Selingkuh Dengan Ayah Mertua (Bagian 4)
“Uhug!”
Frans tersedak. Ia dengan cepat meraih air minum. Menandaskan setengah gelas cairan sembari melirik pelaku yang membuat dirinya terbatuk.
Pada sisi yang berseberangan, Laritta terlihat begitu santai seolah tak melakukan sesuatu. Baik suami dan ibu mertuanya, keduanya tak tahu jika di bawah kaki meja yang mereka gunakan, seseorang diam-diam menggoda sang kepala keluarga.
“Ssss..”
“Kenapa, Pi? Terlalu spicy?” tanya Dayana mendengar desisan Frans.
“Iy-ya Mam. Tumben Bibi masak sepedes ini.”
Laritta menyahut. “Nggak terlalu ah, Pi. Masih sopan kok pedesnya.” Di bawah meja, kakinya semakin aktif, mencapai betis atas Frans.
‘Iya Larit.. yang nggak sopan kan kaki kamu.’ Ingin rasanya Frans menyuarakan isi hati lalu memberikan hukuman yang dapat membuat menantu nakalnya memohon ampun seperti sore tadi.
Sudah satu bulan kapal perselingkuhan mereka berlayar. Selama itu, hubungan keduanya menjadi semakin tak terkendali. Kapanpun mereka ingin melakukan seks, mereka akan segera mencari cara untuk mewujudkannya.
Untuk mempermudah perselingkuhan keduanya, Frans bahkan sampai menyuap para pekerja. Ayah mertua Laritta itu menjanjikan kehidupan yang nyaman dengan catatan, mereka tetap menjunjung tinggi kesetiaan dan kesetiaan mereka kini harus ditujukan kepada Laritta selaku orang nomor satu di hati Frans.
“Sayang, kamu udahan?”
Laritta bertanya ketika Edward bangkit dari kursinya.
“Aku duluan. Ada janji sama orang.” Edward melenggang pergi.
Dayana menjadi tak berselera. Istri Frans itu meletakkan peralatan makannya ke atas piring.
“Kenapa kamu diam saja Larit? Harusnya kamu tahan Eddy. Dia pasti bosan karena dari tadi kamu nggak melayani dia.”
“Mam, enough. Kamu dengar sendiri kalau anakmu sudah ada janji.” Selak Frans, membela Laritta.
“Kan memang tugas Larit. Kalau Eddy selingkuh lagi, dia juga kan yang nangis-nangis.”
Dulu Laritta akan sakit hati. Bagaimana tidak. Setelah suaminya berubah menjadi sangat dingin karena orang lain, ibu mertuanya justru melimpah kesalahan putranya kepada dirinya. Wanita itu akan mencari-cari kesalahan seolah perselingkuhan putranya disebabkan oleh ketidakbecusannya sebagai seorang istri.
Sekarang, Laritta tak lagi peduli dengan setiap ocehan ibu mertuanya. Hatinya sudah kebal. Apapun yang wanita itu katakan, ia tidak akan lagi menggubrisnya apalagi sampai memasukkannya ke dalam hati.
“It’s okay, Mi. Aku nggak akan selemah kemarin kok. Wajar kan kata Mami kalau dia cari penyegaran. Asal dia masih pulang ke rumah, berarti aku masih aman.”
“Ya Tuhan, Dayana! You told her that?”
Dayana terbelalak.
“Pi, bukan begitu maksud Mami.”
“Minta maaf ke Larit! Tidak seharusnya kamu memberikan pembenaran atas perselingkuhan anak kita. Bayangkan kalau Papi yang selingkuh dan mertua Mami mengatakan hal yang sama ke Mami.”
“But your not.”
“Seandainya, Dayana.” Desis Frans tajam, melayangkan tatapan seakan dia menyerah pada sang istri.
“Larit, tolong maafkan Mami kamu ya. Dia pasti sedang sinting waktu itu.”
“Nggak masalah, Pi. Aku tahu kok maksud Mami baik.” Laritta melemparkan senyuman. Samar-samar ia juga melemparkan kerlingan saat Dayana membuang muka.
Makan malam berakhir dengan Dayana menarik diri untuk masuk ke dalam kamarnya. Wanita itu sempat melontarkan permintaan maaf sembari menekankan informasi jika ia benar-benar melakukannya untuk Laritta.
“Honeey..” Laritta membuka tangannya. Wanita itu merengek menggoyangkan tubuhnya membuat kedua payudaranya ikut bergoyang.
Frans pun mendekat. “Nakal.” Ia menyentil puncak hidung Laritta.
“Biarin, wleeek.”
Keduanya lantas berpelukan dengan Laritta menekan-nekan payudaranya pada dada Frans.
“Honey, gatel lagi.”
“Mau digaruk dimana, heum?” tanya Frans tahu jika kekasihnya membutuhkan kejantanannya untuk meredakan gatal pada lorong vaginanya yang nakal.
“Di depan Mami.”
Frans memberi jarak pada tubuh keduanya. Pria itu menyipitkan mata. “Binal.” lontarnya membuat Laritta terkekeh.
Frans mengecup bibir Laritta dan Laritta membalasnya dengan menghisap bergantian kedua bibir mertuanya
“Muaacchh.” Kecupan basah Laritta sematkan sebelum melepaskan tautan bibir mereka.
“Pengen main di luar sambil berdiri, Honey.”
“Di taman?”
“Boleeh.” Pekik Laritta, menyetujui usulan Frans.
Melihat kegembiraan di wajah kekasihnya, Frans menjadi sangat tak sabar. Laritta pasti akan sangat panas nantinya.
Frans pun tak ingin membuang waktu. Ia mengayunkan telapak tangan, melayangkan panggilan agar seorang maid datang mendekat.
“Kalau Nyonya cari saya, bilang saja saya sibuk di ruang kerja.” titahnya sebelum berjalan mengapit pinggul wanita kesayangannya.
“Padahal Nyonya belum lama masuk kamar.”
“Ssstt, telan komentar kamu. Sekarang ada Nyonya baru yang harus kita prioritaskan. Lagipula Non Larit lebih perhatian. Kita juga harus tahu tali mana yang nggak busuk untuk pegangan.”
“Benar juga. Gimana mereka nggak saling itu ya. Pasangannya aja suka pergi-pergi.”
Nyatanya, perselingkuhan Laritta dan Frans mendapatkan pendukung dibalik benefit yang keduanya sediakan.
“Honey, aku cantik nggak?”
“Always.. Kamu selalu cantik.” Frans mendekatkan bibirnya pada telinga Laritta. “Apalagi saat kamu mendesah keenakan.” Bisiknya menghadirkan pekikan manja dari mulut sang kekasih.
“Honey nak-kal. Memekku jadi basah kan.”
Akhir-akhir ini keduanya menyadari sesuatu. Sebuah hal baru dimana ketidaksengajaan justru mampu membuat gairah mereka meroket.
Berkat Laritta yang akhirnya kewalahan menghadapinya gelombang kenikmatan kejantanan Frans, kefrontalan mulutnya menjadi semakin tak terkontrol.
“Memek itu milikku, Sayang.” Bisik Frans lalu menggigit telinga Laritta.
“Honey..”
Vaginanya yang basah oleh kata-kata Fran membuat Laritta tak lagi bisa menunggu. Wanita itu menyeret lengan ayah mertuanya. Mendudukan suami tanpa statusnya pada kursi santai yang tersedia di taman belakang rumah mereka.
“Uh, ada yang tidak tahan sepertinya?”
“IYA!” Laritta menghentak kaki.
Wanita itu lalu merangkak naik menduduki pangkuan ayah mertuanya.
Keduanya kini berhadap-hadapan dengan Laritta duduk di atas kedua paha terbuka Frans.
“Mr. Frans, bisakah kamu menyentuh vaginaku?” Laritta mengangkat sedikit bokongnya. Jantungnya berdebar. Menunggu reaksi Frans saat mengetahui kenakalannya.
“Here we.. Shit!”
“Eunghh.” Laritta mendesah kala jari-jari Frans menyambangi lubang vaginanya yang basah.
Dada Frans bergemuruh. Napasnya memberat. “Dear, kamu..” Ujarnya, tak bisa berkata-kata.
Laritta puas menyaksikan reaksi ayah mertuanya. Ia menurunkan pantatnya. Membuat satu jari Frans membelah, melintangi liang basahnya.
“Ahh..”
“Where's your panties, Naughty Girl?” Frans menggerakkan tangan yang kini tersembunyi di dalam gaun hitam selutut menantunya.
“Kamu melepaskannya dimana, heum?” tanya Frans sambil menggosokkan tangannya pada liang nakal yang tampaknya tak pernah mengering saat keduanya bersama.
“Kursi Eddy, Hon-neyhh..”
“God, Larit. Jangan lakukan itu lagi.”
“Why-hh?” Laritta melengkungkan punggung. Menjatuhkan dadanya dengan tangan memeluk Frans.
Belaian pada vaginanya membuat saraf tubuhnya melemah.
“Berbahaya, Sayang. Nanti kalau ada orang lain yang menghirup aroma memek kamu gimana?”
“A~ah, Papiih..”
“Apa, Larit?”
“Masukin Papi, ah.”
“Sure, Kesayanganku.”
Frans meloloskan dua jarinya, menusuk liang kemaluan sang menantu.
“Yiaahh..” Desah Laritta, kenakan.
Perempuan itu menggoyangkan pinggulnya.
Maju, mundur, menjadikan jari-jari Frans sebagai tongkat pengaduk cairan cintanya.
“Aahh, ah.”
“Honeyh..”
“Nikmati, Sayang. Buat diri kamu senang.”
“Ah, yahh, Frans.”
Laritta menurunkan tangannya. Ia memegang jahitan ujung dressnya lalu mengangkatnya tinggi-tinggi sebelum menelanjangi dirinya sendiri.
“Mau dihisap teteknya?”
“Eumhh, iyyah.. Diremes juga, Honeyh.”
“Kalau begitu, bebaskan dulu batangku Sayang. Papi akan melakukan apa yang kamu mau asal..”
“Aahkk..”
Laritta tersentak ketika Frans menusukkan kuat jari tengahnya.
“Dia juga meremas penis Papi.”
Laritta terengah. Sebentar lagi ia akan mencapai puncak pertamanya meski hanya dengan jari-jari Frans.
“Yes, Honeyh. Ah, Ah..”
Kala napasnya semakin tersendat, Laritta menengadahkan wajah Frans. Kepalanya menunduk. Menyatukan bibir keduanya.
“Eumpp, mppp, mmmppp.”
Sedetik kemudian sebuah cairan menghangatkan tangan Frans, pertanda bahwa kekasihnya telah melewati klimaksnya.
“Puas?”
Laritta menggelengkan kepala. Ia bergerak turun lalu mengajak Frans ke arah sebuah pohon di taman mereka.
Wanita itu menarik Frans agar mendesak tubuhnya merapat pada batang pohon.
“So big, Honey.” Ucap Laritta, mengelus gundukan yang tercetak jelas di dalam celana tidur ayah mertuanya.
Frans menyandarkan dirinya. Menjadikan satu lengannya sebagai tumpuan yang ia letakkan pada saksi baru hubungan terlarang keduanya.
“Karena siapa, heum?” tanya Frans, menghembuskan napas di telinga Laritta.
“Me..” Lirih Laritta lalu menyodorkan bibir setengah terbukanya.
Disela ciuman keduanya, Laritta menurunkan celana yang Frans kenakan. Tangannya begitu terampil. Menurunkan sekaligus piyama dan bokser yang membungkus kejantanan ayah mertuanya.
“Sshhh, Sayang.” Erang Frans merasakan tangan lembut Laritta menggenggam kepala penisnya.
Laritta melepaskan kejantanan itu untuk sesaat. Tangannya mengarah pada vaginanya. Membelai sendiri lubangnya yang basah lalu memindahkan cairan cintanya pada kejantanannya sang ayah.
“Aaahh, Larit.” Desah Frans, dihantam kenikmatan.
Pria itu dengan sendirinya meremas payudaranya Laritta. Dia membuat sepasang cup yang melindungi dada menantunya berantakan.
“Aahh, Papi.”
“Yah, Larit.”
“Sodok aku, Honeyh.. Aku nggak tahan liat penis besar kamu.”
Franss menyingkirkan bra dari payudara sang kekasih.
“Ssssttt, kontol Sayang. Sebut dia seperti terakhir kita bercinta di kamar mandi.” Titahnya dengan tangan memelintir puting Laritta.
“Yaahhh, masukin kontol kam-muh, Honey.”
“Ke?”
“Memek milik kamu ini.” Jawab Laritta mempertemukan lubangnya dengan batang berurat sang pria.
Adegan saling menggesek pun tak terelakkan. Keduanya mendesah lirih. Menikmati kenikmatan yang belum sepenuhnya terasa.
“Enough, Sayang. Papi nggak kuat.” Frans menaikkan satu kaki Laritta, melingkar pada tubuhnya. Ia lalu memposisikan kepala penisnya di depan bibir vagina sang kekasih. “Papi masukin ya.” Ucapnya memberi aba-aba sebelum melesakkan batang itu perlahan.
“Ngghhh..” Keduanya melenguh.
“Shh, really tight.. Lubangmu menjepitku dengan sangat keras, Larithh.” Keluh Frans, memuji lubang vagina menantunya.
Semakin hari, lorong vagina Laritta semakin mengetat seakan setiap kali keduanya bercinta, lubang itu kembali menjadi seperti belum pernah terjamah oleh penis besarnya. Padahal mereka bisa bercinta tiga sampai empat kali dalam satu hari. Hal itu jelas membuat Frans kepayahan sekaligus senang. Ia sangat menyukai kepiawaian menantunya dalam menjaga lubang kesayangannya itu.
Uniknya lagi, lubang kekasihnya ini berbeda dengan vagina-vagina lain yang pernah ia rasakan selama hidup di dunia. Lubangnya menipu kejantanannya habis-habisan, bersikap murahan dengan terus dipenuhi oleh lendir kenikmatan. Namun setelah disumpal kejantanan, lendirnya justru tak bekerja efektif sebagai pelumas yang memudahkan kejantanannya.
Sungguh lubang yang nakal. Sama seperti pemiliknya.
“Mentokin, Honeyh. Garuk memekkuh.”
“Sabar, Sayang. Memek kamu sempithh.. Ahh.”
Frans terus berusaha. Ia menarik kejantanannya, lalu mendorongnya kembali.
“Aaah, Honey.”
“Ohh, Larit. Kamu apakan dia, Sayang? Baru beberapa jam. Kenapa dia bisa semakin sempit, empphh.”
“Rahasiahhh..” desah Laritta panjang bersama terbenamnya seluruh batang kejantanan ayah mertuanya.
Keduanya tersenyum.
“Dasar memek nakal! Bisa-bisanya dia bikin Papi kerja keras malem-malem.”
Dengan satu kakinya, Laritta berjinjit. Istri Edward itu membubuhkan ciuman pada bibir ayah mertuanya.
“Maafin memek nakal aku ya, Papi. Mu-ahhh.” Cium Laritta lagi kali ini sengaja memperdengarkan desahan nakalnya. Wanita itu menggigit ujung bibirnya, menatap bergairah wajah tampan Frans.
“Uuh, Sayang. Muka sange kamu…” Frans mengeram. Tatapan nakal Laritta membuat batang kejantanan Frans berkedut di dalam liang vagina menantunya.
“Tusuk aku Honey. Genjot aku sampai memekku kekenyangan.”
“Sesuai permintaan kamu, Sayang. Papi akan buat memek ini kenyang sama sperma Papi.”
Frans menarik pinggulnya membuat kejantanannya ikut tertarik.
“A~ah..” Tindakannya itu membuat Laritta mengerjapkan mata.
“Terima ini, Sayang!”
Jleb!
Frans menusukkan kuat batangnya. Membenamkan kembali setengah kejantanannya yang tertarik keluar.
“Honeyh..” tubuh Laritta tersentak. Sodokan bertenaga Frans menghantarkan rangsangan yang membuat saraf-saraf di tubuhnya mengencang.
“Suka?”
“Yeahh.. Rasanya en-nakkh. Genjot Sayang. Memekku rasanya makin gat-tel, eungh..”
Frans menggenjot lembut Laritta. Kejantanannya tak pernah terlepas sedetikpun. Setiap kali ia menariknya, Laritta akan melenguh dan ketika ia mendorong masuk, istri putanya itu mendesah merdu seakan meminta untuk terus dipuaskan.
“Aahh, ahhh.. Honey.. Sayangkuuu, eunghh.”
“Aahh, Larit Sayang. Bagaimana ini. Memek kamu enak sekali, Sayang. Saking enaknya Papi jadi nggak pengen berhentih.”
“Yaah, Papih. Jangan berhenti. Genjot terus menantumu innih, Honey.”
Frans mengangkat lagi satu kaki Larita. Ia ingin masuk lebih dalam.
“Aaah, Honey. Dalem banget, Sayang.” Laritta kelabakan. Penis yang membuatnya menjadi jalang ini menerobos masuk hingga bagian terdalam.
“Sempit, Sayang.”
“Uuh, uuuh..” balas Laritta, tak sanggup berkata-kata.
Frans terus mengayuh batang penisnya. Laritta sendiri mengimbangi tusukan mertuanya dengan menggoyangkan pinggulnya.
Sesekali mereka berciuman. Melumat bibir masing-masing sebelum memperdengarkan desahan yang tak bisa mereka bungkam.
“Aahh, aahh.. Honey. Aku mau kamu sampai pagi.”
“Ssshhhh, kamu serius?”
“Engh.” Laritta mengangguk. Ia sangat serius sekarang. Hardikan ibu mertuanya tadi membuatnya ingin membalas dendam.
Caranya tentu saja dengan menawan penis suami wanita itu. Meski Dayana tidak mengetahui perselingkuhan mereka, tapi ia merasa sangat puas dengan memonopoli tubuh dan pikiran Frans. Pokoknya, ayah mertuanya tak boleh kembali ke kamar mereka.
“Memekku masih kangen, Honey. Dia kangen digenjot semalem suntuk sama kamu.”
“Laritt..”
“Mau ya? Ya?” Rengek Laritta memeluk Frans. Dengan Puting payudara yang mengacung, Laritta merayu sang ayah agar melupakan akal sehatnya.
“Yahh, Honeyh? Kita main di ruang kerja kamu ya?”
Untuk mendapatkan apa yang dirinya mau, Laritta mengedutkan otot vaginanya.
“Aahsss..” Memijat kejantanan Frans hingga pria itu mendesis.
Berapa hari lalu, Frans memindahkan ruang kerjanya. Semula ruangan itu berada di dalam rumahnya. Ia berdalih hendak mengubah suasana, ruang dengan kamar pribadi minimalis yang ia buat secara rahasia itu memiliki 2 akses. Satu dari dalam rumah, kedua melalui pintu rahasia yang dapat diakses dari luar.
“Kalau Mami nyusul, aku janji nggak akan nakal.”
“Janji?”
Laritta menganggukkan kepala.
“Sure, tapi buat Papi klimaks dulu.” Setelah mengucap syarat yang dirinya berikan, Frans menumbuk Laritta cepat.
“Aaahh, ahhh. Ya, Honeyh. Tusuk aku kayak gitu, Sayang.”
“Uuuh, Franshhh.. Kontol kamu the best. Aku mau keluar.. Aku mau crot, Honey.”
“Me too, Larit. Telan ini, Sayang. Terima benih dari kontol kesayanganmu ini..”
“Yah, yah.. Semprotin semua, Honey. Pejuhin memek nakalku sama benih kamu. Oh, Papi.. Papiiih… Ahh, ahh.”
Dalam satu hentakan penuh tenaga, benih Frans menyembur kuat menghangatkan rahim menantunya.
“Honey, aku..”
Terlalu nikmat, Laritta mendorong Frans hingga tautan keduanya terlepas. Sedetik kemudian, wanita itu menyemburkan air seni. “Aaahhhh!”
Laritta squirt.
“Gosh! Sepertinya memang harus sampai pagi.” Goda Frans membuat Laritta mencubit pinggang pria paruh baya itu.
Malam itu, keduanya benar-benar tak kembali. Mereka menetap di ruang kerja Frans. Mengisinya dengan desah dan jeritan kepuasan setelah mengalami puncak yang tak terhitung jumlahnya.
