Aku Ingin Mencobanya
Safa langsung masuk ke dalam kamarnya dengan jantung yang begitu berdebar sekali.
Mendadak ia sangat takut dan gugup bukan main.
“Astaga, apa yang barusan kulihat? Aku pasti sudah gila,” gumam Safa dengan gugup seraya memegangi dadanya.
Tak lama ponsel Safa berdering, nama Yona terlintas di layar.
“Halo,” jawab Safa begitu teleponnya tersambung.
“Bagaimana, kau akan ikut kan dalam platform itu? Bonusnya benar-benar gila dan menggiurkan, bayangkan saja hanya menulis romansa adult kita bisa dapat 1000$, kapan lagi kita bisa mendapatkan bonus segila itu,” kata Yona yang berusaha merayu dan menghasut agar Safa mau ikut bergabung bersama menulis di platform baru tersebut.
Safa masih diam, menggigiti jemarinya dengan cemas dan gugup, bingung harus berkata apa.
“Kenapa? Kau tidak bisa menulis adegan dewasa itu? Tenang saja, aku punya banyak stok film dewasa, aku akan mengirimnya padamu,” belum sempat Safa menjawab, Yona sudah mematikan teleponnya.
“Ada apa dengan anak ini? Kenapa ia begitu antusias sekali?” tak lama ponsel Safa berdenting secara terus menerus.
Safa langsung melempar ponselnya kala begitu banyak sekali film yang Yona kirimkan padanya.
Dengan gugup dan takut Safa meraih ponselnya, ada sekitar 10 film yang Yona kirimkan.
“Dia sungguh gila,” Safa langsung berbaring menarik selimutnya dan berusaha mengabaikan akan film yang Yona kirimkan.
Safa berniat untuk tidur saja dan melupakan semua yang Yona bicarakan.
Sekitar pukul 1 malam Safa terbangun karena rasa gerahnya. Dengan mata yang terpejam, Safa meraba nakas guna untuk menemukan remote ACnya.
“Akhhh baby terus,” mata Safa spontan terbuka kala suara itu kembali terdengar.
Safa menyipitkan tatapannya dengan kesal kala mamanya benar- benar tidak bisa mengendalikan suaranya.
“Itu dari tadi beneran enggak berhenti? Enggak capek apa?” dumelnya dengan kesal seraya menutupi telinganya dengan bantal.
Tatapan Safa malah menangkap ponselnya, 10 film yang Yona kirimkan tadi langsung terngiang dalam ingatannya.
Perlahan tangannya meraih ponselnya, membukanya dan langsung melihat nama Yona di daftar pesannya.
Tangan itu langsung beraksi dengan menekan salah satu film.
Safa dengan panik langsung menurunkan volume dari ponselnya.
Safa dengan gugup dan panik menarik selimutnya, menonton film biru itu tanpa suara. Entah kenapa jantung Safa berdebar lebih cepat saat ini.
Namun yang lebih meresahkan ialah yang di bawah sana, berdenyut dan amat basah.
Ada apa dengannya? Kenapa rasanya seperti ini?
“Bagaimana mungkin sebesar dan sepanjang ini bisa masuk? Ini sungguh sepanjang dan sebesar ini?” gumam Safa begitu ia melihat milik pria yang ada di film itu sungguh berukuran fantastis, 11 12 dengan milik suami muda ibunya.
“Kamu nonton film biru?” Safa terperanjat bukan main kala suara bass itu berada di belakang tubuhnya hingga ponsel Safa terlempar begitu saja saking terkejutnya.
Safa langsung duduk dengan napas yang tercekat dan jantung yang berdebar hebat.
Hunter berdiri di samping ranjang dengan senyum tipisnya.
Hunter dengan santainya duduk di tepi ranjang Safa.
“Kenapa tidak mengetuk pintu?” marah Safa kala ia benar- benar tidak mendengar tanda apapun saat Hunter masuk ke dalam kamarnya.
Hunter tersenyum dan menjawab, “Sudah, kamunya terlalu fokus menonton hingga tidak mendengar.” Safa menelan salivanya, malu dan panik kini benar- benar menggerogoti dirinya.
Bagaimana jika Hunter mengadukan dirinya pada mamanya nanti? Dia bisa habis dimakan emosi oleh mamanya. Atau mungkin ditendang dari rumah ini.
“Kau akan mengadukannya pada mamaku?” Hunter tersenyum dan menggeleng dengan santai.
“Apa untungnya untukku?” tanya balik Hunter membuat Safa bisa sedikit bernapas meski ia tidak yakin dengan ucapan Hunter.
Safa meremas kuat selimutnya dan dengan keberanian dia bertanya, “Apa yang bisa kamu yakinkan jika kamu tidak akan mengadukannya pada mamaku?” tanya Safa dengan begitu gugupnya.
Hunter menimpakan tangannya tepat di atas paha Safa, “Kamu sendiri bagaimana, apa yang bisa kulakukan untuk membuktikannya?” tanyanya seraya meremas lembut paha Safa.
Jantung Safa benar- benar berdebar begitu hebat sekali kala merasakan remasan itu. Tatapan Hunter tertuju pada film tanpa suara yang masih berjalan itu.
“Ingin mencobanya?” tanya Hunter dengan tatapan yang fokus pada ponsel Safa yang masih menyala.
Safa langsung meraih ponselnya dan mematikannya dengan cepat, ia amat malu dan takut.
Tangan Hunter beralih menyelusup masuk ke dalam selimut, meraba kaki Safa yang mana Safa mengenakan celana pendek, alhasil Hunter bisa merasakan kulit mulus paha Safa.
“Kudengar kamu menulis novel, genre apa yang kamu tulis? Apa kamu pernah menulis genre adult?” Safa menelan salivanya kala pertanyaan Hunter sungguh tepat sekali dengan apa yang ia alami.
Tangan Hunter mulai naik ke atas, meremas-remas lembut paha Safa, Safa dengan cepat langsung menahan tangan Hunter.
“Jangan pedulikan aku, cepat keluar sebelum mama memenggalmu,” usir Safa yang langsung menyibak selimutnya hendak turun dari ranjang, di mana ia ingin sekali pergi ke kamar mandi untuk membersihkan miliknya yang begitu basah dan membuatnya amat gelisah dan tidak nyaman.
“Mamamu sudah tidur pulas, sepertinya dia kelelahan. Bukankah kamu juga melihatnya tadi, betapa puasnya mamamu dengan permainanku,” Safa langsung memicingkan matanya pada Hunter.
“Kau sengaja tidak menutup pintunya saat sedang berhubungan dengan mamaku?” Hunter tersenyum jemarinya bermain di paha mulus Safa.
“Aku tidak berniat begitu, mamamu tadi yang menutup pintunya, ternyata dia sengaja tidak menutupnya rapat, maaf jika kamu melihat permainan kami dan mungkin mendengar suara desahan mamamu,” Safa mengepalkan tangannya dengan kuat dan picingan mata yang penuh kebencian.
Jemari Hunter mulai naik ke atas, meremas sekilas paha Safa hingga naik ke atas mengusap perut rata Safa. Safa dengan gilanya malah memejamkan mata dan mendongakkan kepalanya, ada apa dengannya.
Hunter semakin mempersempit jarak di antara mereka, ia lebih mendekat pada Safa, jemarinya bermain di lingkaran benda kenyal yang terbalut kacamata kuda itu.
Safa menggigit bibir bawahnya membuat Hunter tersenyum kala Safa terbuai dengan permainan jemarinya.
Hunter menyelusupkan tangannya ke dalam kaos Safa, mengusap lembut perut rata itu dengan penuh sensasi yang mana mampu membuat Safa hampir lupa segalanya.
Di bawah sana benar- benar sudah becek sekali, dan Safa sungguh tidak tahan dengan denyutan di bawah sana yang semakin cepat.
“Jika ingin mencobanya, kamu bisa memberitahuku,” mata Safa langsung terbuka, terlihat Hunter berjalan melenggang pergi keluar dari kamarnya.
Safa mengumpat dengan kesal kala ia dipermainkan oleh suami muda ibunya.
Hingga Safa tersadar dengan apa yang barusan ia lakukan.
“Kenapa aku terbuai dengan sentuhannya?” gumam Safa yang merutuki akan kebodohannya namun juga mengakui jika dirinya amat sangat menikmati remasan dan sentuhan jemari Hunter.
Itu sungguh meresahkan dan membuaikan.
“Kenapa aku ingin mencobanya?” gumam Safa dengan gilanya.
