Bab 2
Setelah mengeringkan tubuhku dan dirinya sendiri, mama menarik tanganku, menuntunku berjalan menuju kamarku, ia mengunci pintu dan menutup jendela kamar. Aku hanya berdiri bengong masih syhok atas semua yang terjadi.
Lalu mama mendekat ke arahku, memegang kedua lenganku, kemudian ia berjinjit dan menempelkan pipinya ke pipiku.
"Dika sayang.. mau yang lebih nikmat nggak?" bisik mamah semakin membuatku lupa daratan.
Aku ingin sekali aku menjawab. "iya", tetapi aku nggak boleh pasif dan hanya pasrah begini, pikirku.
Kuraih kepala mama lalu kutatap matanya dan mencium bibirnya, mama langsung merespon gerakanku, kini kedua bibir dan lidah kami beradu, menciptakan suara Cep.. Cep.. menambah syahdu atmosfer kamarku.
Tak berhenti disitu, kudorong mama ke tembok..
"Aw..! Pelan pelan sayang.." ucap mama yang malah membuatku semakin bernafsu, penisku kembali berdiri mengacung tegak, aku menghimpit mama dengan badanku sembari terus beradu lidah, tangan kananku mulai merangkak mencari payudara mama, meremasnya dengan perlahan serta sesekali memelintir lembut putingnya yang sudah mengeras, sedangkan tanganku yang kiri menyusuri bagian tubuh mama yang lain mulai dari punggung, pinggul, pantat sampai akhirnya menyentuh vagina mama, dan kumainkan segala yang ada disekitar bagian itu.
"Emm.. emmhhhh.. emmhh.. aahhh..." desahan mama yang tertahan oleh mulutku disertai basahnya area sekitar vaginanya.
Tangannya menggelantung di leherku, matanya terpejam, tubuhnya menggeliat menahan kenikmatan yang kuberikan.
"Belajar darimana kamu sayang? Kok sudah pinter." bisik mama dengan nafas terengah-engah setelah melepas ciumanku.
Belum sempat aku menjawabnya tubuhku didorong mama hingga terjatuh diatas ranjangku yang empuk.
Mama merangkak naik ke atas tubuhku dengan wajah penuh gairah, menindihku dan kembali mencium bibirku, kini pinggulku sudah berada diantara kedua kakinya, tanganku dicengkramnya di atas kepalaku. Sambil terus melumat bibirku, mama menggoyangkan pinggulnya ke atas dan kebawah menghasilkan gesekan lembut nan berlendir antara penisku dan vaginanya.
Rasanya begitu nikmat. Bahkan saat itu aku lupa kalau yang berada di atasku adalah mamaku sendiri.
Jeklek...
Tap.. tap..tap...tap
Suara pintu depan dibuka serta suara langkah kaki bersepatu menghantam lantai keramik merubah segalanya. Panik, gugup, khawatir dan takut menjadi satu. Siapa disana? Mungkinkah papa yang pulang untuk mengambil sesuatu yang ketinggalan? Atau ada orang lain..? batinku.
"Ssssttt..." Mama menutup mulutku dengan tangan lembutnya.
Suara langkah kaki itu menyebar kesana kemari dan kini kian mendekat ke arah kamarku.
Aku dan mama tidak bergerak sedikitpun agar tidak menimnbulkan suara. 5 detik suara itu berhenti dibalik pintu kayu kamarku, lalu bunyi lagi menjauh dan jeklek.., pintu depan kembali ditutupnya. Entah siapa disana tapi sepertinya sudah pergi.
Jika orang itu adalah papa, apa mungkin dia tahu apa yang kami lakukan didalam? Dan jika itu adalah orang lain, kenapa masuk rumah orang tanpa ijin dan untuk tujuan apa? Memikirkannya membuatku hilang konsentrasi, kegiatanku dan mama pun berakhir.
Saat ku angkat kepalaku hendak berdiri dan memakai baju, mama menahan kedua pundakku, seraya berkata..
"Nggak usah dipikirkan sayang .. Dia nggak akan tahu apa yang kita lakukan," tutur mama menenangkan pikiranku lalu menjatuhkan badannya diatas dadaku.
Melihatku kembali tenang, mama turun dari atasku untuk berganti posisi, sekarang ia menduduki kepalaku menghadap ke arah batang penisku yang mulai loyo. Tanpa disuruh mama ,aku langsung menciumi bibir vaginanya, mamapun membungkukkan badannya ke depan mengikuti permainanku.
Tangannya meraih segeluntung daging berkulit dan berurat yang tak bertulang itu, menjilatinya bak permen, melahapnya bagaikan menyantap ice cream.
Aku mulai terangsang kembali, ku hisap pintu gerbang mamaku yang lembut itu lalu menjulurkan lidahku menerobos memasukinya.
"Aaahhh.. sayangggg terusinnn.. ennnaakkk." mamaku menggila kegelian. Rasanya agak aneh, sedikit asin bercampur sedap saat tertelan olehku cairan yang entah apa itu namanya.
Tapi lama kelamaan aku menikmatinya, lidahku terus bergoyang diarea becek itu, hingga menemukan sesuatu sebesar biji kacang ijo yang menempel dibagian atas.
"Aaaaahhhhhh.." mama berteriak ketika biji kecil itu kumainkan dengan ujung lidahku.
"Ssshhhhh... Aaahhhh. Emmmm.. Aahhh... Emmm.."
Desahan mama tak beraturan karena mulutnya penuh oleh batang penisku.
Pinggul mama kuangkat lalu kugeser kesamping, mama mengerti bahasa tubuhku, dengan cekatan iya berdiri kemudian mendudukiku lagi tapi kali ini dia setengah jongkok. Tangan kirinya kebelakang melalui selangkangan mama lantas meraih batang punyaku yang sudah sekeras kayu, memegang dan mengarahkannya ke atas, aku yang mengetahui mama ingin melakukan apa segera memanggilnya.
"Mah..."
Seketika mama terhenti,
"Apa sayang.." jawabnya tersenyum.
"Mama yakin..? Beneran nggak apa-apa mah..?" tanyaku masih sedikit ragu.
Tanpa menjawab, mama meneruskan kegiatan yang nanggung itu dan..
Jleeebbb!
"Aaaaahh..., nggak apa-apa dika kusayang.. mama melakukan ini karena memang mama manginginkannya".
Mendengar kata-kata itu keluar dari mulut mama akupun lega dan lebih rileks menikmati persenggamaan ini. Walaupun dia bukan mama kandungku, tetapi entah kenapa dia tahu betul tentang apa yang kupikirkan, awalnya memang aku ragu melakukan ini, aku takut mama begini bukan karena keinginannya melainkan karena ingin menuruti kemauanku, anak manja keluarga ini.
Plakk.. plakk.. plakk..
"Ahh.. ahhh.. yesss.. ahhhh.. auhhhh enak.. yesss.. aahh ennnaakkk.." mama meracau tidak jelas berbaur dengan suara pantat mama menimpa-nimpa pahaku.
Sedikit ku tekan pinggulku keatas sambil mengikuti goyangan mama, dia malah semakin liar. Layaknya sedang naik seekor kuda mamaku mengangkat dan menjatuhkan pinggulnya. Kuiringi dengan sedikit hentakan berlawanan.. aahh, nikmat sekali,.. sempit dan begitu menggigit.. Ku tekan kuat-kuat.. Rasanya ujung penisku menabrak dan ingin mendobrak masuk dinding rahim mamaku.
Baru beberapa menit saja, tubuh mama mulai menegang, tangannya tegang lurus agak kebelakang dan menggenggam erat bak sedang mencengkram sesuatu , tubuhnya menggeliat seperti menahan rasa yang sangat nikmat, dadanya membusung, payudaranya berayun keatas kebawah dan wajahnya menghadap keatas sambil mulutnya terus meracau.
"aaaaaaaahhh... ayyeeesSSS.. sssshhhhh.. ah ah ahh yesss.."
"kam.. u nakal sekal.. i sayang.. sshhh.."
"ma..maa nggak kuat lagi..h, aahhhh.."
"Aaaaaaaaaawwhhhh...."
Teriakan panjang mama menghentikan goyangannya, nafasnya memburu tubuhnya berkeringat dan mengejang seperti orang kesetrum listrik, tangannya mengepal serta kedua kakinya menjepit pinggangku. Terasa sekali getaran tubuh mama, kemudian cairan hangat mengguyur penisku didalam vaginanya. Rupanya ia sudah meraih puncak kenikmatannya.
Badannya ambruk memelukku, aku kasih mama kesempatan untuk beristirahat dan mengatur nafasnya, sesaat kemudian kulumat bibir mama kembali berharap libidonya terpancing, soalnya aku masih belum keluar.
Mama merespon lidahku, nafasnya mulai memburu tanda kalau ia ingin melanjutkan ke babak berikutnya.
Giliran aku yang beraksi sekarang, kugulingkan tubuh Klaim mama dan menindihnya, bibirnya ku emut-emut, sambil tanganku meremas-remas kencang payudaranya, bukannya merasa sakit mama malah mendesah kenikmatan.
"Aawh... ahhh.. aahhh.." suaranya memenuhi ruang kamarku.
Lanjut kuciumi seluruh tubuh mama yang berkeringat itu, mulai dari leher, dada, perut, sampai kakinya.
Melihat mama sudah tidak tahan, ku angkat lalu kubuka kakinya dan masuklah batang keras itu ke dalam sangkar nikmat milik mamaku.
"Sayang.. aahhh, awas lho nanti kamu ketagihan.. eeeengghhh... aaahhh..." ucap mama tersenyum menggodaku.
"Gampang tinggal minta lagi sama mama..". jawabku ngos-ngosan.
"Aahhh.. ahh.. nakal banget kamu sayang" lanjut mama mengencangkan otot-otot vaginanya, penisku serasa di gigit bibir lembut miliknya. Uuhh.. rasanya nikmat sekali.
Semakin lama semakin keras kupacu genjotanku, mama makin menggelinjang menahan nikmatnya penisku.
"Aaawa.. aaahh.. tampar sayang.. aaahh, tampar susu mama !" pintanya.
Awalnya aku sedikit kaget mama memintaku menampar payudara nya, tapi kuturuti saja maunya.
Tangan mama meraih tanganku yang sedang asik meremas payudara, menuntunnya memegang leher mamaku.
Setelah hampir setengah jam kita berdua bergelut di atas ranjang hingga bergonta-ganti posisi, sepertinya mama keluar 2x.
Keringat bercucuran, nafas ter engah-engah, tubuh lemas terkapar di atas ranjang. Begitulah gambaran aku dan mama setelah saling memuaskan hasrat.
"Makasih ya sayang.. kamu hebat," ucap mama sambil memiringkan tubuhnya ke arahku dan memainkan putingku dengan telunjuknya.
"Sama-sama mah.. nggak nyangka mamaku senakal ini sama anaknya," sahutku lalu mencium bibirnya.
Sesaat kemudian mama memejamkan mata lalu tertidur, aku meninggalkan mama yang terkapar lemas di tempat tidurku. Mengambil pakaian dan handuk untuk aku mandi lagi, membersihkan lendir dan keringat di tubuhku.
~~~
"Apa yang barusan kulakukan? Kenapa aku mengikuti hawa nafsuku...? Ini semua nggak seharusnya terjadi!
Bodoh sekali aku! Bagaimana kalo suatu saat papa tahu? Apa yang ia rasakan ketika mengetahui anak satu-satunya mengkhianatinya? sesalku dalam hati.
Aku pergi dari rumah setelah kejadian itu. Tujuanku adalah sebuah rumah pohon tak beratap yang sudah lama kami bangun bersama teman-temanku diatas sebuah kali kecil, mereka adalah teman sekelasku. Disana aku hanya duduk diam dan merenung menyalahkan diriku sendiri. Saat itu aku sangat menyesal, aku butuh seseorang, tetapi tidak ada, teman-temanku kebanyakan bekerja setelah lulus sekolah. Hanya aku yang lanjut ke perguruan tinggi, dan beberapa saja yang masih menganggur.
"Woyy..!! Ngapain lo sendirian di situ dik?!"
Teriakan itu membuyarkan lamunanku, rupanya Bagus temanku. Aku dan dia tidak begitu akrab, tetapi yang kubutuhkan saat ini adalah dia, seorang teman.
Bagus menghampiriku, duduk disampingku kemudian mengajakku bercanda dan bercerita tentang kelucuan masa-masa SMA. Anaknya lumayan keren, hehe. Juga humoris, selalu ada saja yang dia lontarkan dari mulutnya.
Alhasil, aku sedikit terhibur dan tidak terlalu larut dalam kesedihan, malahan sekarang aku menjadi akrab dengannya. Aku tidak menceritakan apa yang kualami padanya, karena menurutku itu adalah aib keluargaku yang harusnya kusimpan rapat-rapat.
"Udah sore nih gus.. Balik yuk, kapan-kapan main lah kerumah gua, kita main PS.." ajakku.
"Boleh! Tapi ntar ya kalo gue nggak sibuk," balas Bagus.
"Sibuk apaan lu! Mainan burung.?!" ledekku.
"Haha.. Nah itu lo tau," jawabnya nyengir.
Waktu itu burung peliharaan memang masih populer dikalangan para lelaki. Bahkan papaku juga ikut-ikutan.
Kalau ingat papaku, aku jadi kembali sedih dan merasa bersalah. Aku harus bagaimana sekarang? gumamku sambil berjalan pulang.
