Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Memutuskan-7

Ketika Arsha pulang kembali ke flatnya, matahari sudah terbenam dengan sempurna. Ia memarkirkan sepeda motornya di halaman flat dan bergegas ke toko Bi Anti. Ia mendengar celoteh bahasa planet Dean.

"Loh, bukannya mandi dulu ganti pakaian kok langsung ke mari?" tanya Bi Anti pada Arsha.

Arsha seketika menepuk keningnya sendiri, "Aku lupa, he he he."

Bi Anti hanya tersenyum kesal, sementara mata bulat itu melihat sosok Arsha pun merengek, tangannya yang mungil terulur pada Arsha.

"Sebentar ya, Dean. Aku mandi dan ganti baju dulu oke."

Dean langsung merengek, dia memekik dan kedua tangannya dihentakkan ke atas matras di mana ia berbaring tengkurap.

"Biar ibu yang bawa ke atas, ah kamu ini diajari seribu kali, gagal seribu dua ratus kali!" gerutu Bi Anti.

Arsha melesat pergi sementara Dean benar-benar merengek, ia mau dipeluk oleh Arsha yang sejak pagi ia cari. Bi Anti benar membuat perhatiannya teralihkan tapi saat sudah melihat Arsha, dia mau Arsha bukan yang lain.

Di dalam flat, Arsha membereskan semua barang milik bayi enam bulan itu ke dalam kamar kedua. Satya akan datang ke flat-nya sebentar lagi, dan ia tak tahu harus berkata apa padanya. Arsha mondar-mandir seperti ibu mau melahirkan, Bi Anti yang masuk membawa Dean pun hanya melongo.

"Bukannya cepetan mandi malah bengong!"

Dean merengek, kedua tangannya terulur pada Arsha meski dalam gendongan Bi Anti. Bi Anti lantas membuka kamar Dean dan berteriak,

"Astaga, Arsha! Ini kamar bayi atau kandang sapi! Dasar gadis jorok! Pemalas, ampuun dah kalau kamu jadi menantu ibu pasti tiap hari ibu ceramahin setiap jam!" omel Bi Anti pada Arsha yang berada di kamar mandi.

Dean berguling di ranjang, dia menangis seolah memanggil Arsha, Bi Anti memberikan botol susu Dean, seketika kakinya diangkat dibuat mainannya sambil tetap merengek melihat ke arah pintu kamar, berharap segera Arsha menggendong dan memeluknya.

Bi Anti tak dibayar untuk membereskan kamar Dean, tapi ia merasa risih karena baginya kerapian no wahid. Segera kamar Dean rapi dalam sekejab, bedak, botol parfum, minyak telon, dan sebagainya tertata rapi di atas meja kecil di sudut kamar. Ia memeriksa lemari kecil yang berisi pakaian Dean, cukup rapi dan lumayan banyak, Arsha selalu membelikan beberapa potong pakaian Dean saat terima gaji.

"Sebentar ya Baby Ganteng, Kak Arsha yang jorok itu lagi mandi, habis itu kamu digendong dan dipeluk dia. Jangan nangis ya, Imut." Bi Anti menciumi pipi Dean dengan lembut. "Sha! Kamu mandi apa semedi di dalam! Semedinya ntar malam aja, Bi Anti mau ke toko!"

Sedangkan Arsha di dalam kamar mandi bergalau ria menjawab, "Iya, Bi tinggal aja, Arsha mau selesai!"

Bi Anti membawa Dean ke atas matras yang berada di ruang tengah mini itu, meninggalkannya bermain sepatu bertali kesukaannya. Jika talinya lepas dia akan tertawa sendiri, menariknya kembali saat bergelantungan. Dia kembali merengek, merasa rindu pada Arsha.

Arsha muncul dengan kepala dililit handuk putih, tangan Dean meraih-raih meminta digendong olehnya. Sementara Arsha memutar otaknya mencari cara untuk sembunyikan Dean.

"Duh, Dean! Ini gimana?"

"Uuuoee..." gumam Dean, merasa bahwa Arsha sedang menggodanya.

"Dean, Satya akan ke sini, kalau ketemu kamu dia bakal ngapain? Mikir yang macem-macem 'kan? Satu macam aja mumet, apalagi macem-macem ya 'kan? Kasih ide donk, Dean..." keluh Arsha.

Bahasa planet Dean kembali menjawab, tapi kini diiringi pekikkan dan kakinya dihentak-hentakkan di atas matras, sambil tertawa melihat Arsha kebingungan.

"Masa iya kumasukkin dia di dalam tas? Di dalam lemari? Di dalam rak? Aduhh, psikopat aku jadinya!" Arsha bingung mondar-mandir di depan matras.

Handuk yang berada di kepalanya melorot dan jatuh, Dean tertawa terpingkal-pingkal hingga dua gigi Dean terlihat. Ya, giginya baru tumbuh dua sangat kecil, itu yang membuat Dean uring-uringan minggu lalu, gigi menggemaskan.

"Suka banget ya kamu ketawa, kakak sedang bingung justru kamu ketawa, hhh, Dean, kalau Satya marah padaku, biarlah, aku sekarang gemas padamu, gini ya kamu, lucu banget sih!" Arsha menggelitiki perut dean, menggigit pipinya dengan mulut sementara ia kegelian memekik kuat sambil menarik helaian rambut basah Arsha.

Ketukan pintu di rumahnya menandakan ada tamu, tak mungkin Bi Anti, pasti dia akan membuka pintu dulu baru berkata. Ini berbeda. Dean melongo, matanya mengikuti langkah Arsha dengan sedikit merengek.

"Sebentar ya," pinta Arsha.

Itu pasti Satya, oke Arsha! Kamu hadapi dia, apapun yang terjadi. Kamu tak mungkin bukan membuang Dean ke jalanan yang dingin tanpa tahu siapa keluarganya! Ingat, kau merantau di kota orang, apa salahnya mengasuh bayi orang lain, toh kamu enggak menculiknya! Arsha memantapkan hati untuk terima reaksi Satya.

Pintu itu terayun, menampilkan sosok pria muda yang segera memeluk Arsha, gadis itu pun membalas pelukan Satya. Satya memeluk semakin erat, namun celoteh Dean membuyarkan keromantisan keduanya.

"Sha, bayi siapa itu?" tanya Satya yang menatap Arsha.

Dean mengoceh dengan bahasa planetnya, mengangkat kakinya bersepatu, talinya terburai mengenai lengannya, geli, membuatnya gemas. Arsha gugup menjawabnya.

"E, anu, Sat... dia namanya Dean."

"Cucu Bi Anti? Atau anak tetangga?" tanya Satya pada Arsha.

"Itu, dia bukan cucu Bi Anti," ujar Arsha gugup.

Satya mendekat ke arah Dean, bayi enam bulan itu melihat ke arah Satya dengan mata bulatnya yang jernih.

"Lalu, anak tetangga yang dititipkan?"

Arsha menggaruk kepalanya yang tak gatal, "Bukan juga, dia, dia-"

"Anakmu?" Satya menanyakan hal yang di luar pemikiran Arsha.

"Bukan, Sat. Tapi, dia ini kutemukan di dalam kardus tebal di terminal aku salah ambil kardus makanan milikku, hanya bayi tak ada keterangan apapun dan-"

"Cukup sandiwaramu, Sha! Dia anakmu 'kan! Jangan ngaco dan mengarang kamu temukan dia di jalanan!"

"Satya, aku enggak bohong, aku memang temukan dia di dalam kardus-"

Satya menatap tajam ke arah Arsha dengan kecewa, "Siapa ayahnya? Jangan bilang kalau itu adalah anakku, sentuh kamu aja enggak. Jawab, Sha!"

"Aduh, Satya. 'Kan sudah kubilang kalau aku nemuin dia di terminal ketuker kardusku dengan dia. Mana aku tahu ayahnya siapa, belum kenalan. Percaya donk, Sat." Arsha menjelaskan.

Satya menggelengkan kepalanya, "Enam bulan kita enggak ketemu, dan kau sekarang punya bayi! Tanpa tahu siapa ayahnya!"

"Sat, kamu tahu 'kan waktu kamu pergi aku enggak hamil? Mana mungkin aku tiba-tiba hamil, melahirkan dan-"

"Bisa saja kehamilan kamu enggak bedar dan kamu melahirkan! Kamu bohongi aku, Sha! Aku kecewa sama kamu, kita putus saja!" Satya memutuskan hubungannya dengan Arsha, ia melangkah pergi dari rumah Arsha.

Arsha memgikuti langkah Satya, Dean merengek karena melihat Arsha menjauh demi mengejar Satya, "Satya, jangan egois gitu donk, kamu salah paham soal Dean, dia bukan anakku..."

Satya berhenti melangkah, menatap Arsha tajam, "Kau bilang kau menemukannya? Kalau begitu kembalikan dia ke tempat di mana kau menemukannya!"

Arsha terkejut dengan perkataan Satya, "Kau gila!"

"Kalau begitu, jangan cari aku lagi!" Satya menampik rengkuhan tangan Arsha.

Di dalam, Dean berguling demi mendapat perhatian Arsha, dia berguling kembali hingga tubuhnya berada di lantai, dia menangis memanggil Arsha dengan suaranya.

"Mma, mmaa..." tangis Dean, wajahnya memerah dan buliran air matanya menuruni pipinya yang gemuk.

Arsha masih termangu dengan kepergian Satya, Dean di dalam menyentuhkan kepalanya di lantai, menangis memekik memanggil Arsha.

Tunggu aku jadi orang gila baru bisa membuang Dean! Arsha kembali ke rumahnya, terkejut melihat Dean yang berada di lantai tengkurap dengan wajah merah dan air mata membanjiri wajahnya dan lantai, liurnya bercampur dengan air mata karena memanggilnya.

Arsha merengkuh bayi enam bulan itu, memeluknya erat sambil mengelus punggungnya. Tangis Dean masih terdengar tapi kian mereda karena timangan Arsha.

Arsha menangis, "Kamu tega banget sih bicara gitu! Aku masih waras, kembalikan Dean di sana, iya kalau ayahnya mau menjemputnya, kalau memang niat dibuang?"

Dean menyandarkan kepalanya di dada Arsha sambil terisak, tangannya memeluk Arsha seolah berkata jangan pernah meninggalkannya.

"Mma," ujar Dean pelan, matanya melihat wajah Arsha yang menangis.

"Aku tak akan tinggalkan kamu, biarlah Satya pergi. Kamu sudah jadi bagian hidupku, siapapun papamu, orangtuamu, semoga bisa menemukanmu suatu hari." Arsha berdo'a untuk Dean.

Arsha memeluk Dean sayang, menimangnya merasakan statusnya yang kembali jomblo setelah enam bulan berpacaran jarak jauh dengan Satya. Arsha membuatkan Dean susu hangat dan menemaninya tidur di kamarnya bukan di kamar Dean lagi.

Dean perlahan memejamkan matanya, kelelahan usai menangis karena takut ditinggal pergi oleh Arsha. Arsha mengambil boneka kelinci yang ia belikan saat berbelanja bulan lalu, entah kenapa Dean menginginkannya, seolah ia tahu bahwa itu bonekanya. Boneka itu dipeluknya erat, membuatnya semakin pulas.

Arsha melihat wajah polos Dean yang terlelap, mengelusnya pelan dan bangkit ke luar kamar. Ia mendesah melihat barang yang dibawa Satya, tak menarik lagi untuk dilihat, pun membungkusnya kembali dan menaruhnya di kamar Dean, di laci paling bawah.

Secepat ini kamu memutuskan, menghilangkan perasaan kita, Satya. Menganggap hubungan yang kita lalui hanya drama percintaan... astaga... Arsha menangis sesenggukan di atas meja dapur. Perutnya terasa lapar, tapi rasa sedihnya mendominasi.

Malam ini, usai makan malam, Arsha memutuskan satu hal, bahwa ia tak akan mau tidur sendiri, tidur bersama Dean menjadi keputusannya. Ia membereskan kamarnya, menaruh barang-barang yang tak penting di kamar Dean. Dan memindahkan barang-barang Dean di kamarnya. Kamarnya terasa luas dan beraroma bayi.

Aku mungkin bukan mamamu, Dean. Atau mungkin juga namamu bukanlah Dean, siapapun namamu, siapapun keluargamu, kini kau bersamaku, kau tanggung jawabku sekarang. Aku menyayangimu, Dean. Arsha melihat kamarnya kemudian melihat Dean. Ia tersenyum manis, dan tidur di sisi Dean mencium keningnya yang khas aroma tubuhnya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel