Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 14 Hati yang Terus Terluka

Hari berlalu begitu cepat, dan hari itu pun tiba. Di mana Zia sudah sekitar sepuluh jam berdiri di atas pelaminan dengan tidak henti-hentinya mengumbar senyuman terutama pria yang berdiri tepat di sisi Zia.

“Jonas?” panggil Zia pelan dengan menarik ujung baju milik suaminya.

“Ada apa El?” tanya Jonas dengan mengalihkan pandangannya menatap Zia.

“Kaki aku pegal, kapan acaranya selesai aku pengen cepat istirahat,” rengek Zia dengan menatap nanar ke arah kakinya yang tertutupi oleh gaun putih yang begitu anggun ia kenakan, di mana pernak-pernik mutiara menjadi sorot utama dari gaun yang ia kenakan, ditambah lagi dengan perhiasan turun-temurun dari keluarga Jonas membuat Zia malam ini terlihat bersinar.

Tanpa sungkan-sungkan Jonas menekuk kakinya dan sedikit menyibak gaun panjang Zia lalu mengurut kaki istrinya secara perlahan.

Zia membulatkan matanya lebar-lebar, yang benar saja kini Jonas memijat kakinya dan banyak mata yang menatap ke arah mereka saat ini.

“Jo apa yang kamu lakukan!” ucap Zia dengan sedikit menggoyangkan kakinya.

“Diamlah, katanya cepek, biar aku pijat sebentar,” ucap Jonas tegas membuat Zia hanya mampu diam, namun sebenarnya ia juga menikmati pijatan Jonas pada kakinya.

Zia memejamkan matanya sejenak dan membiarkan pandangan orang yang seperti mengatainya wanita tidak tahu malu, tidak tahu diri, dan sebagainya.

“Hm.”

Zia membuka matanya lebar-lebar setelah mendengar deheman itu, rasanya suara itu tidak asing lagi di telinga Zia.

Dan benar saja ketika kedua mata Zia terbuka, betapa kagetnya Zia melihat Davas berdiri di depannya bersama Jenny.

“Jo, hentikan!” ucap Zia sambil menarik sedikit bahu Jonas yang sepertinya masih terlalu asik memijat kaki Zia.

Jonas mendongakkan wajahnya dan menatap Zia ‘ada apa?’

Mata Zia bergerak, seakan menunjukkan ada seseorang di hadapan mereka. Untung saja Jonas orang yang sangat peka, dengan cepat Jonas mendongakkan wajahnya dan mendapati Bosnya dan seorang wanita.

Jonas menegakkan tubuhnya lalu tidak lupa membantu Zia berdiri karena gaun yang digunakan Zia saat ini cukup berat.

“Selamat ya,” ucap Jenny dengan senyum mengembang.

Jonas tersenyum sedangkan Zia malah menampakkan wajah kesalnya.

Ketika Davas menggenggam tangan Zia dengan cepat Davas mencondongkan tubuhnya.

“Aku tunggu kabar buruk dari pernikahan kalian, dan pada saat itu kembalilah padaku,” bisik Davas pelan.

Tubuh Zia menegang dan seketika itu juga tangannya bergerak cepat menggenggam tangan besar milik Jonas.

Jonas menatap Davas dengan tatapan membunuh dan sedikit mendorong tubuh Davas agar menjauh dari istrinya.

Sedangkan Jenny dengan sekuat tenaga menarik tangan Davas untuk menjauh.

Setelah kepergian Davas dan istrinya, Zia masih diam pada posisinya dengan tatapan kosong.

“El kamu gak apa-apa?” tanya Jonas dengan menarik tangan Zia pelan.

Zia mengerjapkan matanya berulang-ulang kali lalu menatap suaminya dengan lembut.

“Enggak apa-apa kok Davas,” ucap Zia tanpa sadar.

Jonas mengerutkan dahinya hingga berlipat-lipat. “Davas?” tanya Jonas dengan menarik seulas senyuman untuk menutupi luka dihatinya.

Zia tergagap, tidak tahu kata-kata apa yang harus ia ucapkan.

“Maaf,” ucap Zia dengan kepala tertunduk.

“Gak apa-apa,” balas Jonas cepat.

Akhirnya penderitaan mereka berdua berakhir juga setelah jam menunjukkan pukul 11 malam.

Zia merebahkan tubuhnya dengan nyaman di atas renjang empuk milik mereka.

Tiba-tiba saja Zia merasakan sesuatu menyentuh kakinya, dengan spontan Zia membuka matanya dan melihat Jonas yang tengah memijat kakinya perlahan.

“Em, suamiku ini perhatian banget, jadi sayang,” ucap Zia dengan nada manja.

“Haha, sama aku juga makin cinta,” balas Jonas dengan menghentikan pijatannya dan berbaring tepat di samping Zia.

“Capek ya?” tambah Jonas dengan menatap lekat wajah Zia yang jaraknya sangat dekat dengan dirinya saat ini.

“Hm.”

“Gak ganti baju?” tanya Jonas dengan merapikan anak rambut Zia yang berantakan.

“Males, tidur kayak gini aja lah,” jawab Zia cepat dengan memijat pelipis matanya perlahan.

“Jorok, ganti baju lah!” ucap Jonas dengan menggoyangkan bahu Zia pelan namun secara berulang-ulang kali.

Zia membuka matanya lalu menatap Jonas kesal.

“Kamu mah mesum. Kamu pengen lihat aku pakai lingerie kan! Aku malas pakai baju tipis itu, yang ada nanti aku masuk angin,” ucap Zia dengan memutar bola matanya malas.

“Haha, tenang aja Zia aku gak bakal tergoda, lagian aku udah sering kok liat tubuh wanita tanpa busana, dan aku biasa aja,” balas Jonas santai namun berbanding terbalik dengan Zia yang kini membulatkan matanya lebar-lebar.

Zia menegakkan tubuhnya dan langsung berlalu menuju toilet dan tidak lupa mengambil baju tipis yang sudah disiapkan oleh mama mertuanya.

Sekitar 10 menit Zia baru menampakkan batang hidungnya dengan wajah yang sudah bersih dari sentuhan make up.

Zia tidak memedulikan tatapan Jonas saat ini padanya. Entah mengapa Zia merasa kesal ketika suaminya ini berkata sudah terbiasa melihat wanita tanpa busana dan tidak akan tergoda melihat tubuhnya, menyebalkan.

Zia merebahkan tubuhnya lalu menarik selimut hingga dada lalu memiringkan tubuhnya sehingga posisinya kini memunggungi Jonas.

“Aku ganti baju dulu ya,” bisik Jonas lalu mengecup puncak kepala Zia dengan lembut.

Jonas sudah menghilang dibalik pintu kamar mandi.

“Apa kita bisa bertahan dalam pernikahan ini Jo,” ucap Zia lirih lalu memejamkan matanya rapat-rapat.

***

Zia mengerjapkan matanya perlahan, mencoba menyesuaikan dengan cahaya yang masuk ke dalam retina matanya.

Kini Zia dapat merasakan sesuatu yang berat melingkar di atas perutnya, tak perlu Zia lihat lagi, dia sudah pasti tahu.

Zia mengangkat tangan Jonas perlahan lalu beranjak menuju kamar mandi.

Hanya butuh waktu 10 menit bagi Zia untuk membersihkan diri. Kini Zia tengah sibuk menatap pantulan dirinya dari kaca berukuran besar dikamar Jonas.

Lagi-lagi Zia mengatakan kata perfect untuk penampilannya pagi ini, dres biru laut selutut tanpa lengan, sederhana tetapi terlihat menarik.

Zia melangkahkan kakinya mendekat ke arah seorang pria yang masih asik berada di bawah alam sadarnya dengan menggulung tubuhnya dibalik selimut tebal.

“Jo bangun!” ucap Zia dengan menyibak kasar selimut putih tebal yang menutupi tubuh Jonas.

Jonas menggeliat dengan kasar, membalikkan tubuhnya ke kiri dan ke kanan.

“Bangun Jo!” ucap Zia kesal melihat tingkah laku suaminya di pagi hari seperti ini.

“Bentar lagi El, aku masih belum kerja kok hari ini,” balas Jonas tanpa membuka matanya sama sekali, malah kedua tangannya mencoba menarik selimut kembali untuk menutupi tubuhnya.

“Kamu mah kayak kebo jam segini belum bangun!” gerutu Zia dengan menarik kembali selimut tebal yang menutupi tubuh Jonas untuk kedua kalinya.

Namun sepertinya Jonas masih enggan untuk bangun dari tidurnya. Tiba-tiba saja smirk jahil terpampang jelas dari wajah Zia saat ini.

Selang beberapa menit kemudian, Zia sudah memegang ponsel yang ditempelkan tepat ditelinga kirinya.

“Halo? Davas suami aku lagi tidur nih, kayaknya bakalan lama. Ayo kita bertemu,” ucap Zia lantang membuat Jonas langsung terbangun dari tidurnya.

Tanpa menunggu aba-aba, kini Jonas sudah berdiri tepat di belakang tubuh Zia yang tengah memunggunginya.

“Mau ke mana?” tanya Jonas lembut sambil memegang bahu Zia pelan.

Zia pura-pura memasang wajah terkejut lalu dengan cepat menaruh ponsel miliknya di atas meja yang berada tepat di hadapannya.

“Enggak kemana-mana, akhirnya kamu bangun juga,” ucap Zia dengan tersenyum penuh kemenangan.

“Maksud kamu?” tanya Jonas dengan kening berkerut.

“Enggak ada, cepat mandi sana, kamu bau,” ucap Zia dengan mendorong tubuh Jonas menjauh.

“Kamu mau ke mana?” tanya Jonas yang langsung membuat Zia menghentikan tindakan dorong-mendorongnya.

“Kamu penasaran banget,” ucap Zia memasang wajah kesalnya.

Jonas menatap Zia lekat-lekat, seakan mengisyaratkan bahwa ia terluka mendengar perkataan Zia barusan.

‘Aku ini suami kamu dan aku berhak tahu El’

“Maaf, aku gak akan tanya lagi kok,” ucap Jonas berbanding terbalik dengan isi hatinya.

Sebelum Jonas melangkahkan kakinya, tangan mungil Zia sudah lebih dulu mencekal lembut lengan Jonas, sehingga membuat Jonas kembali menatap Zia.

“Kamu itu jadi laki-laki kok pasrah banget,” ucap Zia kesal.

“Aku tau kamu gak suka sama orang yang posesif dan aku gak mau buat kamu jadi gak betah sama aku El,” ucap Jonas lirih dengan seulas senyuman di wajahnya.

Zia ikut tersenyum dengan menatap lekat manik mata Jonas.

“Hari ini aku di rumah aja kok nemanin kamu, tadi aku cuma ngerjain kamu aja, kamu sih susah dibangunin, makanya aku tadi aku pura-pura teleponan sama Davas,” ucap Zia tenang. Berbanding terbalik dengan Jonas yang hampir membuka lebar mulutnya.

“Ekspresi kamu kayak orang bego gitu Jo, haha,” tambah Zia lagi setelah melihat raut wajah Jonas saat ini.

Jonas yang seakan tersadar segera mengendalikan raut wajahnya.

“Kamu dari dulu kalau bercanda keterlaluan ya?” ucap Jonas dengan memanyunkan bibirnya.

“Maaf,” balas Zia dengan mengusap pelan rambut Jonas, seperti seorang ibu yang sedang mengusap rambut anaknya penuh kasih sayang.

“Udah mandi sana!” tambah Zia lagi dengan mendorong tubuh Jonas kembali.

***

“Kamu suka?” tanya Jonas yang memperhatikan gerak-gerik Zia yang sedang memperhatikan kalung dengan mata berbinar.

Ya, sekitar satu jam yang lalu Zia merengek-rengak meminta jalan-jalan ke Mall, di hari pertama mereka melakukan rutinitas sebagai sepasang suami-istri.

Dan alhasil Jonas dengan senang hati menuruti permintaan Zia, menemani wanita yang ia cintai berbelanja, dan pastinya akan menghabiskan waktu yang cukup lama hanya untuk mengelilingi seisi Mall.

“Enggak usah, kalung aku di rumah juga masih banyak,” ucap Zia yang kini sedang mengatur keuangannya.

“Ambil aja kalau mau, biar aku yang bayar El,” bisik Jonas pelan yang langsung membuat mata Zia berbinar-binar.

Setelah membeli kalung, Zia kembali menarik tangan Jonas mengikuti langkah kakinya entah ke mana.

“Zia?” panggil sebuah suara, membuat Zia dan Jonas menoleh ke asal suara.

Deg

“Davas?” panggil Zia dengan ekspresi terkejut.

“Bisa kita bicara sebentar?” ucap Davas lembut dengan menatap lekat manik mata Zia.

Jonas yang melihat adegan dramatis di hadapannya hanya mampu tersenyum miris, istrinya mencintai pria lain yang bukan suaminya, menyakitkan.

“Bicara di sini saja,” balas Zia lirih dengan menatap ekspresi terluka yang tercetak jelas di wajah Jonas saat ini.

“Ini tentang kita dan aku gak mau orang asing mendengarnya!” ucap Davas dengan penuh penekanan terutama dalam kata kita dan orang asing.

Davas mengalihkan pandangannya dengan menatap tajam ke arah Jonas yang hanya menampilkan wajah datarnya.

“Bisa saya membawa Zia sebentar?” ucap Davas dingin dengan tatapan menusuk menatap Jonas.

“Davas!” tegur Zia dengan menatap Davas tidak suka akan ucapannya barusan terhadap Jonas.

Davas mengalihkan pandangnya menatap Zia sendu dengan tatapan penuh harap.

“Jonas, tolong tinggalkan kami sebentar,” ucap Zia pada akhirnya. Membuat Jonas tersenyum getir lalu melangkahkan kakinya menjauh.

Bersambung...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel