BAB 5: DUA LAWAN SATU
Kunto dan Beno girang bukan main. Siang-siang begini enaknya minum es kelapa, tetapi mereka berdua malah tidak sabar untuk nyelup ke lubang yang membuat semakin berkeringat.
Sementara itu, sepanjang perjalanan dari taman belakang kampus menuju ke perpustakaan, Dandy terus menerus memikirkan caranya agar Eva mau dicelup oleh dua orang yang kini mengikutinya.
Kunto bertubuh kekar dan berotot. Kulitnya gelap dan rambutnya gondrong, pasti joninya besar sekali dan akan membuat Eva menjerit. Membayangkan hal itu saja, Dandy antara tega tidak tega.
Sedangkan Beno, meskipun pendek dan gemuk, tapi sangat populer di kalangan para mahasiswi yang nyambi sebagai LC. Katanya Beno tahan lama dan tidak akan berhenti meskipun wanita yang diganyang nya ampun-ampun dan lemas.
Settt!
“Ada apa, Dan?” tanya Kunto karena tiba-tiba Dandy berhenti berjalan. Adakah pemuda itu berubah pikiran karena tidak tega melihat pacarnya sendiri diobok-obok oleh kedua temannya.
“Aku punya syarat yang harus kalian berdua setujui,” kata Dandy.
“Halah! Pake syarat segala. Buruan, udah nggak sabar joniku pengen nyelup,” serobot Beno.
“Bilang aja, Dan!” perintah Kunto.
“Selama make Eva, izinkan aku merekamnya,” kata Dandy.
“Edan! Nggak Sudi! Jangan pikir kita bego, lu mau make rekaman itu buat meres kita, kan?!” tolak Beno.
“Nggak, sumpah nggak akan. Gue janji muka kalian nggak akan kelihatan. Gue selalu gitu, kalau nggak percaya lihat ini!” ajak Dandy agar Beno dan Kunto melihat video Eva yang ia simpan di ponselnya.
Beno dan Kunto semakin nafsu ketika melihat video Eva yang sedang digarap habis-habisan oleh seseorang pria yang mereka yakini itu pasti Dandy. Yang terlihat jelas wajah dan seluruh tubuh hanya Eva. Sementara si pria hanya leher ke bawah.
“Ngences gue, Men. Joni gue langsung tegang,” celetuk Kunto sambil mengelap sudut bibirnya yang mengeluarkan liur akibat tidak tahan melihat kemolekan Eva pada video tersebut.
“Gimana? Setuju?” tagih Dandy.
“Terserah lu! Gue udah nggak tahan lagi. Ayok! Gue obrak abrik tuh lobang sialan!” seru Beno yang nafsunya sudah terlanjur di ubun-ubun.
Sesampainya di perpustakaan yang amat sangat sepi. Dandy meminta agar Beno dan Kunto berjalan berjarak di belakangnya. Tujuannya agar Eva mengira bahwa Dandy datang seorang diri.
Perpustakaan seluas itu hanya ada seorang pustakawan yang sedang fokus pada layar komputer. Tidak ada satu mahasiswa atau mahasiswi pun di sana. Jam segitu yang ramai memang kantin.
Di belakang rak, di sudut perpustakaan. Seorang gadis dengan tatapan sedih menatap ke jendela yang tidak bisa dibuka. Entah apa yang sedang dipikirkan olehnya. Sedari tadi ia memang sedang merutuki dirinya sendiri di dalam hati.
“Beb,” panggil Dandy dengan suara lirih.
“Dandy? Kamu ngapain ke sini?” Eva juga bicara dengan suara berbisik.
“Kamu sudah makan, Beb?” tanya Dandy yang dijawab dengan gelengan lemah oleh Eva. “Beb, abis ini kita makan. Aku yang traktir, tapi... aku minta jatah dulu, ya?” pinta Dandy.
“Sekarang? Di sini?” Eva terlihat takut.
“Iya, please... kebelet banget. Jangan bersuara biar nggak ketahuan,” desak Dandy.
Eva terpaksa mengangguk setuju. Namun, tiba-tiba saja Dandy mengeluarkan sebuah slayer yang biasa digunakan saat motoran. Lalu, ia pun menutup mata Eva.
“Apaan sih, Beb? Kok pake ditutup segala?” Eva berusaha memprotes aksi tak biasa kekasihnya.
“Biar beda sensasinya. Kayaknya ini fetis baru ku, Beb. Bentar doang, kok,” paksa Dandy.
Eva juga tidak punya pilihan lain selain nurut. Ia juga sudah bosan dengan ancaman Dandy yang akan menyebarkan video panasnya jika sampai menolak permintaan Dandy.
Gadis itu berpegangan pada besi teralis jendela dengan mata tertutup slayer. Tubuhnya condong dengan kedua kaki terbuka. Bulatan putih menyembul sebesar bola voli itu tampak jelas dan menantang ketika rok yang dikenakannya disibakkan ke atas.
Segera Dandy menurunkan g string merah muda yang dipakai oleh Eva. Kemudian, ia memberi kode agar salah satu dari Kunto atau Beno memulai aksi gila mereka.
Kunto dan Beno sudah suit sebelumnya dan yang akan nyelup duluan adalah Kunto. Sementara Beno berjaga di balik rak buku guna mengawasi kalau-kalau ada orang yang hendak datang ke pojokan tersebut.
Eva berdebar. Ada rasa takut jika ketahuan oleh orang. Namun begitu, ia hanya bisa berharap Dandy segera menyelesaikan permasalahannya sebelum ketahuan orang lain.
Sayangnya, Eva sedang ditipu. Bukan Dandy yang akan memasuki lubang surga miliknya, melainkan Kunto.
“Auw! Sakit, Beb!” Eva refleks mengaduh ketika miliknya yang masih kering tiba-tiba dimasuki oleh joni Kunto yang besar dan perkasa.
“Tahan ya, Beb. Bentar doang,” bisik Dandy sembari merekam.
Jlebb!!!
“Aagghh.... sakit banget, Beb!” rintih Eva.
Jlebbb!!!
“Huggh!” Eva sampai mau muntah karena merasa dadanya sesak seketika. Tampaknya milik Kunto terlalu besar dan panjang sampai ke ulu hati. “Beb, kamu kok kasar banget, sih?” protes Eva yang sebenarnya curiga dengan ukuran milik Dandy terasa berbeda dari biasanya. Lubangnya terasa begitu sesak dan penuh ketika dimasuki daging berurat itu.
“Sorry, Beb. Aku lagi napsu banget. Tahan ya,” kata Dandy yang sebenarnya ngilu melihat lubang kecil milik Eva dijejali monster joni si Kunto.
Jlebbb!!! Sluuuppp... Sluuuppp... Sluuuppp...!!!!
Meskipun Eva merasakan sakit dan perih yang teramat sangat, lama-lama pelumas di dalam lubang surganya keluar juga untuk melumuri joni raksasa yang keluar masuk secara brutal.
“Eeeegghhhh.... Eeeegghhhh.... Mantap puol...,” oceh Kunto dengan suara lirih, tetapi langsung dipelototi oleh Dandy. Kunto langsung menahan erangan kenikmatan yang dirasakannya.
Sensasi luar biasa nikmat membuat Kunto semakin kesetanan. Ia tidak peduli pada Eva yang meringis-ringis kesakitan, Kunto justru menambah ritme gerakannya semakin cepat, semakin cepat, dan....
“Uuughhh.....!”
Crooootttttt!!!
Lahar putih akhirnya menyembur di dalam lubang kenikmatan gadis yang masih menggenggam erat besi teralis jendela. Saking banyaknya, cairan putih itu sampai meluber-luber keluar dan mengaliri paha ke betis Eva.
“Udah ya, Beb?” tanya Eva saat merasakan benda berurat yang menjejali lubang surga miliknya itu seperti ditarik keluar oleh si empunya.
“Masih berdiri, Beb. Dikit lagi, ya?” pinta Dandy.
Kunto membetulkan celananya, lalu memanggil Beno dan keduanya pun bergantian.
Beno mengintip lubang milik Eva yang tampak membengkak. Pemuda itu sampai geleng-geleng melihat bekas jajahan Kunto sampai mengembung babak belur begitu. Alih-alih kasihan atau setidaknya jijik karena bekas temannya, Beno justru tidak peduli.
Jlebbb!!!
Beno tanpa basa-basi langsung menusukkan daging berurat miliknya ke dalam lubang kenikmatan milik Eva. Biasanya ia paling lama kalau main, tidak peduli kelihatannya Eva sudah tampak lemas.
“Aduh! Beb?” Eva mengaduh seketika.
Ternyata Beno tidak hanya mengobok-obok liang kenikmatan milik Eva, tetapi tangan pemuda gemuk itu merogoh dan meremas dada Eva dengan kasar. Bahkan, karena gemasnya, Beno melintir ujung gundukan kembar tersebut.
Namun, saat Beno sedang asyik menggarap Eva di belakang rak buku. Tiba-tiba saja terdengar suara Kunto yang menyapa seorang dosen. Kunto sengaja mengeraskan suaranya agar terdengar oleh Dandy dan Beno.
“Siang, Pak Cokro!” sapa Kunto yang sebenarnya kode bagi Dandy dan Beno.
“Mau baca buku, Kunto? Tumben?” Pak Cokro tidak yakin jika mahasiswa berpenampilan macam preman seperti Kunto memiliki minat membaca.
“Oh, tidak Pak. Saya tadi lagi ngejar Beno. Kelihatannya masuk ke perpus. Ini saya lagi nyari anaknya,” jawab Kunto cengengesan. “Pak Cokro lagi nyari buku apa? Biar saya bantu,” tanya Kunto.
“Saya sudah menemukan bukunya. Tadi saya taruh di rak belakang di pojokan. Terima kasih, Kunto,” kata Pak Cokro.
Lalu, pria tua yang rambutnya nyaris botak itu melanjutkan langkahnya menuju rak paling belakang di pojokan perpustakaan.
To be continued.....
