Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Langit dan Bumi (2)

"Aruna, istirahatlah," ujar Ningsih, ibu tirinya. Wanita itu begitu menyayangi gadis remaja meski bukan anak kandungnya.

Ningsih khawatir melihat Aruna yang sejak tadi tak pernah mengistirahatkan tubuhnya. Sebelum berangkat sekolah ia gemar membantu pekerjaan rumah, sepulangnya masih membantu ayahnya di sawah. Selepas sore, ia juga membantu ibu tirinya menyiapkan makan malam dan setelah maghrib mengajari calistung anak-anak yang putus sekolah di sekitar rumahnya, sungguh mulia hatinya.

"Ibu, aku baik-baik saja, tidak perlu khawatir," balasnya sambil mencium tangan sang ibu untuk berpamitan, hendak pergi mengajar anak-anak.

Ningsih hanya tersenyum dan berdoa agar sang anak diberikan kekuatan untuk menjalani aktivitasnya.

"Kamu sedang lihat apa mas? Kenapa wajahmu risau?" tanya Ningsih pada suami yang baru saja pulang dari kota, ia ditugaskan untuk membantu pengiriman beras di pasar-pasar yang ada di kota.

"Aku kembali menemukan selebaran ini, yang tersebar di pasar yang aku datangi," ujarnya sambil memberikan selebaran yang menunjukkan gambar perempuan yang sangat mirip dengan Aruna.

"Apakah ini saudara kembarnya? Mereka mirip sekali Mas? Apakah kamu sudah memberitahunya jika ibunya sedang mencarinya?" tanya Ningsih yang begitu terkejut melihat selebaran itu lalu menatap sendu ke arah suaminya.

"Aku pernah memberitahukan pada Aruna untuk sesekali pulang, mengunjungi bundanya tapi dia tidak mau. Ia beralasan takut bundanya semakin sedih atau dia berubah pikiran untuk meninggalkanku," jawab Arka yang sebenarnya takut sewaktu-waktu kehilangan anak kesayangannya, tapi ia sadar belum bisa membahagiakannya.

"Mas, anak itu sangat baik hatinya. Aku pernah melihat tangannya lebam-lebam karena dipukuli ayah. Ia dituduh mencuri beras, padahal dia sudah ijin terlebih dulu padaku untuk memberikan beras itu pada teman dekatnya yang kelaparan. Ayah memang keterlaluan tapi aku tidak bisa mencegahnya," ujar Ningsih sambil menangis, ia bersedih sebab tak mampu melindungi anak perempuan dari suaminya.

"Iya, dia juga berkata bahwa sangat menyayangiku dan tidak mungkin bisa meninggalkanku. Dia masih mau bersamaku setelah begitu banyak penderitaan yang aku berikan padanya," sahut Arka menambah cerita kelam yang dialami Aruna, ia juga merasa gagal menjadi ayah yang baik untuk putrinya.

Keesokan harinya adalah ujian sekolah, Aruna pulang lebih awal dari biasanya, ia memutuskan untuk bermain ke rumah Kinan, teman sebangkunya. Namun, sesuatu yang tak terduga terjadi padanya.

"Wah, si miskin tumben lewat sini," ujar Mawar sambil mengendarai motor beat bersama teman-temannya.

Kinan dan Aruna ketakutan, mereka mencoba menghindar tapi kalah jumlah. Seolah terkepung, mereka hanya bisa terdiam memandangi segerombolan siswi berpakaian sekolah sedang menghadangnya.

"Aku sudah memperingatkanmu berkali-kali, jangan dekati Rico! Kenapa kamu masih kecentilan?" ujarnya sambil mendekati Aruna, mendorongnya hingga jatuh tersungkur.

"Kalian jangan berani main keroyokan, Aruna tidak bersalah. Rico yang mendekatinya terlebih dahulu," balas Kinan sambil berusaha melepaskan tangannya yang tengah dipegangi oleh teman Mawar.

"Kamu nggak usah ikut campur urusanku dengan Aruna!" teriak Mawar ke Arah Kinan sambil menjambak rambut Aruna.

Aruna yang dikeroyok hanya bisa pasrah saat teman-teman Mawar mengeroyoknya, ia mendapat pukulan dan tendangan bertubi-tubi hingga nyaris pingsan, babak belur. Kinan hanya bisa berteriak dan menangis melihat sahabatnya menjadi korban kekerasan teman sekelasnya.

Tiba-tiba datang segerombolan motor melintasi tempat itu yang ternyata adalah Rico dan teman-temannya. Mereka terkejut melihat apa yang terjadi dan segera memutuskan menghentikan motornya untuk membantu korban pengeroyokan. Mawar dan teman-temannya memutuskan untuk kabur, khawatir ketahuan. Ketika akan membantu menolong korban, Rico terkejut bukan main karena gadis yang babak belur itu adalah Aruna, gadis yang menarik perhatiannya.

*

"Arini! Kenapa kamu tega merundung temanmu! Dia sudah tidak masuk tiga hari karena ulahmu," teriak Bu Susi, Guru BK. Beliau lelah melihat Arini yang seringkali masuk ruang konseling karena tak henti mengganggu teman-temannya.

"Bu, saya hanya minta tolong beberapa kali, dianya aja yang baper, lemah," jawab Arini dengan tatapan tanpa merasa bersalah, ia terlihat santai tanpa beban.

"Arini! Uang saku temanmu sampai habis gara-gara kamu menyuruhnya membeli makanan! Dia sampai sakit karena menahan lapar! Selain itu, Dia nilainya juga turun karena selali kamu ganggu saat mengerjakan soal!" bentak Guru BK yang mulai geram, ia tak habis pikir kenapa Arini suka sekali merundung teman-temannya.

Tiba-tiba muncul Bunda Anna, ia harus meluangkan waktunya untuk hadir di sekolah Arini karena anak gadisnya kembali lagi berulah.

"Maaf Bu, saya terlambat sebab ada rapat mendadak," ujar Anna dengan senyum kecut, ia merasa sungkan sebab tak bisa datang sesuai waktu yang ditentukan.

"Ibu Anna, Arini sudah lima kali masuk ruang BK dengan kasus perundungan dan kedisiplinan. Bahkan sudah dua kali kena skors karena terlibat kasus pengeroyokan siswa baru. Kami hanya bisa memberikan kesempatan satu kali lagi, jika dia melakukan kesalahan yang sama maka kami tidak bisa lagi menganggapnya sebagai salah satu siswa kami," ujar Bu Susi dengan tatapan tajam, ia jengan dengan kenakalan Arini yang sudah keterlaluan.

"Baik Bu, saya akan memberikan perhatian dan nasihat lebih intens pada anak saya, mohon maaf sebelumnya," ujar Anna dengan nada lemah, ia bingung harus bagaimana lagi menghadapi anak perempuannya.

Setelah dirasa cukup, guru BK mempersilahkan keduanya pulang. Arini melengos bergegas keluar dari ruangan, berbeda dengan Anna yang menundukkan kepala lalu tersenyum pada guru BK anaknya.

Di dalam mobil, Anna dan Arini terdiam membisu, tak ada perbincangan apapun sampai mereka tiba di rumah. Arini segera masuk ke kamar lalu mengunci pintu rapat-rapat, Anna hanya mampu menatap dengan tatapan marah tapi mencoba di tahan.

"Mas, aku bingung dengan sikap Arini, dia sudah beberapa kali di panggil ruang BK. Bahkan terancam di keluarkan jika kembali berulah," tutur Anna dengan wajah gelisah, ia sudah lelah dengan kenakalan anaknya yang kerapkali membuatnya malu.

"Sayang, apa yang telah dilakukan Arini? Kenapa dia terus berulah? Apa kamu tidak pernah mengajaknya bicara?" sahut Adrian yang justru memberikan pertanyaan yang membuat sang istri semakin pusing.

"Entahlah, dia cemberut sejak tadi. Andai Aruna ada di antara kita, mungkin ia bisa lebih memahami Arini. Dulu ada Aruna yang selalu bersamanya, mungkin Arini sedang merindukan saudarinya hingga ia terus-terusan berulah," sahut Anna yang tiba-tiba merindukan anaknya yang pergi bersama mantan suaminya.

Perbincangan itu didengar oleh Arini, ia bahkan merasa bahwa sang bunda mungkin lelah dan malu sebab memiliki anak bermasalah sepertinya. Ia hanya menatap tajam ke arah kedua orang tuanya lalu kembali masuk ke kamar dan mengunci pintunya.

"Aku memang merasa bosan dan hampa, semua orang tidak tulus berteman denganku, hanya dia yang berbeda, apakah kamu merindukankanku, Aruna?" gumam Arini sambil memejamkan mata, ia mencoba tidur dan berharap saat terbangun semua akan kembali seperti dulu kala.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel