Bab 13 Hanya Tempat Persinggahan
Setelah seharian Jonas menghabiskan pekerjaan dengan pikiran yang berkecamuk, membuat tubuhnya menjadi lemah.
Malam ini Jonas akan menjelaskan bagaimana ke depannya jalan pernikahan di antara Jonas dan Zia.
Jam tangan Jonas sudah menunjukkan pukul 7 malam, Jonas segera membereskan berkas-berkas yang berserakan di atas mejanya.
Jonas melangkahkan kakinya gontai keluar dari raungannya.
“Udah siap Jo?” tanya Zia yang tampaknya sudah menunggu kedatangan Jonas sadari tadi.
Jonas melangkah mendekat lalu mengusap rambut Zia dengan lembut.
“Kamu mau kita bicara di mana?” tanya Jonas lirih.
“Di mobil kamu aja ya? Aku tahu kamu pasti lelah,” ucap Zia sambil mengelus pelan lengan Jonas.
Tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang mengamati gerak-gerik mereka dengan tatapan terluka.
“Ayo?” ajak Jonas lalu menarik lembut tangan Zia mengikuti langkah kakinya yang cukup lebar.
Setibanya di dalam mobil, suasana benar-benar hening, mata keduanya saling bertatapan satu sama lain dalam kurun waktu yang cukup lama.
“Jadi kamu maunya setelah kita menikah nanti bagaimana?” tanya Jonas membuka suara dengan menatap lekat manik mata Zia.
“Kamu maunya kayak mana?” tanya Zia balik dengan seulas senyuman yang tercetak jelas pada wajahnya.
“Kamu kok malah tanya balik, aku ikut aja sama kamu, kalau kamu mau kayak gini atau gitu, ya aku terima,” balas Jonas santai namun tidak dengan hatinya.
“Itu namanya gak adil,” balas Zia dengan mengerucutkan bibirnya.
“Minta di cium El tuh bibir,” ucap Jonas yang langsung dihadiahi pukulan kecil oleh Zia di lengannya.
“Mana aku izinin kamu cium aku sebelum nikah,” balas Zia yang langsung membuat Jonas tersenyum lebar.
“Jadi aku boleh cium kamu setelah kita nikah gitu?” ucap Jonas dengan mengerlingkan sebelah matanya dengan nakal.
Zia membelalakkan mata, ingin rasanya Zia memukul mulutnya yang sudah berkata sembarangan.
“Eh maksud aku. Ya mungkin,” balas Zia dengan memalingkan wajahnya.
“Hm, syukurlah kalau boleh,” balas Jonas santai, namun hal itu semakin membuat jantung Zia berdebar tidak menentu.
“Oke, kita kembali ke topik El, jadi kamu mau setelah kita menikah kayak mana?” tanya Jonas dengan menggenggam era jemari Zia.
Zia kembali mengalihkan pandangannya menatap Jonas. “Aku ikut kamu aja,” jawab Zia cepat.
“Kalau kita nikah kayak pasangan biasa lainnya kayak mana? Kamu setuju atau enggak?” ucapan Jonas dengan tenang dan semakin mengeratkan genggamannya pada jemari Zia.
Zia diam sejenak, lalu kedua bola matanya menatap lekat manik mata Jonas yang juga menatapnya dengan lekat.
“Kayaknya aku belum bisa Jo,” balas Zia lirih.
Genggaman Jonas yang awalnya begitu erat kini mulai mengendur.
“Jadi kamu mau kita bikin perjanjian gitu ya?” tanya Jonas dengan tatapan sendu.
“Enggak,” sahut Zia dengan cepat.
“Jadi?” ucap Jonas dengan dahi berkerut.
“Begini, setelah kita menikah kita bisa ngejalanin pernikahan yang sesungguhnya, tapi aku belum siap berhubungan yang lebih sama kamu Jo, aku harap kamu bisa mengerti ya?” ucap Zia pelan dengan mengeratkan tangannya di dalam genggaman Jonas.
Jonas menarik seulas senyuman lalu ia menarik tangannya dengan lembut membuat Zia membulatkan matanya lebar-lebar, namun sedetik kemudian Zia dapat kembali tersenyum ketika tangan Jonas beralih mengusap rambutnya.
“Aku kira kamu bakal bikin pernikahan kontak gitu sama aku El, kalau sempat itu terjadi malang banget nasib aku,” ucap Jonas diiringi kekehan kecil.
“Haha, gak mungkin. Emang kita lagi di drama-drama gitu, kita ini di dunia nyata Jonas,” balas Zia dengan ikut tertawa kecil.
“Syukurlah kamu masih waras,” ucap Jonas yang langsung dihadiahi jitakan pelan di kepalanya.
Belum sempat Zia membuka mulutnya tiba-tiba saja Zia melihat beberapa orang tidak dikenal membawa kayu dan memukul mobil Jonas.
Brak
Zia terpekik nyaring lalu memeluk tubuh Jonas erat-erat.
“Keluar!” pekik seseorang dari luar mobil Lamborghini hitam milik Jonas.
Zia menatap Jonas penuh ketakutan. “Jangan tinggalin aku Jo,” ucap Zia lirih dengan linangan air mata.
“Kamu tunggu di dalam biar aku yang bereskan,” ucap Jonas lalu mengelus pelan bahu Zia yang bergetar hebat.
“Aku takut Jo.”
Jonas menghapus pelan air mata Zia menggunakan ibu jarinya.
“Cepat keluar!” pekik pria bertubuh besar di depan mobil milik Jonas.
Jonas membuka pintu mobilnya secara kasar dan tidak lupa ia mengunci mobilnya sebelum meninggalkan Zia yang berada di dalamnya.
“Kalian siapa?” tanya Jonas lantang dengan menarik lengan bajunya hingga ke siku.
“Kau tidak perlu tahu, yang jelas kau harus mati hari ini,” pekik pria yang wajahnya tertutupi oleh masker hitam.
Bugh
Dalam satu pukulan Jonas bisa melumpuhkan satu di antara sepuluh orang yang kini tengah memojokkannya.
“Kalian disuruh siapa? Saya bisa membayar kalian lebih mahal,” ucap Jonas dengan tenang.
Jonas kembali di serang, sekitar 20 menit Jonas baru bisa melumpuhkan mereka semua, dan semuanya tidak berjalan lancar, lengan dan di bagian perut Jonas terdapat luka yang cukup dalam akibat terkena pisau si pelaku.
“Pergilah!” pekik Jonas nyaring membuat semua pria-pria bertubuh tegap itu lari sekencang-kencangnya.
Disisi lain, seorang pria tengah mengumpat kesal karena rencana gagal.
***
Zia tidak bisa menghentikan tangisannya walaupun Jonas telah mendapatkan penanganan Dokter.
Jonas terus berkata ‘aku baik-baik saja’, namun Zia tetap saja menangis dan memeluk tubuh Jonas erat-erat.
“Maaf Jo,” ucap Zia parau.
Jonas mengelus rambut Zia pelan dan sesekali mengecupinya. “Aku gak apa-apa kok El,”
Bukannya mereda setelah mendengar jawaban Jonas, Zia malah semakin terisak.
“Aku gak tau siapa yang berniat mencelakai kamu,” ucap Zia pelan setelah dapat meredakan tangisannya yang berlangsung sekitar 20 menit lamanya.
“Udah gak apa-apa. Lagian aku juga baik-baik aja kok,” ucap Jonas dengan tersenyum tulus.
Kini Zia menatap horor ke arah Jonas lalu memukul pelan dada bidangnya, sehingga membuat sang empunya meringis kesakitan.
“Masih bisa bilang baik-baik aja, ini lengan sama perut hampir robek,” sungut Zia sambil menunjuk lengan dan perut Jonas.
Jonas hanya mampu tersenyum menanggapi sikap Zia saat ini, paling tidak wanita di hadapannya ini masih mengkhawatirkannya.
“Dasar gak jelas, orang marah, kamu malah senyum-senyum gak jelas,” balas Zia dengan mencabik bibirnya.
“Haha, habis kamu cantik kalau marah,” goda Jonas dengan memainkan sebelah matanya.
“Kamu mah, sakit aja masih bisa gombal,” gerutu Zia kesal.
“Haha.”
“Udah kamu istirahat, aku bakal di sini jagain kamu,” ucap Zia dengan tampang seriusnya.
“Sip Nyonya Grayson!” Zia hanya mampu tersenyum menanggapi tingkah laku nyebelin Jonas yang sudah masuk ke taraf akut.
“Kamu gak mandi?” tanya Jonas setelah Zia menyelimuti tubuh Jonas hingga batas dada.
“Gak bawa baju ganti,” balas Zia cepat.
“Pakai baju aku aja dulu El,” ucap Jonas santai.
“Eh, baju kamu lalu aku pakai dalam kamu juga gitu?” balas Zia dengan tertawa lebar.
“Terserah kamu, kalau kamu merasa nyaman, ya pakai aja,” balas Jonas dengan tampang tidak berdosanya.
Zia mendengus kesal, Jonas memang selalu menang kalau masalah berdebat dengannya.
“Ya udah, aku pinjam baju kamu, handuk, sama peralatan mandi kamu ya?” ucap Zia sambil mengingat-ingat apa saja yang ia butuhkan.
“Iya, pakai aja sesuka kamu.”
Zia beranjak dari tempatnya dan tidak lupa mengambil satu kemeja biru milik Jonas serta celana pendek selutut lalu masuk ke dalam kamar mandi.
Sekitar sepuluh menit Zia berada di dalam kamar mandi, namun Jonas belum juga dapat memejamkan matanya.
Pintu kamar mandi terbuka. Jonas mengalihkan pandangannya dan menatap Zia yang kini melangkah mendekat ke arahnya dengan kemeja kebesaran miliknya.
“Cantik,” ucap Jonas dengan senyum mengembang setelah Zia berdiri tepat di hadapan Jonas.
“Haha, kamu ini udah sakit kerjaannya gombalin orang terus, kenapa belum tidur?” tanya Zia dengan mengambil duduk sisi ranjang.
“Nunggu kamu,” jawab Jonas polos dengan mata berbinar.
Belum sempat Zia membuka suara, nada dering Michael Buble Lost menggema nyaring di ruangan yang cukup luas itu.
Zia menatap Jonas sejenak lalu beranjak dari tempatnya lalu meronggoh isi tasnya. Betapa terkejutnya Zia ketika melihat nama yang tertera di layar ponselnya.
Zia mengedarkan pandangannya menatap Jonas. “Aku angkat telepon dulu bentar ya?”
Sebelum menerima jawaban dari Jonas, Zia sudah lebih dulu melangkahkan kakinya keluar dari kamar Jonas.
“Halo?” ucap Zia setelah menggeser tombol hijau dilayar ponselnya.
“Kok lama kali ngangkat teleponku. Kamu berubah banget ya Zia, padahal katanya dulu kamu bakalan cinta sama aku selamanya, tapi sekarang kamu malah kayak gini,” ucap Davas pelan namun dapat membuat setetes kristal bening meluncur bebas dari sudut mata Zia saat ini.
“Maaf, aku enggak dengar kalau ada yang telepon,” ucap Zia dengan suara serak.
“Aku mencintaimu, kumohon kembalilah padaku Zia. Hubungan kami sudah lama berakhir dan aku akan menceraikannya,” ucap Davas tegas membuat Zia mengeleng-gelengkan kepalanya namun pastinya tidak terlihat oleh Davas saat ini.
“Jangan! Aku akan tetap menikah dengan Jonas, bahagialah bersama Jenny,” balas Zia lirih dengan mata berkabut.
“Aku gak mau. Aku mohon Zia kembalilah padaku, aku sangat mencintaimu, kalau aku tidak bisa memilikimu, maka Jonas juga tidak bisa memilikimu,” ucap Davas penuh penekanan.
“Davas!”
Zia menjauhkan ponsel dari telinganya lalu menekan tombol merah dengan segera.
Seketika itu juga tubuh Zia merosot ke bawah dengan tangan kanan menepuk dadanya kuat-kuat.
“Aku mencintamu Davas,” ucap Zia lirih dengan menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Tanpa disadari Zia sadari tadi Jonas memperhatikan gerak-geriknya.
Bersambung...
