sudah mampu membuat perut kecilnya kenyang, nafsu makannya sudah hilang begitu saja. Zia mendongakkan wajah dan langsung bertatapan dengan mata biru milik Davas, Davas yang tertangkap basa sedang menatap Zia langsung mengalihkan pandangannya.
Zia tersenyum, paling tidak rasa sakit dihatinya sedikit terobati dengan mengetahui bahwa Davas memperhatikannya. Zia yang merasa tidak ingin merusak suasana lebih memilih diam dan kembali menyantap makan dengan semangat.
“Zia?” panggil seseorang dengan suara maskulinnya. Tidak bisa dipungkiri Zia mengenal suara maskulin itu dan masih mampu membuat jantungnya berdetak cepat.
Dengan gerakan sangat pelan Zia mendongakkan wajahnya dan kembali bertatapan dengan pria yang menabraknya tadi, atau lebih tepatnya Zia lah yang menabrak pria berpenampilan santai itu, celana jeans selutut diperpadukan dengan kaos putih.
“Bisa kita berbicara sebentar,” ucap pria itu lembut dengan tatapan sayu.
Davas yang merasa risih, menatap tajam pria itu. “Bisa kah Anda pergi?!” usir Davas tajam membuat pria itu menatap Davas dengan tatapan yang sulit diartikan.
“Memangnya Anda siapanya Zia?” balasnya ketus dan kembali menatap Zia karena tidak menerima respons apapun dari Davas.
“Kita perlu berbicara sebentar saja Zia,” pinta pria itu lirih, mata sayunya mampu membuat Zia terhipnotis dan langsung menganggukkan kepalanya sebagai tanda setuju
.
Di sinilah mereka sekarang berada, di pinggir pantai, duduk di atas kayu yang cukup panjang.
“Apa kabar?” ucap pria itu membuka suara setelah sekitar lima menit berdiam keduanya berdiam diri.
“Baik,” balas Zia seadanya.
“Pria tadi siapa?” tanya pria itu lembut dan langsung membuat Zia menoleh dengan tatapan tidak suka.
“Memangnya kenapa? Itu bukan urusan kamu Jhonas Grayson yang terhormat,” ucap Zia ketus membalas ucapan pria yang sering dipanggil Jonas itu, pria itu hanya mampu tersenyum pedih mendengar wanita yang ia cintai berkata seperti itu.
“Maaf untuk yang lalu, aku tidak pernah bermaksud melukaimu,” ucap Jonas tulus dengan tatapan lembut namun hal itu tidak membuat Zia merasakan ketulusan Jonas sama sekali.
“Gampang banget ya kamu ngomong maaf, sedangkan aku harus menderita bertahun–tahun gara-gara pria brengsek seperti kamu!” ucap Zia emosi dengan mata yang mulai berkabut.
Jonas mencoba memegang bahu Zia, namun Zia sudah lebih dulu mengelak dan menatap tajam pria di hadapannya kini.
“Jangan pernah menyentuhku, kau pikir aku wanita murahan seperti jalangmu itu!” pekik Zia lantang, membuat sebagian orang menatap ke arah mereka.
Tanpa mereka sadari, sedari tadi ada sepasang mata yang mengamati setiap gerak–gerik mereka. Entah mengapa pria itu setia berada di balik pohon dan menatap Zia dengan tatapan yang selama ini hanya ia berikan kepada istri tercintanya.
‘Maafkan aku sayang, aku tidak bisa membohongi perasaanku,’ batin pria itu.
“Aku membencimu, pergilah!” usir Zia dengan menatap penuh benci.
“Aku mencintaimu,” ucap Jonas mengindahkan ucap Zia yang pasti melukai perasaannya.
“Cihh, mencintaiku katamu! Apa aku tidak salah dengar? Sadarlah Jonas kau yang membuangku! Apa kau tak ingat!” pekik Zia lagi tanpa memedulikan tatapan orang kepadanya, air matanya sukses mengalir.
Sekuat tenaga Jonas mengepal tangannya, runtuh sudah, ia tidak bisa menahannya lagi.
“Lepaskan aku!” pekik Zia memukul bahu Jonas yang kini tengah memeluk tubuhnya erat-erat.
“Maafkan aku, aku mencintaimu, aku tidak pernah membuangmu,” ucap Jonas lirih diiringi dengan sebulir kristal bening meluncur dari kelopak matanya.
Sakit. Pedih. Menderita.
Jonas juga mengalami hal itu, sama yang dirasakan oleh Zia. Biarkan waktu yang mengungkapkan kebenaran di antara mereka.
***
Sudah Dua Minggu Zia kembali dari Palembang, dan kini hatinya semakin rapuh dengan keberadaan Jonas yang ternyata menjabat sebagai Direktur tempat ia bekerja dan sudah berjalan 4 hari.
Secara sepihak pula, Jonas mengalihkan Zia menjadi sekretaris barunya. Suka tidak suka, mau tidak mau, Zia harus menerima dengan lapang dada, dan itu berarti luka dalam hatinya akan kembali terbuka lebar.
Jam tujuh pagi kantor kembali dihebohkan dengan datangnya pria bertubuh tegap, memiliki wajah bak titisan Dewa, melangkahkan kakinya memasuki gedung dengan banyak mata kaum hawa yang menatap memuja ke arahnya. Bukan pria sombong, ia akan mengumbar senyum dan bukan memberikan tatapan dingin memang pria yang baik bukan.
Jas biru gelap dengan celana yang senada serta dasi pemberian kekasih hatinya dulu membuat ia semakin menarik untuk di pandang mata.
Lift terbuka ia kembali melangkahkan kakinya, banyak karyawan yang menatap hormat dan menundukkan kepala.
"Pagi Zia?" sapa pria itu setelah berdiri di depan sebuah meja dengan Zia yang lagi sibuk menatap layak komputernya.
Zia dengan spontan berdiri dan menundukkan kepalanya. "Pagi Pak," balas Zia tanpa menatap atasannya itu.
Tangan Jonas bergerak mengusap pelan rambut Zia agar tidak berantakan. "Pagi ini kamu sangat cantik," ucap Jonas dan berlalu masuk ke dalam ruangannya yang bertuliskan Ruang Direktur.
Deg
Tidak bisa dipungkiri, jantung Zia masih berdetak cepat dengan perlakuan yang diberikan Jonas, bagaimanapun dulu Zia pernah sangat mencintai Jonas sepenuh hati.
'Mengapa kau kembali,' gumam Zia menatap lekat ruangan di hadapannya dengan tatapan nanar.
***
Drett drett
"Hallo?”
"Ini saya.”
"Ada apa Pak?" tanya Zia sopan namun sebenarnya sangat malas untuk menyahut.
"Ke ruangan saya segera!" Panggilan langsung terputus. Zia menggerutu kesal, berdiri dari posisi duduk lalu melangkahkan kaki menuju ruangan di di depannya.
Tok tok
"Masuk," sahut suara maskulin pria itu dari dalam.
"Ada apa Pak?" tanya Zia menatap lekat atasannya itu.
"Nanti kamu temani saya makan siang," ucap Jonas santai tanpa melihat sedikit pun ke arah Zia yang kini tengah memasang wajah kesal.
"Saya tidak bisa pak," tolak Zia halus, Jonas mendongakkan wajahnya dan menatap intens Zia membuat detak jantungnya berdetak cepat.
"Kenapa?" tanyanya lembut.
"Saya sudah ada janji dengan Keyla Pak," jawab Zia asal, siapa coba yang mau makan bareng sama orang yang pernah nyakitin hati kita.
"Tadi saya sudah tanya Keyla dan katanya dia tidak ada janji mau makan siang sama kamu," ucap Jonas santai membuat Zia membuatkan mata lebar-lebar. Sekakmat.
"Kenapa Bapak jadi seenaknya seperti ini," ucap Zia kesal namun juga menahan malu karena ketahuan berbohong.
"Maaf, tapi saya tidak berniat seenaknya Zia. Saya cuma gak mau ada penolakan," ucap Jonas tegas dan semakin lekat menatap wajah wanita yang ia cintai.
"Tetap saja saya tidak bisa pak, maaf."
Ketika Zia ingin menyentuh gagang pintu, namun kedua lengan kekar memeluk pinggangnya dengan posesif membuat Zia harus menarik nafas panjang.
'Sabar,' gumamnya dalam hati.
Zia berbalik dan melepaskan tangan Jonas pelan lalu menatap lembut mata biru itu.
Percuma mau mengeras juga tidak ada gunanya bagi Zia, dia akan tetap kalah, lebih baik menurut daripada menghabiskan tenaga.
"Baiklah, nanti kita makan bareng ya Jonas," ucap Zia lembut, lalu tanpa disangka-sangka Zia, Jonas mencium keningnya lembut lalu menarik tubuhnya hingga bertabrakan dengan dada bidang milik pria itu.
"Aku mencintaimu masih sama seperti dulu, gak pernah berubah," bisik Jonas pelan, namun mampu membuat detak jantung mereka berdua berpacu dua kali lipat lebih cepat.
Bersambung...
