Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Balas Dendam

Keesokan paginya

Setelah bersiap dengan seragamnya, Safa duduk di meja riasnya, menata rambutnya juga memberikan polesan tipis pada wajahnya.

Hingga ia merasakan penasaran akan cerita yang ia buat semalam. Dengan cepat Safa beranjak dari depan meja rias untuk memeriksa laptopnya.

Ia menyalakan laptopnya dan segera memeriksa berapa tayangan dari cerita barunya yang semalam ia unggah.

Safa hampir memekik terkejut, membungkam mulutnya kala melihat tayangan dari cerita barunya yang semalam ia unggah.

“Tunggu, ini sungguh ceritaku? Yang baru semalam kuunggah kan?” gumam Safa yang tak percaya kala melihat tayangan dari novel barunya melejit bukan main. Biasanya Safa untuk mendapatkan tayangan setinggi ini, paling tidak ia harus update rutin atau memerlukan waktu satu bulan lamanya.

Namun ini dalam semalam, Safa sudah mendapatkan tayangan 245.8k. ini karyanya yang paling gila dan dahsyat.

“Sumpah, bagaimana bisa segila ini? Padahal aku baru mengunggah satu bab, bagaimana jika aku mengunggah bab-bab yang lainnya?” gumam Safa tak percaya kala ia melihat kehebatan dari cerita romansa dewasanya.

Belum ada komentar apapun pada bab pertamanya, namun ini mampu membuat Safa benar-benar amat sangat senang.

Ia sudah tidak sabar untuk memberitahu Yona tentang ini.

Safa langsung mematikan laptopnya dan menyambar tasnya, mendadak otaknya berhenti sejenak dan pikirannya tertuju pada Hunter.

Senyum smirk terlintas di bibir Safa kala apa yang Yona katakan semuanya ada kebenarannya.

“Ya aku akan melakukan itu, agar aku bisa meraup banyak keuntungan untuk kutunjukkan pada mama, begitu aku memiliki banyak penghasilan, aku akan berhenti mendekatinya, aku akan fokus untuk belajar di Universitas agar bisa mendapatkan impianku dan meraih cita-citaku, dengan begitu aku bisa menyakinkan mama jika dengan menulis, aku bisa memenuhi segala kebutuhanku sendiri tanpa menyusahkannya,” Safa mengangguk dengan penuh keyakinan kala ia bisa melakukan semua rencana itu.

Safa keluar dari kamarnya, ia belum melihat kehadiran Hunter di meja makan.

Kemana dia? Tumben sekali belum duduk manis di meja makan.

Terdengar suara berisik dari dapur tanda mamanya sedang memasak, lalu kemana Hunter? Apa mungkin masih di dalam kamar?

Safa tersenyum smirk dan berjalan ke ruangan samping untuk menemukan Hunter.

Safa melihat kembali ke arah meja makan untuk mengawasi mamanya sebelum ia masuk ke dalam kamarnya.

Safa terjengkit kaget kala Hunter mengawasinya sembari memasang dasinya.

“Wah kau mulai berani menghampiriku?” goda Hunter seraya memasang dasinya.

Safa menelan ludahnya dengan malu dan salah tingkah kala ia tertangkap basah oleh Hunter.

Hunter berjalan mendekati Safa dengan tatapan yang lekat, “Bisa bantu pasangkan dasiku?” Safa menelan salivanya, mengamati dasi yang sudah hampir jadi itu.

“Pasang saja sendiri, atau suruh mama,” ketus Safa hendak berbalik dan keluar dari kamar mamanya, namun Hunter malah mengunci pintunya dan mengunci tubuh Safa.

Safa berbalik dan tubuhnya terkunci bersandar di pintu, “Jangan lakukan apapun, mama akan curiga karena kita tak kunjung keluar kamar.” Hunter tersenyum seraya mendekatkan wajahnya pada Safa.

“Siapa yang peduli, salah siapa kau masuk dan menghampiriku?” tanya Hunter berbicara di depan bibir Safa dengan tangan yang turun ke bawah mengusap lembut paha Safa.

Safa memalingkan wajahnya menghindari ciuman Hunter, namun ia tidak bisa bergerak kala tangan kekar itu membuka kakinya, mengusap paha dalamnya hingga naik ke atas.

“Enghhhh,” lenguh Safa panjang seraya mendongakkan kepalanya kala Hunter mengusap lembahnya dengan lembut.

Hunter mencumbui leher jenjang Safa, menjulurkan lidahnya membasahi setiap jengkal leher Safa.

“Sayang, ayo sarapan,” teriak Leni dari luar, di mana knop pintu itu terus bergerak karena Leni berusaha membukanya.

Safa sudah panik bukan kepalang namun Hunter masih sibuk mencumbui leher jenjangnya.

“Apa kau gila? Mama memanggilmu,” bisik Safa berusaha mendorong tubuh Hunter dari dekatnya.

Hunter menarik pinggang Safa, agar tubuh mereka menempel lebih dekat, “Lantas kenapa? Kita selesaikan dulu apa yang sudah kita mulai sayang.” Safa berusaha mendorong tubuh Hunter dengan kuat.

Lalu membuka kunci pintunya dan bersembunyi di balik pintu.

Hunter langsung keluar begitu Leni membuka pintunya, “Maaf sayang, aku masih ada telpon tadi, makanya pintunya kututup.” Alibinya sembari menutup pintu kamar dan berjalan beriringan ke meja makan.

Safa menghembuskan napas lega kala dirinya bisa terbebas dari Hunter. Dia benar- benar sangat gila dan tidak kenal takut.

“Sialan, niat ingin balas dendam, malah aku yang lagi-lagi kecewa olehnya,” gumam Safa dengan kesal.

Safa sontak langsung keluar dari kamar mamanya untuk sarapan bersama sebelum pergi ke sekolah.

Begitu sampai di meja makan, Safa dengan sengaja duduk di samping Hunter membuat Leni menatapnya dengan heran.

“Kenapa?” tanya Safa kala ekspresi mamanya terlihat bingung dan seolah tak percaya.

Kali ini mamanya duduk berhadapan dengan Hunter tidak berdampingan, alhasil karena itulah Safa berani duduk di samping Hunter, untuk melancarkan aksi balas dendamnya tadi.

“Tidak ada, mama ingin berpesan padamu, minggu depan mama ada dinas keluar kota, hanya dua hari, kamu bisa kan menyiapkan keperluan ayahmu?” Safa hanya mengangguk tanpa jawaban, asyik menyuapkan makannya.

Hunter berusaha fokus makan dan sesekali berkata pada Leni, “Bagaimana jika aku menemanimu keluar kota?” tawarinya membuat Leni tersenyum dengan malu.

“Pekerjaanmu lebih banyak dariku, tidak perlu, aku bisa pergi sendiri, tetaplah di sini dan awasi Safa,” Hunter hanya bisa manggut-manggut dan melanjutkan makannya.

Safa melirik mamanya yang makan sembari menatap ponselnya, hal itu ia manfaatkan untuk balas dendam pada Hunter.

Safa memang fokus makan, namun tangan kirinya berada di bawah meja, mengusap paha Hunter dengan sensual.

Hunter berusaha tenang meski miliknya sudah menegang tak karuan.

Usapan itu naik turun, tangan Safa berusaha membuka kedua kaki Hunter, berusaha membelah paha Hunter untuk bisa menggodanya.

Hunter merapatkan kakinya, mencekal tangan Safa untuk menghentikannya.

“Ayo berangkat sekarang sayang,” ajak Hunter pada Leni.

Safa mengulum bibirnya kala Hunter tampak kelimpungan karena ulahnya. Ia dengan santai menikmati makanannya selagi mereka bergegas berangkat.

“Jangan lupa kunci pintunya,” pesan Leni seraya menyambar tasnya dan berjalan lebih dulu ke depan.

Safa hanya mengangguk di mana Hunter masih di sana duduk di kursinya, “Sebentar sayang, aku akan mengambil berkasku.” Bohongnya pada Leni. Leni hanya mengangguk dan berjalan lebih dulu ke depan.

Begitu Leni keluar Hunter langsung menarik tengkuk belakang Safa dan memangut kasar bibir ranum Safa dengan penuh gairah yang begitu menggebu.

Safa hanya diam dan mengimbangi, menikmati dan merasakan dengan penuh kenikmatan, fantasi liarnya mulai berjalan, imajinasinya semakin banyak saat ini untuk menulis banyak adegan romansa dewasa nantinya.

Sedangkan Hunter kini membalas Safa dengan menyibak rok pendek itu, meremas paha Safa dengan lembut hingga menyapu dengan sensual lembah milik Safa.

Safa menggelinjang tak karuan, berusaha menarik ciumannya namun Hunter menekan tengkuknya dan semakin mempercepat usapannya di bawah sana.

“Enghhh,” erang Safa begitu ia berhasil melepas pangutannya, meremas kuat lengan Hunter kala usapan itu benar- benar cepat dan membuatnya terangsang basah.

“Bagaimana sayang? Nikmat bukan? Ini hukuman untukmu karena berani memancingku,” bisik Hunter seraya menjilati daun telinga Safa dengan tangan yang terus mengusap kain segitiga yang menyelimuti lembah Safa.

Hunter langsung beranjak pergi begitu saja dan menyambar kunci mobilnya seraya melemparkan senyuman tengilnya pada Safa.

“Maaf sayang membuatmu basah dan harus kembali mandi,” ejeknya sebelum pergi keluar menyusul Leni.

Safa hanya bisa mengumpat dengan kesal atas sikap Hunter barusan.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel