Langit dan Bumi (1)
Aruna berjalan penuh semangat, menapaki kehidupan bangku sekolah menengah atas. Harapannya tidak banyak, hanya semoga kelak mendapat pekerjaan yang layak untuk mengubah kehidupan ekonominya. Ia sudah lelah dengan seluruh kekejaman kakek yang tak pernah menganggapnya sebagai cucu. Jika bukan karena kasih sayang ibu tiri dan ayahnya, ia mungkin sudah kabur ke tempat ternyamannya.
"Hei, murid pindahan! Minggir! Di sini bukan tempat orang miskin!" ujar Mawar, anak kepala desa yang suka merundung orang-orang yang menurutnya rendahan.
Aruna hanya terdiam lalu pergi dari bangku kantin sekolah yang sebenarnya diperuntukkan untuk semua murid, tidak ada batasan atau larangan berdasarkan kondisi sosial ekonominya.
"Mawar! Jangan keterlaluan!" bentak Rico, ia adalah anak salah satu pengusaha sembako yang sangat kaya di desa itu, keluarganya dikenal sebagai sosok terpandang dan sangat dermawan.
Mawar yang sejak dulu diam-diam mengagumi Rico hanya bisa berpasrah saat pria itu membentaknya di depan murid pindahan. Malu rasanya tak mampu dibendung, dengan wajah merah, ia memutuskan untuk beranjak dari tempat itu.
"Perkenalkan namaku Rico, siswa kelas XI IPA 1," ujar lelaki tampan, kaya dan populer di sekolah itu, senyumnya yang menawan membuat siapapun tak bisa menolak pesonanya terutama kaum hawa.
"Namaku Aruna, aku siswa kelas XI IPA 2," sahutnya sambil tersenyum kaku, ia adalah gadis yang dikenal jutek dan sangat susah bergaul dengan lawan jenis, tapi melihat kebaikan pria yang membelanya, ia tentu harus menurunkan egonya.
"Nama yang cantik," ujarnya sambil berlalu serta diikuti oleh teman-teman pria yang mulai meledeknya karena dianggap menggoda cewek pindahan.
"Run, kamu keren loh bisa menarik perhatian Rico," ucap Kinan, teman sebangku yang baru saja dikenalnya, Aruna baru seminggu bersekolah di SMA itu.
"Apa sih, biasa ajalah, mungkin cuman penasaran aja," jawab Aruna yang masih menyeruput es tehnya, ia nampak tak peduli dengan hal yang baru saja terjadi.
"Run, kamu harus hati-hati dengan Mawar. Dia itu tukang rundung, paling nggak suka liat cewek yang menurutnya lebih cantik daripada dia," celoteh Kinan sambil memakan bekal yang diberikan Aruna.
"Aku ini cuman anak kuli, apanya yang cantik, lebay deh kamu," balas Aruna sambil tertawa.
Kedua sahabat itu saling meledek kemudian bercanda tawa menanggapi hal yang baru saja terjadi. Mereka tidak menyadari jika sepasang mata tengah memperhatikan dari kejauhan, berniat untuk merusak persahabatan yang baru saja terjalin.
"Lihat saja kamu, dasar cewek miskin! Aku nggak akan diam saja saat melihatmu mengambil perhatian Rico!" ujar Mawar dengan tatapan tajam seolah mampu merobek setiap insan yang menghalangi tujuannya.
Di sisi lain, Rico tidak henti-hentinya mendapat ledekan dari teman-teman cowoknya.
"Cie, ada yang jatuh cinta nih? Biasanya diem aja kalau Mawar lagi sok berkuasa," ujar lelaki berambut keriting yang terus meledeknya.
"Apa sih, aku cuman kasihan ada cewek cantik digangguin Si Mawar yang sok cantik itu, heran nggak ada capek-capeknya ngirimin pesan tiap malam padahal nggak pernah ku bales!" ujar Rico yang sebenarnya geram dengan tingkah Mawar.
"Dia udah kegatelan kali dari dulu, bukannya emang suka sama kamu?" sahut cowok berkepala pelontos sambil asyik mengunyah permen karet.
"Entahlah, Aku nggak peduli, paling ilfil sama cewek sok berkuasa, sok cantik kayak Si Mawar. Heran dia nggak ada kapok-kapoknya ngerjain anak orang. Mentang-mentang kaya kali," ucap Rico sambil berjalan beriringan bersama teman-temannya.
****
"Arini, ayo berangkat, Papa uda siap tuh!" Teriak Bunda Anna memanggil anak perempuannya yang lelet dan suka datang terlambat.
"Ma, aku masih dandan, duluan aja, kasihan Papa nanti terlambat!" balas Arini dengan teriakan yang cukup membuat seisi rumah mendengarnya.
"Aku berangkat dulu ya sayang, biar si kembar aku antar sekalian," jawab Adrian, seorang dokter obgyn yang bekerja di salah satu rumah sakit terkemuka di Surabaya.
"Maaf sayang, aku sudah memperingatkan Arini agar bangun lebih pagi tapi dia sering mendengarkan musik hingga larut malam, akhirnya bangun selalu kesiangan," sahut Anna dengan sungkan, ia merasa kesabaran Adrian sudah cukup besar untuk menghadapi anaknya yang sangat manja.
Adrian hanya tersenyum lalu mencium kening istri tercintanya diikuti oleh si kembar yang mencium tangan sang ibu dengan penuh kasih sayang.
Beberapa menit kemudian, mobil yang dikendarai Adrian berjalan menjauh dari rumah yang baru saja mereka beli beberapa bulan yang lalu.
"Bund, Arini berangkat dulu ya? tukang ojek udah nungguin di depan gerbang tuh," sapa Arini sambil menggigit roti yang di siapkan bundanya, sang bunda hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah anak gadisnya yang mulai beranjak dewasa.
"Ayo Mas, cepetan! Nanti aku terlambat nih!" desak Arini yang mulai cemas, ia terus menerus melihat jam tangan hadiah pemberian papanya, waktu menunjukkan pukul 06.45 pagi.
"Sial, bisa-bisa aku telat nih, mana guru matematikanya killer banget," guman Arini yang sesekali melihat kanan kiri seolah mencari-cari seseorang.
Akhirnya ia tiba di sekolah tepat pukul 07.00 pagi, ia bergegas berlari menuju kelas XI IPS 1, Dia sempat melirik ke arah mading yang cukup menyita perhatiannya, "Kompetisi Menyanyi 2015" ia nampak senang membaca pengumuman itu, rasanya tak sabar untuk ikut berpartisipasi tanpa sadar ia menabrak seorang laki-laki yang sedang membawa alat peraga untuk praktik di ruang kimia.
"Punya mata di pake dong, main senggol aja," Arini nyolot, kesal karena terkejut akibat tersenggol tanpa sengaja yang menyebabkan gawainya jatuh.
"Kamu tuh! Jalan nggak pake mata, mana rok pendek banget! Mau sekolah atau ngedate?" ujar laki-laki yang terlihat sangat macho, ia adalah ketua osis kelas XII IPA 1.
Arini kesal tidak menanggapi ocehan laki-laki yang tak dikenalnya, ia memilih pura-pura tidak mendengar dan terus berlari menjauhinya tanpa perkataan maaf atau membantu pria itu membereskan barang-barang yang berantakan akibat ulahnya.
Beberapa jam kemudian, bel tanda istirahat berbunyi, semua siswa beranjak menuju kantin untuk menyantap bekal makan siang mereka atau sekedar membeli jajanan yang menggugah selera.
"Kamu, cewek udik! Beliin aku dua es jeruk dan roti coklat!" teriak Arini memerintah salah satu teman kelasnya yang terlihat selalu menyendiri.
"Iya, Non," ujarnya sambil mengambil uang yang telah diletakkan di mejanya.
Arini adalah salah satu pentolan geng cewek yang suka ngerusuh di sekolahnya. Mulai dari gemar mengecat rambut, menggunakan rok di atas lutut hingga kerap kali merundung teman sekelasnya. Ia di sebut sebagai princess sebab selain wajahnya yang cantik, ia kerap berperilaku kasar pada siswa yang dianggap tidak selevel dengannya.
Perangai buruk Arini dimulai sejak masa SMP, pasca sembuh dari depresi akibat perceraian orang tuanya, ia berubah menjadi kepribadian yang sangat berbeda dengan sebelumnya. Jika sebelumnya ia adalah anak yang pendiam, pemalu dan sering mengalami perundungan. Kini Ia tumbuh menjadi gadis yang suka cari perhatian dan kerap berbuat seenaknya.
