Fantasi liar
Keesokan paginya
Safa benar- benar amat sangat takut untuk keluar dari kamar. Selain takut, ia juga malu dengan Hunter atas apa yang terjadi semalam.
“Bagaimana ini? Pria itu bisa dipercaya atau tidak? Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jika ia mengadukannya pada mama, mama pasti akan sangat marah padaku,” gumam Safa yang mondar-mandir tidak jelas di dalam kamarnya.
Safa langsung berhenti mondar-mandir dan seolah ia menemukan akan senjata yang bisa ia jadikan bumerang untuk Hunter, “Jika ia mengadukanku pada mama, aku bisa membela diri dengan mengatakan pada mama jika ia kemarin malam diam-diam masuk ke dalam kamarku.” Safa mengangguk dengan penuh keyakinan akan hal itu.
Safa langsung menyambar tasnya dan bergegas pergi keluar untuk sarapan sebelum berangkat ke sekolah.
Tatapan Safa langsung bertemu dengan Hunter.
Safa langsung duduk di meja makan, kini ia berhadapan dengan Hunter, demi menjaga damainya pagi ini dari ocehan mamanya untuk bersikap baik pada Hunter.
“Kamu ingin telur atau sosis?” tanya Leni begitu menoleh melihat Safa bergabung di meja makan.
“Sosis,” jawab Safa singkat dan asyik dengan ponselnya untuk bertukar pesan dengan Yona.
Hunter yang tengah menikmati rotinya, tak bisa mengalihkan perhatiannya dari Safa saat ini. Safa yang merasa dan tahu jika dirinya sedang diperhatikan kini berusaha untuk tidak tahu apa-apa dan terlihat biasa saja.
Namun tiba-tiba ia merasakan sesuatu di bawah sana.
Kaki Hunter.
Safa mengangkat kepalanya, tatapannya bertemu dengan Hunter yang tengah mengunyah roti dengan santai.
Kaki Hunter mengusap-usap lembut kaki Safa di bawah sana, hanya usapan kaki, namun bisa menggetarkan jantung dan bulu kuduk Safa berdiri semua.
Safa menelan salivanya berusaha merapatkan kakinya dan mengabaikan akan hal itu.
“Nanti mama tidak bisa pulang lebih awal, kamu bisa kan masak untuk ayahmu?” tanya Leni seraya menyajikan semua masakannya.
Safa yang sudah terlalu gugup dan ketakutan saat ini juga merasakan basah pada miliknya tidak bisa menjawab apa-apa selain anggukan kepala.
Leni duduk berdampingan dengan Hunter, mengambilkan nasi untuk Hunter dan Safa.
Kaki Hunter membelah berusaha membuka kedua kaki Safa saat ini. Safa menatap Hunter dengan geraman, bagaimana bisa ia melakukan itu disaat ada mamanya di sampingnya.
“Kamu lembur lagi sayang?” tanya Hunter dengan kaki di bawah sana yang sibuk membelah paha Safa.
Safa yang sudah hampir gila karena ulah Hunter, dengan gila malah memajukan kursinya, membuat Hunter menoleh sekilas menahan senyumnya.
“Ya sayang, aku ada lembur nanti malam, kemungkinan pukul 10 malam aku baru pulang, karena minggu depan perusahaan kita akan mulai menggarap tender besar yang telah didapatkan,” Hunter hanya manggut-manggut seraya menyuapkan nasinya.
Safa yang masih berkecamuk dengan pikiran dan hasratnya sendiri kini menurunkan tangan kirinya, membuka lebar kakinya dan memajukan dirinya hingga kaki Hunter menyentuh miliknya.
Hunter mengulum bibirnya dalam kunyahannya, menggerakkan kakinya untuk merangsang Safa.
Safa mengunyah makanannya seraya meremas kuat sendoknya, itu tidak luput dari tatapan Hunter saat ini.
“Kapan kamu akan ujian?” Safa mengangkat kepalanya, mengetatkan giginya untuk tidak mengeluarkan suara lain saat ini karena dibawah sana sedang mengoyak miliknya meski dengan kaki itu mampu membangkitkan gairah Safa.
“Minggu depan,” Leni mengangguk.
“Berhenti menulis dan fokus dengan ujianmu,” Safa menelan salivanya, sedikit kecewa kala Hunter menurunkan kakinya, tatapan mereka bertemu sekilas sebelum Hunter berbicara pada Leni.
“Kemungkinan aku minggu depan akan ada dinas keluar kota, apa kamu bisa ikut sayang?” Leni memajukan bibirnya dan berkata.
“Sepertinya tidak bisa sayang, maaf ya,” kata Leni yang diangguki oleh Hunter.
Safa yang melihat keromantisan mereka langsung merapatkan kakinya dan merasa jika dirinya paling menjijikkan saat ini mengingat apa yang ia lakukan beberapa menit yang lalu pada Hunter.
***
Di sekolah
Safa termenung di bangkunya, tak lama Yona masuk ke dalam kelas dan menghampirinya.
“Ngelamun apaan sih?” tanya Yona mengejutkan Safa.
Safa menggeleng seraya menyomot roti Yona.
“Bagaimana dengan film yang kukirim semalam?” Safa langsung membungkam mulut Yona seraya melihat kanan kiri dengan panik.
“Jaga ucapanmu, ini di sekolah, bagaimana jika ada yang mendengar?” geram Safa kala Yona benar- benar tidak bisa melihat kondisi dan situasi.
Yona sedikit memajukan tubuhnya dan berbicara, “Aku ikut menulis dalam platform itu dengan nama samaran, saking gilanya aku membuat tiga akun untuk meraup banyak keuntungan. Bagiku ini adalah ladang emas yang harus segera kupanen. Aku benar- benar sangat antusias saat ini. Dan aku sangat menyukainya karena aku menikmati saat menulis adegan adult seperti ini.” Safa langsung membungkam mulut Yona saking gemasnya.
“Bisa tidak kecilkan suaramu, ini di sekolah, mereka akan membakarmu ramai-ramai jika mereka dengar,” kata Safa dengan kesal pada sahabatnya ini.
Yona hanya bisa menyengir dan memajukan tubuhnya untuk bertanya, “Bagaimana denganmu? Kau setuju kan untuk ikut menulis di platform ini? Bonusnya sungguh menggiurkan, minggu depan kita sudah ujian, jika kau tidak ikut menulis di dalam platform ini, kemungkinan kau tidak akan bisa mengikuti ujian. Apa perlu aku membantumu mengajarkan bagaimana caranya menulis adegan eksplisit? Bukankah dengan melihat film sembari menulis bisa kau praktikkan? Ini sangat mudah Saf.” Safa diam mendengarkan ucapan Yona, pikirannya malah tertuju pada Hunter.
Ini sungguh gila bukan? Kenapa pikirannya malah berfantasi pada Hunter coba.
“Ngomong-ngomong bagaimana dengan suami muda ibumu? Apa dia tampan? Apa dia sangat muda? Bagaimana lekuk tubuhnya?” tanya Yona dengan keponya membuat Safa langsung salah tingkah dan memakan roti Yona.
“Kenapa menanyakan orang itu, tidak penting sekali,” ketus Safa membuat Yona memukul tangan Safa.
“Kau sungguh bodoh, kau tidak pernah pacaran atau berciuman, aku tahu kau tidak berpengalaman, dan kau kesulitan dalam menulis novel dengan genre adult ini tapi jika kau mau,” Yona sedikit memajukan kursinya untuk berbisik pada Safa.
“Kau bisa jadikan fantasi liar suami muda ibumu itu, jika ia tampan, dengan melihat tubuhnya saja, kau bisa berimajinasi jauh dengan sangat baik, coba saja jika tidak percaya, aku melakukannya pada kakak tiriku,” ungkap Yona dengan jujurnya tanpa ada yang ia tutupi membuat Safa merasa jika dirinya dan Yona sama gilanya saat ini.
Safa berusaha mengabaikan ucapan Yona namun itu terus terngiang di otaknya.
***
Malam harinya, sejak pulang sekolah hingga malam ini, Safa belum beranjak dari depan laptopnya. Ia berada di dalam kamar sejak siang tadi untuk menulis novel.
“Sialan, kenapa ucapan Yona sungguh mengganggu pikiranku,” gumam Safa yang mana ia malah beranjak dari depan laptopnya dan berjalan ke meja rias.
Safa menatap pantulan dirinya di cermin. Tubuhnya memang oke, body goals banget untuk anak seusianya.
Bahkan bisa dibilang amat sangat seksi sekali.
“Bukankah ibu pulang terlambat?” gumam Safa kala ia teringat ucapan mamanya tadi pagi.
Safa mengumpat kala ia harus menyiapkan makan malam untuk Hunter.
“Apa aku mencobanya malam ini berhubung mama tidak ada?” gumam Safa dengan gilanya.
