Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 12 Apa? pernikahan Kontrak

Bertahan dengan posisi disaat yang seperti ini bagi Z Bab ia bukanlah pilihan yang muda.

Bertahan atau melepaskan. Dua pilihan yang berat untuk Zia pilih.

Bertahan artinya lebih memilih merasakan sakit yang entah kapan berakhir, Sedangkan melepaskan artinya lebih memilih meninggalkan sesuatu yang sangat sulit untuk tinggalkan dan berakhir melukai perasaan sendiri yang entah bisa disembuhkan atau tidak.

“Sayang?” panggil Davas pelan sambil mengelus rambut Zia dengan penuh kelembutan.

Zia menatap nanar ke arah Davas lalu ia tersenyum. “Aku mencintaimu,” ucap Zia pelan dengan membelai pipi Davas dengan lembut.

“Aku juga mencintaimu,” balas Davas lalu mengecup singkat kening Zia.

“Kita pisah aja,” ucap Zia pelan, membuat Davas membulatkan matanya lebar-lebar lalu menatap Zia dengan tajam.

“Maksud kamu?” tanya Davas berusaha dengan nada yang lembut.

“Kita akhiri aja hubungan ini. Aku udah cukup bahagia bisa bersama kamu selama setahun ini,” ucap Zia dengan mata berkabut.

“Zia?” panggil Davas lirih dengan mata terpejam.

“Maaf,” ucap Zia pelan dengan kepala tertunduk.

“Aku mencintaimu Zia, kumohon tetap lah bersamaku,” pinta Davas dengan menggenggam erat tangan Zia.

Setetes kristal bening meluncur bebas dari kelopak mata Zia, pandangannya berkabut, rasanya sungguh sangat menyakitkan.

“Seharusnya sadari awal aku harus menghapus rasa cintaku sama kamu, ini semua salah, tapi aku egois hingga membuat banyak orang terluka, maafkan aku Davas,” ucap Zia lantang dengan menatap lekat manik mata Davas yang kini tampak berkabut.

Davas menggelengkan kepalanya berulang-ulang kali, ini semua tidak benar, dirinya sangat mencintai Zia.

“Maaf, orang tuaku sudah menjodohkanku dengan pria pilihan mereka, sebaiknya kita berpisah saja,” ucap Zia dengan menghapus air matanya secara kasar.

Davas menatap Zia tidak percaya, wanita di hadapannya ini mencampakkannya begitu saja.

“Kamu bercanda?” tanya Davas lembut dengan tatapan menuntut penjelasan.

Zia kembali menghapus air matanya, lalu sorot matanya berubah menjadi serius.

“Maaf, aku tidak pernah memberitahu hubungan kita dengan keluargaku, dan kamu juga tahu, kan? Aku dijodohkan, dan aku tidak berbohong, semua benar adanya, aku ingin memberitahumu tapi aku gak sanggup,” ucap Zia tegas dan tanpa keraguan dalam mengucapkan kata-kata yang tentunya membuat hati Davas hancur berkeping-keping.

Davas menarik nafasnya dalam-dalam lalu menatap lekat manik mata Zia cukup lama.

“Aku gak menyangka kalian wanita sesuka hatinya saja menyakiti perasaan seseorang, ketika seseorang itu sudah begitu mencintai kalian lalu kalian dengan mudahnya mencampakkan kami begitu saja,” ucap Davas sambil tertawa hambar.

“Maaf.” Zia mencium sekilas pipi Davas lalu meninggalkannya begitu saja.

Setetes kristal bening meluncur bebas dari kelopak mata Davas, bahkan kini ia menepuk dadanya kuat-kuat dengan mata terpejam, dua kali ia merasakan pahitnya cinta.

Lima hari berlalu, semuanya berlalu begitu saja. Di mana Davas menganggap Zia seperti tidak saling memiliki hubungan lebih dan hanya sekedar atasan dan bawah, begitu pula sebaliknya.

“Zia?”

Zia mendongakkan wajahnya yang langsung bertatapan dengan mata biru milik Jonas.

“Hari ini kita lihat gaun kamu ya?” ucap Jonas dengan menarik seulas senyuman.

Zia kembali mengingat di mana semua ini bermula.

Setelah dua hari kejadian itu Zia baru bisa kembali melakukan aktivitasnya seperti biasa. Tentu saja berpisah dari Davas membuat setengah hati Zia menjadi mati rasa.

Hari ini, tepat Zia harus bertemu dengan calon suaminya.

Zia sudah menunggu cukup lama di kafe yang sudah ditentukan, membuat Zia benar-benar berada dititik jenuh hingga tiba-tiba saja ada sebuah tangan yang menepuk bahunya pelan.

Zia mendongakkan wajahnya lalu menatap kaget pria di hadapannya kini.

“Zia, kamu kenapa bisa ada di meja ini?” tanya pria itu dengan tatapan yang tidak kalah terkejut.

“Jonas?”

“Hm, kamu kenapa bisa di sini?” tanya Jonas lagi.

“Aku sedang menunggu seseorang,” jawab Zia cepat dengan wajah tertekuk.

“Zia, k...amu, wanita itu?” tanya Jonas dengan dahi berkerut.

“Maksudnya?” tanya Zia balik karena merasa tidak paham akan arah bicara Jonas saat ini.

“Wanita yang dijodohkan denganku,” ucap Jonas dengan mata membulat sempurna.

“Jadi, kamu pria itu?” tanya Zia dengan mulut sedikit terbuka.

Keduanya sama-sama terdiam.

“Dunia ini sempit banget ya?” ucap mereka kompak, sehingga membuat mereka tidak bisa menahan tawa yang akhirnya pecah begitu saja.

“Duduk!” perintah Zia kaku, membuat Jonas terkekeh geli melihat tingkah laku Zia saat ini.

Cukup lama mereka memilih bungkam satu sama lain, hingga akhirnya Jonas membuka suara.

“Pantasan mama bilang kalau aku gak bakal nolak calon wanita pilihannya kali ini,” ucap Jonas dengan menatap lurus manik mata Zia yang kini juga tengah menatapnya.

“Mama juga bilang gitu sama aku,” sahut Zia sambil terkekeh.

“Haha, tenang aja Zia, aku tahu kok kamu pacaran sama Davas. Aku gak mungkin melukai perasaan kamu, nanti aku bakal bilang sama mama kalau aku menolak perjodohan kita,” ucap Jonas lembut namun tidak dengan hatinya saat ini yang terpecah belah.

Zia tersenyum miring, Zia tahu betul Jonas masih begitu mencintainya, sangat. Walaupun hatinya dulu pernah terluka gara-gara Jonas, namun tidak bisa dipungkiri Zia, ia masih menyayangi pria di hadapannya ini.

“Tidak, aku nerima kok perjodohan kita.”

***

Rasanya Zia saat ini ingin berteriak ‘aku lelah,’ namun ia tidak ingin melukai perasaan pria yang kini tengah asik mengemudikan mobil yang mereka naiki.

“Jonas?”

“Hm.”

“Kamu gak capek?” tanya Zia membuat Jonas menatap Zia sekilas sebelum kembali menatap lurus ke depan.

“Capek El,” jawab Jonas cepat dengan memejamkan matanya sejenak.

“Jangan panggil aku seperti itu Jo, aku gak suka,” protes Zia dengan mengerucutkan bibirnya.

“Biarkan aku memanggilmu dengan sebutan itulah Zia, bukankah sebentar lagi aku akan menjadi suamimu? Tenang saja aku gak bakal nuntut apa-apa dari kamu asalkan biarkan aku panggil kamu dengan sebutan El, oke?” ucap Jonas lembut membuat Zia hanya mampu menganggukkan kepalanya.

“Aku gak bisa lihat kamu ngangguk atau enggak Zi,” ucap Jonas kesal membuat Zia terkekeh geli melihat tingkah laku Jonas saat ini.

“Iya,” jawab Zia cepat.

“Tante aku gak suka sama baju Zia, kok punggungnya terekspos gitu. Tolong dong Tante buat yang tertutup dikit,” protes Jonas dengan menunjuk punggung Zia yang terpampang jelas di pandang mata.

“Ih, apa-apaan sih Jo. Aku suka baju ini, kamu kan tahu impian aku mau nikah pakai baju yang kayak gini,” ucap Zia dengan kesal.

Jonas menghembuskan nafasnya secara kasar. “Ya udah Tante, baju ini aja.”

Tante Ros selaku pemilik butik, teman akrab mama kedua pasangan ini hanya mampu tersenyum melihat perdebatan kecil di antara keduanya.

“Ya udah, nanti tante tambahin lagi pernak-perniknya biar tekesan mewah gitu,” ucap Ros semangat membuat Zia mengangguk cepat.

Sekitar 20 menit Zia berganti pakaian, dan kini sudah kembali mengenakan baju kerjanya.

“Maaf Jo jadi buat kamu nunggu lama,” ucap Zia setelah menampakkan dirinya di hadapan Jonas yang tengah asik duduk di sofa dengan memejamkan matanya.

Jonas membuka matanya dan menatap Zia lembut.

“Gak papa kok, kamu kan tahu aku siap nunggu kamu sampai kapan pun,” ucap Jonas dengan mengedipkan sebelah matanya.

“Gombal,” balas Zia sambil memutar bola matanya dengan malas.

“Ayo?” Jonas menggenggam erat tangan Zia hingga sampai di parkiran lalu dengan semangat ia membukakan pintu mobil, lalu menyuruh Zia masuk.

“El?”

“Hm?”

“Kamu yakin udah gak ada hubungan apa-apa lagi sama bos kita?” ucap Jonas dengan hati-hati.

Zia menatap ke arah Jonas yang tengah asik mengemudikan mobilnya membela jalanan yang cukup lenggang untuk dilalui.

“Yakin Jo, kamu gak percaya sama aku?” tanya Zia dengan menatap wajah Jonas penuh keseriusan.

“Percaya. Aku cuma gak mau kamu nyesal aja nantinya El setelah menikah sama aku,” balas Jonas lirih dengan memejamkan matanya sejenak.

“Maaf ya Jo. Aku gak mau bohong sama kamu aku memang masih mencintai Davas, dan kuharap kamu bisa mengerti,” ucap Zia lembut.

“Aku ngerti kok. Aku harap kamu pikirkan lagi keputusan kamu untuk menikah sama aku, aku gak mau kamu nantinya nyesel El,” balas Jonas dengan berusaha tenang.

“Aku ngambil keputusan ini gak gampang Jo, aku harap kamu jangan berbicara seperti ini lagi. Apapun yang terjadi aku akan tetap menikah sama kamu,” ucap Zia dengan beralih menggenggam tangan kiri Jonas yang kosong.

Seulas senyuman tertarik jelas di wajah tampan Jonas, ditambah dengan lesung pipinya yang terlihat sangat jelas.

“Sampai!” ucap Jonas setelah mobil Lamborghini hitam miliknya terparkir indah di depan rumah Zia.

“Jo mau mampir dulu gak?” tawar Zia dengan menatap lurus manik mata Jonas.

“Nawarinnya gitu banget.”

“Maaf,” balas Zia dengan tertawa pelan.

“Gak usah aja El, kamu cepat mandi sana, aku gak tahan cium bau keringat kamu,” ucap Jonas santai namun berbeda dengan Zia yang kini tengah menatap Jonas dengan geram.

“Kamu juga bau,” balas Zia ketus.

“Hm.”

“Nyebelin!” sungut Zia dengan memukul pelan bahu Jonas.

“Maaf El, udah sana masuk, aku mau pulang, gerah banget, titip salam buat orang rumah ya?” ucap Jonas sambil mengusap pelan rambut Zia.

“Hm.”

***

Drrt drrt

“Halo?” ucap Zia cepat setelah menggeser tombol hijau dilayar ponselnya.

“Aku udah di depan nih,” balas suara pria dengan lembut.

“Hm, sabar ya?” balas Zia lembut dengan memakai sepatunya lebih cepat.

Sekitar lima menit, Zia barus selesai bersiap-siap. Zia melangkahkan kakinya lebar-lebar menuruni anak tangga.

“Zia?”

Zia mengalihkan pandangannya dan mendapati wanita paru baya yang kini tengah menatapnya.

“Ada apa Ma?” tanya Zia lembut.

“Makan dulu,” ucap Clara, mama Zia dengan lembut.

“Gak usah Ma, nanti Zia makan di kantor aja bareng Jonas,” balas Zia cepat dan segera menyalami Clara.

“Zia berangkat Ma.”

Tampak dari sini, Zia bisa melihat seorang pria tengah menyenderkan tubuhnya di depan mobil dengan kedua tangannya berada di dalam saku celana, keren.

“Jo?”

“Eh, udah siap El?”

Zia tersenyum lalu menganggukkan kepalanya dengan cepat.

“Ayo?”

Selama di perjalanan hanya lagu Michael Buble yang terdengar, mereka memilih diam dengan menatap lurus ke depan.

“Jo?” panggil Zia pelan.

“Ada apa El?” tanya Jonas cepat tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan.

“Nanti ketika kita menikah apa kita akan membuat semacam kontrak gitu?” tanya Zia lembut.

Damn, pertanyaan yang benar-benar menohok hati seorang Jonas.

Bersambung...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel