Remasan Maut
Safa langsung keluar kamar dan menuju dapur untuk menyiapkan makan malam Hunter sebelum mamanya pulang.
Safa malas berdebat dengan mamanya hanya karena persoalan Hunter. Alhasil dengan malas dan penuh kebencian Safa bergulat di dapur hanya untuk menyiapkan makan malam.
Kali ini menunya amat simpel, yakni seafood asam manis dan Safa sendiri membuat pasta.
“Kamu sedang apa?” Safa terjengkit bukan main, karena sebelumnya pikirannya berkecamuk dengan hal lain.
Safa mendadak salah tingkah dan gugup kala dihampiri Hunter.
“Kau tidak butuh makan malam? Istrimu akan memarahiku jika aku tidak menyiapkan makan malammu,” dumel Safa membuat Hunter tersenyum bersandari di meja pantri mengamati punggung Safa.
Kaos putih pendek dengan celana pendek sebatas paha serta rambut diurai menurut Hunter itu penampilan Safa paling seksi dan cantik.
Begitu Safa berbalik, tatapannya bertemu dengan Hunter yang memperhatikannya.
“Kenapa?” tanya Safa dengan galak membuat Hunter hanya mengulum bibirnya dengan amat sangat samar.
Safa melepas apronnya, mengambil piring untuk menyajikan masakannya.
Tiba-tiba Hunter mendekat di belakang tubuhnya, mengunci tubuh Safa dengan meletakkan tangannya di tepi meja pantri mengunci tubuh Safa yang sedikit lebih pendek darinya.
Safa menelan salivanya dengan gugup, “Apa yang kau lakukan? Mama akan sangat marah saat melihatmu bersikap begini padaku.” Hunter sedikit merundukkan kepalanya hingga sejajar dengan daun telinga Safa.
“Mamamu masih lembur sayang, kita bebas berdua saat ini. Bukankah tadi pagi kau sangat menginginkannya untuk aku menyentuhmu?” Safa menelan salivanya dengan malu juga amat sangat takut juga was-was saat ini.
Safa langsung menyajikan pastanya, mengabaikan akan godaan Hunter saat ini. Hunter sengaja merapatkan tubuhnya pada Safa.
“Kamu bisa merasakannya sayang?” tanya Hunter membuat Safa terdiam beberapa saat kala ia merasakan sesuatu di belakang pantatnya dan itu sungguh sangat menonjol dan mengganggu.
“Kamu hanya melihat bukan, belum merasakannya,” bisik Hunter seraya menggesek-gesekkan miliknya pada pantat Safa.
Safa menelan salivanya dengan takut namun ingin merasakan lebih dari itu, ia menggenggam erat piringnya.
Hunter langsung memegang tangan Safa, mengambil alih piring itu dan meletakkannya di meja pantri.
Perlahan Hunter membalikkan tubuh Safa untuk menghadapnya, “Aku bisa membantumu untuk mendapatkan ide fantastis demi novel adultmu. Bagaimana, kamu ingin mencobanya denganku sayang? Berhubung mamamu belum pulang aku bisa membantumu.” Safa tergiur dengan tawaran itu, selain penasaran dengan bagaimana rasanya, dia memang saat ini sedang membutuhkan hal itu demi tulisannya.
Safa menatap datar Hunter saat ini, meski jantungnya sudah tidak karuan, ia bertanya, “Bagaimana kamu akan membantuku?” tanya Safa membuat Hunter tersenyum dengan lebar.
Hunter memegang tangan Safa menuntunnya ke bawah sana, “Bagaimana, kamu sudah tahu seberapa besarnya kan milikku?” Safa menelan salivanya dengan gugup dan berdebar kala ia bisa merasakan dengan tangannya sendiri seberapa panjang dan besar itu.
Dengan akal yang hilang entah kemana, gairah Safa seolah naik berkali-kali lipat saat ini, ia dengan polosnya memegang erat batang panjang nan besar itu sesekali mengurutnya.
Hunter mendongakkan kepalanya, meremas tepi meja pantri kala miliknya digenggam erat dan diurut oleh tangan Safa.
Safa mendekat pada Hunter, semakin mempercepat urutannya dan berbisik, “Apa seperti ini cara mainnya?” tanya Safa membuat Hunter langsung mencengkeram bahu Safa dengan desisan yang tertahan dan erangan yang ia tahan sebisa mungkin karena rangsangan tangan Safa.
Hunter langsung menjauh begitu ia mendengar suara mobil istrinya.
Safa langsung berubah masam kala ia merasakan kekecewaan atas apa yang belum ia tuntaskan barusan.
“Bukankah ia mengatakan akan pulang jam 10? Bagaimana bisa secepat itu?” gumam Safa dengan heran.
Begitu Leni masuk, Hunter langsung menyambutnya dengan hangat.
“Safa sudah menyiapkan makan malammu sayang?” tanya Leni pada Hunter.
Hunter mengangguk dengan senyuman dan berkata, “Baru saja selesai masak dia. Ayo makan malam bersama.” Leni mengangguk dan keduanya berjalan menuju meja makan bersama.
Safa dengan cepat membawa pastanya pergi ke dalam kamar tanpa memedulikan mamanya.
Leni yang hendak protes akan hal itu langsung dipeluk oleh Hunter, “Biarkan saja, mungkin dia lelah. Aku sudah sangat berterima kasih padanya, dia sudah mau menyiapkan makan malamnya dengan baik. Seiring berjalannya waktu, dia pasti akan bisa menerimaku. Dia hanya butuh waktu, biarkan saja.” Leni hanya bisa mengangguk dengan pasrah dan keduanya makan malam bersama.
Sedangkan Safa di dalam kamar kini makan pastanya seraya berkirim pesan dengan Yona. Keduanya sedang saling mempertanyakan tentang bagaimana menulis novel genre romansa adult itu.
Setelah pertimbangan yang panjang, Safa memutuskan jika ia akan ikut andil dalam menulis genre tersebut meski rasanya begitu sulit untuk dirinya menulis romansa dewasa itu.
Tak apa demi keuntungan yang besar ia akan mencoba segalanya untuk membuktikan pada mamanya jika selama ini ia menulis novel bukan berkedok malas-malasan namun bisa mendapatkan banyak penghasilan.
Safa makan seraya memulai mengetikkan beberapa kata di laptopnya untuk memulai cerita baru yang akan ia unggah di platform baru itu.
Ia memulai ceritanya dengan adegan yang sudah panas, di mana Safa mencoba mengetikkan tentang bagaimana Hunter menyentuh dan meremas pahanya hingga momen di dapur tadi.
“Ahhh kenapa sangat basah sekali di bawah sana,” gumam Safa bergerak tidak nyaman begitu ia sedang berusaha mengimajinasikan apa yang ia fikirkan di bawah sana benar- benar sulit dikendalikan, Safa terangsang secara tidak sengaja.
Safa memandangi tulisannya, “Shit, kenapa jika menulis perihal seperti ini cepat sekali mendapatkan 1000 kata, kenapa jika menulis perihal dewasa cepat sekali terkumpul katanya.” Gumamnya heran yang mana Safa mengira jika menulis perihal dewasa akan sulit baginya ternyata tidak ia malah lebih cepat menghasilkan banyak kata.
Hingga pukul 11 malam, Safa baru menyudahi menulisnya, lumayan ia sudah mendapatkan satu bab untuk diunggah di platform baru tersebut melalui link yang Yona kirimkan kemarin hari.
Safa berjalan ke ranjangnya dengan mata yang sudah benar- benar tidak bisa ditahan lagi. Ia langsung menghempaskan tubuhnya di ranjang tanpa peduli apapun lagi.
Sekitar pukul 1 malam, Hunter bangun. Ia pergi ke kamar mandi untuk buang air kecil. Begitu ia mengingat tentang bagaimana Safa di dapur tadi, niatan untuk kembali ke ranjang kini terurungkan.
Hunter melihat Leni tampak begitu pulas sekali membuat Hunter langsung keluar kamar dan berjalan menuju kamar Safa.
Tidak terkunci, senyum manis terbit di bibir Hunter.
Ia langsung masuk ke dalam dan mengunci pintunya.
Terlihat Safa tidur membelakanginya tanpa selimut membuat bibir Hunter melengkung manis.
Ia langsung naik ke atas ranjang Safa, berbaring di belakangnya dan menyelimuti tubuh keduanya.
Hunter memeluk Safa dari belakang, menciumi tengkuk Safa yang mana menurutnya, aroma tubuh Safa sungguh memabukkan.
Tangan kekar itu mengusap-usap lembut perut rata Safa, perlahan menyelusup masuk ke dalam baju Safa, mengusap lembut kulit perut Safa.
Perlahan tangan itu naik ke atas, meremas lembut benda kenyal Safa secara perlahan lembut dan penuh penghayatan.
Safa hanya mengerang dan melenguh tanpa bangun atau merasa terusik, ia terlihat amat pulas membuat Hunter tersenyum dan menciumi daun telinga Safa dengan lembut.
Ia menjilatinya, menjulurkan lidahnya mencumbui daun telinga Safa.
Remasannya semakin kuat dan penuh gairah membuat Safa semakin mengerang dengan penuh kenikmatan.
Safa yang merasakan tegang dan rangsangan dari remasan itu dengan berat membuka matanya, ia merasakan remasa pada dadanya, dengan cepat Safa menolehkan kepalanya ke belakang.
“Kau hmppp,” Hunter langsung membungkam bibir Safa dengan bibirnya sekilas.
“Pelankan suaramu sayang atau mamamu akan datang,” kata Hunter membuat Safa langsung menghadap ke depan kembali membelakangi Hunter.
Safa menggigit kuat bibir bawahnya kala merasakan remasan pada benda kenyalnya, itu terasa menegangkan dan memicu andrenalinnya.
“Bagaimana sayang, apa ini bisa membantumu untuk berimajinasi dalam menulis novelmu?” bisik Hunter bertanya pada Safa.
Safa yang tak bisa buka suara karena sedang meredam suaranya, kini hanya diam dan menikmati setiap remasan lembut dari Hunter.
Hunter lalu melepas pengait bra itu untuk membuat dirinya lebih leluasa dalam meremas benda kenyal Safa.
Safa sudah kelimpungan dengan kaki yang bergerak gelisah. Ia menggigit gulingnya demi meredam suaranya. Hunter yang melihat Safa tampak kelimpungan hanya tersenyum dan menciumi punggungnya.
“Aku harus kembali sayang, mamamu akan mencariku,” Hunter langsung pergi keluar dari kamar Safa.
Safa berbalik dan mengumpat kala Hunter selalu meninggalkan dirinya disaat Safa hendak mencapai sesuatu dan itu sungguh membuat Safa merasakan kekecewaan yang besar.
“Sialan, aku akan membalasmu,” gumam Safa mengumpat kesal kala dirinya beberapa kali dikecewakan oleh Hunter.
