Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB. 4 Terpesona

“Nak Junot, ini ketoprak pesanan Anda. Gado-gadonya, tunggu sebentar, ya!” seru Bu Jayanti.

“Beres, Bu.” sahut Junot sambil mulai menyantap ketoprak itu sambil sesekali melirik ke arah sang gadis.

"Lilian, tolong ambilkan kerupuknya ya," suara lembut Bu Jayanti terdengar saat dia sibuk meracik bumbu gado-gado.

"Iya, Bu," jawab gadis itu dengan suara merdu, lalu dengan cekatan mengambil kerupuk dari dalam toples besar di meja.

Junot mengamati setiap gerakan gadis itu. Nama Lilian terngiang di telinganya, begitu pas dengan kecantikan alami yang dimiliki gadis itu. Dia tak pernah merasa seperti ini sebelumnya, jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya. Lilian terlihat sangat berbeda dari gadis-gadis yang biasa ditemui olehnya sebelum, dengan kecantikan yang begitu tulus dan alami.

"Lilian, siapa ya?" tanya Junot dalam hati, penuh penasaran.

Beberapa menit berlalu, Bu Jayanti datang menghampiri Junot sambil membawa piring gado-gado pesanannya.

"Ini, Mas Junot, gado-gadonya sudah jadi. Maaf ya, agak lama. Tadi sedang ramai," kata Bu Jayanti sambil tersenyum.

"Tidak apa-apa, Bu Jayanti. Terima kasih," jawab Junot sambil tersenyum.

"Ngomong-ngomong, Bu, siapa gadis yang tadi membantu? Saya belum pernah melihatnya di sini."

"Oh, itu Lilian. Dia saudara Ibu yang baru datang dari desa. Sekarang dia membantu ibu di sini," jawab Bu Jayanti ramah.

"Lilian, ya? Nama yang cantik," kata Junot setengah berbisik, namun cukup jelas terdengar oleh Bu Jayanti.

"Tepat sekali, Mas Junot. Dia memang cantik, dan sangat rajin," tambah Bu Jayanti dengan senyum bangga.

Junot tidak bisa menahan rasa ingin tahunya. Setelah Bu Jayanti kembali ke dapur, dia memutuskan untuk menghampiri Lilian yang sedang merapikan meja.

"Permisi, kamu Lilian, kan?" sapa Junot dengan suara lembut.

Lilian menoleh, sedikit terkejut namun tetap tersenyum.

"Iya, benar. Ada yang bisa saya bantu, Mas?" jawabnya sopan.

"Saya Junot, langganan tetap di sini. Baru pertama kali lihat kamu di sini. Kamu bantuin Bu Jayanti, ya?" Junot berusaha memulai percakapan.

"Iya, Mas Junot. Saya baru beberapa hari di sini, membantu Bu Jayanti," ucap Lilian dengan senyum malu-malu.

"Kamu terlihat sangat cekatan. Pasti Bu Jayanti senang sekali dibantu kamu," puji Junot.

"Terima kasih, Mas Junot. Saya senang bisa membantu," jawab Lilian dengan rendah hati.

Junot merasa semakin terpesona oleh kesederhanaan dan kerendahan hati Lilian. Mereka pun terlibat dalam percakapan ringan, saling mengenal satu sama lain.

"Sebenarnya saya juga sering datang ke sini, tapi baru kali ini melihat kamu. Kamu dari desa mana, kalau boleh tahu?" tanya Junot, mencoba memperpanjang obrolan.

"Saya dari desa di luar kota ini, Mas. Desa kecil tapi indah. Saya datang ke sini karena ingin melanjutkan pendidikan dan juga mencari pengalaman di kota," cerita Lilian.

"Menyenangkan sekali bisa mengenal kamu, Lilian. Desa kamu pasti indah sekali, ya. Saya jadi ingin suatu saat bisa mengunjungi desa kamu," kata Junot dengan senyum tulus.

"Terima kasih, Mas Junot. Desa saya memang indah, dan penduduknya ramah-ramah. Saya yakin, Mas Junot akan suka," ucap Lilian dengan mata berbinar.

Percakapan mereka terus berlanjut, semakin akrab seiring waktu yang terus berlalu. Junot merasakan sesuatu yang berbeda dalam hatinya. Lilian bukan hanya cantik, tapi juga memiliki kepribadian yang hangat dan tulus. Dia merasa sangat nyaman berbicara dengan Lilian, seolah-olah mereka sudah lama saling mengenal.

"Mas Junot, makanannya sudah dingin lho. Jangan lupa dimakan, nanti keburu tidak enak," tutur Lilian mengingatkan dengan senyum.

"Oh, iya, maaf. Saking asyiknya ngobrol, saya sampai lupa. Terima kasih sudah mengingatkan, Lilian," jawab Junot dengan tawa kecil.

Junot mulai menyantap gado-gado dan ketoprak kesukaannya, namun matanya masih sesekali melirik ke arah Lilian. Setiap kali Lilian tersenyum atau tertawa, Junot merasa jantungnya berdebar semakin kencang. Dia tidak pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya. Sejak pertama kali melihat Lilian, dia sudah terpikat oleh pesona gadis desa itu.

Ketika Junot selesai makan, dia merasa enggan untuk berpisah. Dia ingin terus berbicara dengan Lilian, mengenalnya lebih jauh. Sebelum pergi, dia memutuskan untuk memberanikan diri.

"Lilian, bolehkah kita bertemu lagi lain kali? Mungkin kita bisa jalan-jalan atau ngobrol di tempat yang lebih santai," tanya Junot dengan harapan besar di hatinya.

Lilian tersenyum, matanya berbinar.

"Tentu, Mas Junot. Saya akan senang sekali. Kita bisa bertemu lagi kapan saja Mas Junot mau. Saya tetap membantu Bu Jayanti di warungnya."

Junot merasa sangat gembira mendengar jawaban Lilian. "Baiklah, Lilian. Terima kasih. Saya akan menunggu kesempatan itu. Sampai jumpa lagi," ujar Junot dengan senyum lebar.

"Sampai jumpa, Mas Junot," jawab Lilian sambil melambaikan tangan.

Junot meninggalkan tenda lesehan Bu Jayanti dengan hati yang berbunga-bunga. Dia tahu, pertemuan dengan Lilian adalah awal dari sesuatu yang indah. Lilian bukan hanya seorang gadis cantik dari desa, tapi juga seseorang yang mampu membuatnya merasakan cinta sejati untuk pertama kalinya. Dengan langkah ringan, Junot berjalan pulang, membawa kenangan manis dan harapan besar untuk pertemuan berikutnya dengan Lilian.

Setelah pemuda itu pergi,

Lilian buru-buru ke belakang, napasnya tercekat. Sejujurnya dari tadi dia sangat takut berdekatan dengan Junot yang tiba-tiba saja ingin berkenalan dengannya. Padahal mereka sebelumnya belum pernah bertemu. Lilian menjadi ingat nasihat neneknya saat di desa.

"Jangan mudah percaya kepada orang asing yang baru kenal."

Nasihat Nenek Rukmini itu, selalu terngiang-ngiang di pikirannya dan akan selalu diingat oleh Lilian sepanjang hidupnya.

Bu Jayanti seolah-olah mengetahui ketakutan Lilian. Dia lalu menghampiri sang gadis dan menanyakan penyebab dirinya seperti itu.

“Lilian, kamu kenapa? Kok wajahmu seperti orang ketakutan?” tanya sang ibu.

Lilian pun menjelaskan jika pemuda yang sedang makan tadi mengajaknya berkenalan.

"Oh … Nak Junot adalah pelanggan tetap warung Ibu. Biasanya dia nggak makan disini tapi dibungkus. Namun hari ini, tumben-tumbenan Nak Junot memilih makan di tempat.

Dia pemuda yang baik, walaupun Nak Junot itu, anak orang kaya, akan tetapi dia tidak pernah menyombongkan dirinya, terbukti dia mau makan di warung lesehan ibu yang sederhana ini. Kamu gak perlu takut dengannya," seru Bu Jayanti.

Lilian mendengarkan semua penjelasan Bu Jayanti. Gadis itu juga memberitahukan perihal ketakutannya ini, karena dia ingat nasihat neneknya, sebelum mereka memutuskan untuk merantau agar jangan mudah percaya kepada orang yang baru dikenal.

Iya, Bu. Saya hanya mengingat pesan dari Nenek Rukmini. Jika aku dan Dahlia, jangan mudah percaya dengan orang asing,” ungkap Lilian.

"Tapi, Ibu juga kan baru kenal sama kalian berdua. Tapi kok kalian bisa percaya sama Ibu?" ujar Bu Jayanti.

"Sama Ibu kan berbeda, saat pertama saya bertemu Ibu, insting saya berkata jika Ibu adalah orang yang baik," seru Lilian.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel