Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 8

Pada hari ini, desa itu sangat ramai, bukan karena tidak ada awan di langit cerah, tapi karena sebuah BMW merah terang bernilai milyaran sedang melaju perlahan di jalan desa.

Semua orang berdiri di pinggir jalan memandangi BMW yang cantik itu. Mata mereka bersinar seolah-olah mereka sedang melihat harta karun.

Awalnya, Tiara ingin membeli Lamborghini merah seharga hampir puluhan milyar, tapi Pak Sutisno menolak, mengatakan kalau Lamborghini tidak cocok untuk pergi ke pedesaan dengan jalan berlumpur dan bergelombang.

Tiara tidak punya pilihan selain menurunkan levelnya ke yang lebih rendah. Menurutnya, ini hanya BMW biasa.

Saat BMW merah Tiara melewati pintu toko obat Sheila, mama nya membawa Sheila keluar dari toko bersamanya dan berdiri di pinggir jalan untuk melihat.

Setelah hampir dua bulan, Sheila bertemu lagi dengan Tiara. Dia duduk di belakang kursi pengemudi, menurunkan kaca jendela dan melambai ke tetangga.

Tiara dengan riasan tebal dan cincin berlian yang mempesona di tangan kanannya. Dia memakai gaun yang sangat cantik dan lebih modis sekarang, bibirnya merah cerah membuat kulitnya sangat putih.

Sheila mengira sesuatu terjadi padanya pada awalnya. Sekarang dia benar-benar menikah dengan pria kaya seperti yang dikatakan Mama nya.

Pernikahan dengan pria kaya selalu menjadi impian Tiara.

Impian Tiara menjadi kenyataan!

Sheila mengerutkan bibirnya dan tersenyum. Dia melirik Mama yang bermata merah, menggelengkan kepala lalu kembali ke toko.

Papa sedang duduk di depan kasir untuk mencatat pemasukan dan pengeluran di buku rekening. Ketika melihat Sheila masuk, dia pun bertanya, "Sheila, apakah kamu cemburu?"

"Aku cemburu karena aku bukan orang suci, pasti ada cemburu. Namun, aku harap aku bisa menjadi desainer interior yang hebat di masa depan, kemudian mengendarai mobil yang aku beli dengan uangku sendiri, luar biasa bukan!" Sheila tersenyum di wajahnya dan penuh harapan untuk masa depannya.

Saat dia berbicara, dia mengambil keranjang bambu di tanah dan membawa di punggungnya.

Melihat hal ini, papa mengeluarkan peti obat kecil dari laci dan menyerahkan kepada Sheila. Papa berkata, "Ada banyak ular di pegunungan, berhati-hatilah."

"Yah, aku tahu. Kalau begitu aku akan ke gunung untuk memetik ramuan!" Sheila mengambil kotak obat dari tangan papanya dan menaruhnya di keranjang bambu di punggungnya. Kemudian dia pergi ke pintu belakang, menginjak jalur lapangan, dan berjalan ke gunung seberang.

Mencari ramuan harus berpindah pindah dari satu gunung ke gunung lainnya.

Dalam beberapa hari terakhir, mama selalu membandingkannya dengan Tiara atau membandingkannya dengan Shanty.

Secara keseluruhan, putri orang lain yang terbaik. Sedang dia, tidak sebaik putri orang lain dalam segala aspek.

Mama sebenarnya berharap kakaknya, Giffa Sudiro, akan mewarisi warisan neneknya. Namun, kakaknya tidak tertarik dengan pengobatan tradisional dan tidak ingin tinggal di tempat terpencil dan miskin ini selama sisa hidupnya.

Sheila, telah belajar kedokteran di gunung ini bersama neneknya sejak dia masih kecil. Dia sangat tertarik dengan pengobatan tradisional. Sayangnya, dia tidak diterima di Fakultas Kedokteran, dan mamanya tidak mau membayar studi ulangnya. Karena itu, dia hanya bisa menjalani hidupnya seperti ini.

Di pegunungan, tidak ada kemacetan atau kebisingan kota, melainkan penuh kemakmuran dan keindahan alam.

Sheila berjongkok di bawah pohon besar, di dahan yang layu dan rerumputan yang hijau. Dia memetik tumbuhan sambil mendengarkan kicau serangga dan burung.

Hari ini, dia cukup beruntung untuk memetik beberapa tumbuhan liar sebagai obat antibiotik alami. Tanpa sadar, dia telah memasuki kedalaman pegunungan. Di pegunungan, pepohonan menjulang tinggi ke langit, ada aliran sungai yang lambat mengalir di pegunungan. Meskipun saat ini musim panas, tetapi yang di rasakan sehangat musim hujan.

Sheila baru saja mengambil ramuan musim panas, dia secara tidak sengaja melihat ke atas dan menemukan beberapa bunga ungu tua yang indah di semak-semak. Dari kejauhan, sedikit mirip dengan anggrek, sangat cantik.

Wanita suka bunga, itulah sifatnya. Sheila sudah terbiasa. Karena bunganya sangat indah, dia ingin memetiknya untuk di taruh ke keranjangnya.

Ketika Sheila berjalan mendekat dan melihatnya dengan hati-hati, dia sangat ketakutan hingga wajahnya menjadi pucat.

Ini bukan anggrek, tapi... Bunga Kecebung Ungu, Tapak Liman, Gulma, Meniran, Chamomile, Basil!

Bunga Kecubung adalah spesies ungu yang mirip bunga anggrek dari kejauhan, dan tumbuh liar di daerah pekarangan.

Lalu, mengapa ada bunga kecubung di pegunungan yang dalam?

Sheila mengerutkan kening dan berpikir sejenak. Kemudian dia mencabut bunga kecubung tersebut, memasukkannya ke dalam keranjang bambu di punggungnya, dan menutupinya dengan tumbuhan lain.

Berjalan menyusuri jalan pegunungan yang berkelok-kelok, Sheila terus bergerak maju hingga mencapai puncak gunung. Dia berdiri di atas batu besar dan melihat ke kejauhan.

Tempat itu penuh dengan pegunungan dan kabut, seindah surga.

Sheila melihat ke bawah sepanjang penglihatan itu. Di antara gunung-gunung di kaki gunung, ada ladang bunga merah, merah muda, oranye, kuning, dan ungu yang luas.

Jelas, ladang bunga yang luas itu tidak tumbuh secara alami.

Bunga-bunga itu... bunga kecubung?!

Siapa yang akan menanam bunga kecubung di hutan lebat ini?

Sheila tiba-tiba mengerti sesuatu, berbalik dan lari.

Kecepatan turun gunung jauh lebih cepat daripada naik gunung. Sheila baru saja berlari setengah jalan menuruni gunung dan dia tiba-tiba mendengar teriakan dari suatu tempat.

Itu suara laki-laki.

Sheila sedikit mengernyit dan tanpa sadar bersembunyi di semak-semak.

"jllllffff-"

"Apakah ular ini mati?"

"Aku tidak tahu! Cepat kamu naik di punggungku. Aku akan menggendongmu turun gunung untuk mencari dokter."

Mendengar suara orang ini, Sheila tiba-tiba merasa sangat familiar.

"Tidak... aku tidak bisa bergerak. Kakiku mati rasa... dan sangat sakit!" Itu adalah suara pria lain.

Mata Sheila sedikit menggelap, dia mengikuti suara kedua pria itu untuk menemukan mereka.

Di bawah pohon besar yang jaraknya kurang dari sepuluh meter duduk dua pria berpakaian dusun.

Sheila melihat dua lubang berdarah di salah satu pergelangan kaki pria itu. Di samping kakinya tergeletak seekor ular hitam putih yang tidak bergerak sama sekali. Dia dengan cepat meletakkan keranjang bambu di punggungnya dan memeriksa luka pria itu.

"Ular Cincin Perak pada umumnya tidak akan menyerang orang lebih dulu. Kamu pasti tidak sengaja menginjaknya barusan." Sheila mengeluarkan kotak obat dari keranjang bambu dan mengeluarkan kotak kayu kecil yang dia bawa. Setelah membuka kotak kayu kecil itu, terdapat beberapa pil coklat di dalamnya.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia mengambil salah satu pil kecil, memasukkannya langsung ke mulut pria itu, dan memerintahkannya untuk menelannya.

Kemudian, Sheila mengeluarkan jarum suntik yang belum dibuka dan cairan racun ular untuk menyuntik pria itu. Setelah selesai di persiapkan Sheila mulai menyuntik pria itu.

Kedua pria itu memandang Sheila kemudian saling memandang, tetapi mereka tidak menolak karena mereka tahu di dalam hati kalau dia sedang menyelamatkan orang.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel