Doakan-2
Melangkah ke kamar pertama di ruamhnya, mendekati lemari pakaian, tangan Geiska terulur menyibak beberapa gantungan pakaian. Jatuh pada gaun hitam dengan dada rendah dan sepatu berhak tinggi dengan warna senada dikenakannya.
♧♧
Kaki jenjang Geiska melangkah masuk ke dalam lobi, menekan angka di mana lantai kamar 501 berada. Geiska melihat ke kaca make upnya, tak ada yang salah dengan wajahnya, dipoles make up membuatnya tampak berbeda seratus delapan puluh derajat. Geiska tak peduli pada semua mata yang tertuju padanya di lobi, yang ia inginkan adalah menyelesaikan pekerjaannya malam ini.
Lift berhenti di lantai yang dimaksud, kakinya melangkah tepat di depan pintu 501. Ketukannya dijawab dengan pintu yang terayun, seorang pria muda tersenyum ke arahnya, pria itu tertegun melihat penampilan Geiska, sesuai dengan yang diharapkannya. Seksi dan cantik menggoda.
-
Ilyas dan Geiska berada di atas tempat tidur dengan selimut membungkus tubuh seksi Geiska, rambut cokelatnya tampak acak-acakkan dan berkeringat. Sementara Ilyas hanya memakai celana hitam tanpa atasan, ketika seoramg wanita paruh baya masuk.
"Sayang, Ilyas..." sapa wanita berpakaian ketat itu masuk ke dalam kamar. Matanya benar menangkap ada sosok Ilyas yang dicarinya, tapi tak sendiri.
"Ya, Mega. Aku sudah bilang sedang sibuk dengan wanitaku." Ilyas berkata manja, ia mencium kening Geiska mesra.
"Ilyas! Kamu enggak bisa gini donk sama aku, aku sudah kangen berat sama kamu, ayo kamu bangun!" Mega menarik tangan Ilyas bangkit dari ranjang.
"Tante itu siapa sih? Ganggu acara kencanku saja sama Ilyas! Enggak lihat apa dia lagi sam aku!" Geiska menyela sambil menahan langkah Ilyas untuk bangkit, justru menyandarkan tubuhnya di dada Ilyas mesra.
Mega menatap nanar pada Ilyas, "Jadi benar dia ini calon isteri kamu?"
"Sudah kukatakan berkali-kali bukan?"
Mega menampar Ilyas, "Kamu tega sama aku, Ilyas! Jangan temui aku lagi!"
"Maafkan aku, Mega. Mega!" Ilyas memanggil nama Mega. Namun wanita itu telah membanting pintu kamar dan pergi dengan air mata bercucuran.
Geiska menyibak selimutnya, mengambil tisu mengelap bekas ciuman Ilyas di keningnya. Pakaiannya masih lengkap, bahkan sepatu berhak tingginya masih dikenakan.
"Akan kubayar soal ciuman itu." Ilyas mengambil kemejanya dan membuka dompet, mengeluarkan jumlah yang sama dengan yang telah dibayarnya tadi sore.
"Diterima." Geiska menyahut uang itu.
"Terima kasih telah membantuku terlepas darinya."
"Sama-sama." Geiska berbalik setelah tersenyum tipis cenderung datar, dan melangkah pergi melalui jalam berbeda dengan arah datangnya tadi.
Ilyas terkejut karena sikap Geiska berbeda sekali dengan saat disewanya tadi. Ilyas tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.
♧♧♧
Mata Geiska terbuka, perih karena masih merasa sangat mengantuk, tapi telinganya mendengar suara di luar kamarnya, itu bukanlah suara tikus, karena dipastikan tak ada celah satupun untuk tikus jalanan masuk. Jikapun itu cicak tak akan mungkin membuat gaduh seperti itu. Gadis berambut cokelat itu dikucir sekenanya, menyibak selimut bermotif Mickey Mouse berwarna merah.
Kaki Geiska membuka pintu kamarnya, ruangan di luar redup, sengaja karena mengirit agar tagihan listrik tak melonjak. Hanya satu titik di dapur saja. Matanya menelisik dapur, di mana suara tadi berasal, tak ada apapun yang terjatuh maupun bersentuhan. Ketika berbalik, ia melihat sesuatu berpendar di atas meja makan. Sebuah kue ulang tahun.
Jika semua orang akan bahagia ketika diberi kejutan kue ulang tahun, tidak demikian pada Geiska. Kakinya melangkah cepat ke ruang tamu mininya menyalakan saklar, kosong. Kakinya beralih pada pintu utama flat, tetap terkunci, bahkan alarmnya masih menyala. Gadis itu berbalik, bertanya pada dirinya sendiri, dari mana sebuah kue bisa duduk manis di atas meja makan flatnya tanpa seseorang lain masuk. Geiska mendesah, keringatnya bercucuran, seketika udara di sekitarnya terasa hilang.
Geiska mendekati meja makan bundar dengan tiga kursi yang menutup, di sana tak hanya ada kue ulang tahun dengan taburan banyak krim berwarna kekuningan, krim keju dengan sembilan ceri di atasnya, lalu ada dua angka lilin menunjuk umurnya saat ini. Tapi, ada sebuah kotak hadiah dengan ukuran berbeda, kali ini jauh lebih kecil dari sebelumnya. Sebuah note terduduk manis di bawah nampan kue.
Do'akan dirimu dengan baik, aku akan do'akan yang terbaik juga untukmu. Tetaplah tersenyum dan selamat ulang tahun, Geiska. Selamat pagi.
••
Masih pada puasa 'kan ya? Nyak datang lagi, hi hi hi. Di bawah jangan kaget jika ada makanan menggiurkan, ini sungguh cobaan bin godaan. Daaaann, ada kesayangan kita semua nih, dia udah gede ha ha ha. Cuzzz kepoin!
♧♧♧
Kue ulang tahun yang bertuliskan namanya masih ada di dalam lemari es, tak tersentuh maupun terpotong, bahkan lilinnya masih terpasang di sana-yang tentunya dipadamkan Geiska. Ada beberapa pesan saat bangun pagi, terutama dari Sandra yang mengucapkan selamat ulang tahun padanya. Sandra mengajaknya untuk bertemu di Bonita, akan menraktirnya kopi pukul sembilan.
Geiska melangkah ke kamar kedua, di mana kamar itu berisi barang-barang saja, termasuk barang paket dari Elang. Ia menjumlah semuanya, sudah ada sembilan kotak yang berbungkus kertas cokelat, dari pengirim yang sama dan berbeda bentuk. Tak ada dari diantaranya Geiska buka, entah isinya apa. Kadang Geiska mendengarkanya jika tak berdetak itu bukanlah bom, hanya itu. Maka barang itu akan teronggok di sini, entah kapan dibukanya.
Satu kotak paket kembali tersusun, Geiska menafsir jika itu dari Elang. Elang, tentu bukan burung elang yang masuk ke dalam rumah, dan apa dia sengaja mengungkap namanya sebagai Elang? Entahlah, siapapun kamu, kamu kurang kerjaan sekali. Kenapa kau sembunyikan identitasmu jika kau ingin aku mengenalmu? Dasar aneh.
Geiska bangkit, memilih ke kamar mandi dan akan pergi menemui Sandra di Bonita empat puluh delapan menit lagi. Geiska sengaja tak berendam, karena jelas akan lama dan bakal terlambat bertemu Sandra nanti. Ia bangun siang, karena semalam termenung berlama-lama di depan kue ulang tahun yang entah dari siapa dengan ditemani kenangan ulang tahunnya yang lalu, saat semua ada di sisinya.
Memakai kaus krem berlengan pendek dipadukan dengan cardigan panjang dan celana jeans ia keluar dari Lisabeth. Sengaja tak membawa tas besar, hanya tas kecil yang diselempangkan, karena belum ada pelanggan untuk memakai jasanya.
Sapaan satpam ia balas dengan senyuman tipis, melangkah ke luar Lisabeth dan mengendarai sepeda motornya. Karena bangun siang, tak sempat memasak makanan maka dari itulah ia mampir ke kedai bubur ayam. Belum juga Geiska memesan, ia sudah disodori satu kotak stereofom lengkap dengan teh kemasan botol dan sedotan. Geiska mengambil dompetnya untuk membayar.
"Sudah dibayar, Mbak bawa saja." Pelayan kedai memberitahu.
"Saya belum memesan loh, Mbak. Dan sekarang sudah dibayar? Yakin ini buat saya?" tanya Geiska meyakinkan pelayan itu.
"Iya, ini memang buat Mbak," ujar pelayan itu membenarkan.
