Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Merindukanmu-3

Jika sebelumnya Arsha adalah seorang PengAcara-pengangguran tanpa acara-kini ia adalah seorang pegawai dari Karasi Tbk, hilangkan persepsi kalian jika dia duduk manis di salah satu kubikel, karena pada kenyataannya ia hanyalah seorang OG alias Office Girl di sana.

Apa yang bisa dilakukan seorang yang hanya lulusan SMA tak terkenal di desa, meski dulunya ia seorang murid paling rajin. Tapi, nasib baik tak berpihak padanya empat bulan lalu, tempatnya bekerja memberhentikannya karena kecerobohannya. Membuat presentasi yang harusnya berjalan lancar dan kesepakatan perusahaan besar terjalin kandas sudah. Bos besarnya marah besar dan seketika itu memberinya uang pesangon.

Kini, ia tak mau itu terulang lagi, ia harus menghidupi dirinya ditambah Dean, meski Dean bukanlah keluarga terutama anaknya sendiri, tapi dia merasa iba dengan hidupnya, dia tak punya identitas apapun, bahkan nama Dean saja Arsha comot dari seorang penumpang bus yang ganteng membantunya waktu kesusahan waktu itu. Maka, ia menamai bayi lelaki mungil itu Dean. Hanya Dean, tanpa embel-embel apapun.

Lantai lobi Karasi Tbk. dibersihkan dari debu dan kotoran, selanjutnya dipel dengan air dan cairan khusus agar tak amis, ia bekerja sendiri? Tentu saja tidak, ia datang satu jam sebelum semua pegawai datang. Karasi telah berganti kepemimpinan tahun lalu-itu kata Arfina-tak lagi milik Rafan Reynard , melainkan Kezlin Reynard pria muda yang mulai membawa Karasi ke kancah dunia luar yang luas, bahkan dia sendiri turun tangan jika ada masalah terjadi.

Dia berubah menjadi pengusaha muda yang tak bisa diremehkan begitu saja, mungkin benar dia tak banyak pengalaman, tapi pria berambut hitam berwajah teduh yang sering datang ke Karasi selalu mendukung bosnya. Jika tak salah Arsha ingat, pria itu bernama Silas, karena pernah satu lift turun dari lantai empat. Dia begitu ramah dan tak memandang seorang pegawai rendahan sepertinya.

Jagalah apa yang dimandatkan Tuhan di tanganmu, siram dengan kasih agar kau bisa petik bunganya.

Arsha masih ingat kata-kata pria itu, setelahnya ia tak pernah bertemu lagi. Arsha merasa itu bukanlah sebuah kata-kata biasa melainkan kiasan, hanya saja Arsha tak paham maksudnya.

Ada delapan OB dan OG yang dimiliki Karasi. Mereka mempunyai tugas dan bagian masing-masing yang harus dikerjakan dengan teliti karena bos mereka dirundung kesedihan. Arsha ditugaskan memperhatikan ruang rapat, karena akan diadakan rapat pukul sembilan pagi oleh bos besarnya dengan orang penting.

Arsha membersihkan dengan teliti. Dean, terserah kau akan memanggilku apa? Tapi yang jelas, aku akan berusaha mencari uang untuk kita, kita bertemu pasti punya alasan bukan? Meski aku tak tahu alasannya apa, kau sudah merubahku menjadi wanita yang bertanggung jawab. Tentu saja tak begitu saja Arsha berubah, Bu Antilah yang mengomelinya panjang kali lebar kali tinggi sama dengan luas lingkaran, eh, kurang lebihnya begitu hingga Arsha bergerak maju bukan jalan di tempat.

"Sha, sudah kamu lap dengan teliti? Kamu tahu 'kan Pak Kezlin moodnya enggak pernah baik, jangan sampai kena semprotnya. Periksa lagi," ujar Afina pada Arsha di ambang pintu ruangan besar dengan meja raksasa itu.

"Beres!" Arsha berseru menjawab.

Afina berbalik, ia berganti ke ruangan lain yang harus ia urus. Sementara Arsha memperhatikan setiap detail kebersihan di ruangan itu, tak berbuat ceroboh dan membuatnya kena SP. Dia mau pekerjaan ini selamanya, paling tidak untuk membeli kebutuhan Dean yang tiap bulanya pasti naik.

Arsha menaruh botol air mineral dan kotak berisi kue dari salah satu toko kue terkenal karena rasanya, Arkan Cake & Bakery (Toko kue milik Cheryl : Reset). Seseorang masuk, pria muda yang bekerja sebagai sekretaris untuk bos besarnya, Pak Latif. Dia menyapa Arsha dan meminta membagikan map-map yang ia bawa di tiap meja.

Ia selalu datang lebih dulu sebelum bos mereka datang. Apalagi jika ada rapat besar, dipastikan dia datang saat para OB dan OG masih membersihkan kantor. Dia pria yang ramah dan tampan, dialah yang sering menerima amukan bos besar namun begitu sabar mengerjakan pekerjaannya.

Latif memeriksa lagi apa yang tersaji dimeja rapat, cek sound dan proyektor, tak mau ada kesalahan sekecil apapun. Arsha pun ikut membantu mengeceknya.

"Kurasa semuanya sudah, ruangan rapat siap digunakan. Semoga saja tak ada masalah apapun."

"Semoga saja ya, Pak. Jangan sampai Pak Kezlin marah lagi." Arsha menyambung.

Latif menoleh pada Arsha, "Sha, nanti kamu ya yang temani di sini, siap sedia kalau ada apapun yang dibutuhkan."

"Saya, Pak?" tanya Arsha mengulang.

"Iya." Latif menjawab.

Arsha mengerjakan pekerjaan lain, bicara pada Afina soal permintaan Pak Latif padanya selaku ketua pekerja.

"Kamu yakin bisa? Jangan buat ceroboh di sana, jangan banyak bicara, ah jangan pokoknya deh, kamu itu 'kan ceroboh banget, biar aku yang bicara dengan Pak Latif deh." Afina melarang.

Orang yang akan ditemui Afina muncul, "Fin, nanti biar Arsha yang ada di ruang rapat, kalau Pak Kezlin butuh sesuatu enak buat layaninnya."

Arfina tersenyum keberatan, "Pak Latif yakin?"

"Yakin. Kopi buat Pak Kezlin mana?" tanya Latif pada Arfina.

"Loh, tadi sudah ditaruh kok." Arfina menjawab.

"'Kan minta lagi." Latif berkomentar.

"Duh, aku harus antar minuman-minuman ini ke bagian lain," keluh Arfina.

"Ya sudah biar, Arsha saja. Segera." Latif bergegas pergi setelah meminta.

Arfina membawa nampan besar berisi minuam pesanan para kepala bagian, sementara Arsha membuatkan kopi untuk Pak Kezlin, bos besar mereka. Tak lama ia sampai di lantai ruangan bos besarnya dengan sedikit gugup. Beragam omongan soal ketegasan Pak Kezlin, hingga mereka yang menyebut bos mereka dengan sebutan Mr. Frozen karena tatapannya bisa membekukan hati, bukan meluluhkan hati, ditambah lagi jika berkata saat marah bisa membakar telinga.

Semua pegawai di lantai empat, di mana ruangannya berada harus tahan banting dan dilarang baper, segan Kezlin akan memecatnya dengan senang hati. Arsha melihat Latif memberinya kode dengan dagunya untuk segera masuk. Tiga kali ketukan tanpa sahutan, Arsha memberanikan diri masuk.

Ruangan itu sungguh besar dan didominasi oleh warna hitam, cokelat dan krem. Tak ada satupun barang di sana yang tak penting. Kursi kerja itu tak menghadap meja kerja, melainkan ke arah lain.

"Pak, ini kopinya." Arsha menaruh cangkir dan cawan dengan sedikit suara.

Kursi itu berbalik, menampilkan wajah tampan namun datar dari bos besarnya, Kezlin Reynard. Kopi buatan Arsha diminumnya. Wajahnya tak pernah tersenyum sejak pertama kali Arsha datang sebagai pekerja OG-nya. Arsha mengangguk untuk pamit.

"Tunggu." Kezlin bersuara.

Seketika Arsha membeku. Mampus kau, Arsha! Kau akan digorengnya! Kopimu salah rasa! Pasti. Arsha berbalik namun menunduk.

"Ya, Pak." Arsha membuka suara. Mata tajam Kezlin memandang tepat di manik Arsha. Itu mata apa busur panah sih, tajem amat. Atau jangan-jangan siletnya Mbak Feni Rose?

"Apa kau yang membuatnya?" tanya Kezlin masih dengan wajah datar.

"Iya, Pak. Saya yang membuatnya, apa rasanya tidak sesuai? Akan saya buatkan lagi." Arsha menawar.

"Tidak. Kau boleh pergi." Kezlin berkata datar.

Arsha mengangguk, berbalik dan keluar dari ruangan Kezlin, barulah ia bisa menarik napas. Pegawai yang berada di kubikel pertama dekat ruangan Kezlin pun tertawa kecil melihat reaksi Arsha yang mengusap peluh dan bernapas lega.

"Tak ada masalah 'kan?" tanya Latif.

"Hhh, tidak, Pak Latif." Arsha menjawab dan pamit kembali bekerja kembali.

"Sha, ingat loh, rapatnya sebentar lagi." Latif mengingatkan.

Jika OG maupun OB lain di jam kosong begini, akam duduk leha-leha tapi tidak dengan Arsha. Sport jantungnya masih berlanjut. Itu setan apa gimana? Auranya hitam, gelap, kayak mendung. Apa sih yang buat Pak Kezlin jadi manusia kaku gitu? Apa dia tak pernah makan es krim ya, yang lumer dan manis, bair sikapnya lumer dan murah senyum gitu, nyenengin orang, bukan nyeremin orang.

Arsha merapikan seragamnya, yakin jika rapi dan bersih, barulah ia masuk dan disuguhi wajah tampan Kezlin yang lain. Dia bicara pada sekretarisnya, Latif dan pria lain yang berada di dekatnya, Albin. Pria yang digandrungi para pegawai wanita di Karasi.

Mereka berempat-dengan asisten sekretaris- berbicara soal agenda rapat. Sesuatu hal yang tak semua orang bisa melihatnya, betapa tegasnya Kezlin menjadi pimpinan. Tapi, begitu usai, Kezlin akan terdiam, dia terlihat merenung, menatap layar ponselnya. Papa merindukanmu, Alucio, kamu sedang apa saat ini? Apa kamu diberi makanan yang baik, kira-kira usiamu sekarang enam bulan, kau pasti sangat lucu, aku menjadi orangtua terburuk, tak bisa menjagamu.

Arsha tertegun dengan kediaman Kezlin, terlihat sekali kesedihan di wajahnya, tak lama Albin menyadarkannya, karena tamunya datang. Arsha tertegun saat melihat wajah salah satu tamu rapat, ia mengenalinya. Pria itu tersenyum pada Arsha, namun seketika perhatiannya teralihkan pada Kezlin. Mereka berjabat hangat. Pria itu, pria yang berkata kiasan padaku, apa mungkin dia ada waktu untukku bertanya apa maksudnya? Semoga saja.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel