Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 5: Sleep With Her

Carl

Berada di ruangan ini membuatku merasa panas dingin. Aku tak suka bila harus membahas mengenai pernikahan yang sudah ku terima demi permintaan mereka. Aku rasa menerima pernikahan ini dan menjadikan Grace sebagai istri sah adalah hal yang cukup akan tetapi, mereka sepertinya meminta lebih dari itu. Tidak meniduri Grace adalah hal yang salah sebab dia perlu untuk dihamili agar melahirkan keturunan di keluarga ini.

Masalahnya adalah ketika aku menatap Grace yang pernah sekali telanjang di hadapanku, aku sama sekali tak bergairah. Pikiranku selalu berada di tempat lain ketika aku bersamanya. Aku tak bisa hidup seperti ini sejujurnya akan tetapi, keadaan memaksa agar aku terus bersama Grace sampai aku punya alasan untuk menceraikannya.

Grace sebetulnya tak perlu terikat kepadaku. Dia hanya mencari sumber sakit hati apabila sampai terikat hubungan tubuh dengan diriku. Aku hanya ingin memuaskan hasratku, bukan hasratnya. Dia tak pernah memahami alasan mengapa aku lebih memilih tidur bersama wanita lain sebab aku tak ingin mengambil kewanitaan yang sudah dia jaga selama bertahun-tahun. Pria brengsek sepertiku tak pantas menerima hadiah darinya.

"Kami memutuskan untuk tinggal di sini dan memastikan Grace dalam keadaan baik. Setidaknya, kau harus melakukan sesuatu, Carl. Beli obat atau apapun itu agar kau bisa tertarik untuk tidur dengannya." Pinta Mama.

Aku sebetulnya sudah menduga pada akhirnya mereka akan ikut campur dengqn urusan pribadiku. Mereka bahkan akan tinggal di sini hanya untuk memastikan apakah Grace ditiduri atau tidak. Mereka benar-benar terobsesi memiliki seorang cucu dariku.

"Dia tak pernah siap untuk itu," kataku datar, aku akan terus mengatakan hal yang sama agar mereka yakin. "Aku rasa istrimu itu bukan remaja labil, Carl. Dia siap untuk apapun itu dalam pernikahan. Lagipula, dia rela mengorbankan cintanya hanya untuk menikah denganmu," ucap Mama.

"Dia seharusnya tak perlu berkorban hanya untuk menikahi pria brengsek sepertiku. Sampai kapanpun aku tidak akan meniduri gadis yang tidak ku cintai." Tegasku.

"Jika kau tidak tertarik meniduri wanita, jadi, kau tertarik untuk meniduri pria?" Aku tersenyum tipis mendengar pertanyaan Papa, "Aku masih suka wanita hanya saja, Grace memang bukan tipe wanita yang aku mau." Jelasku.

"Apapun itu, Carl. Pernikahan ini sudah terlanjur dilaksanakan, aku tak ingin citramu buruk di depan media serta orang kantor."

"Papa tidak perlu khawatir, mereka tak peduli atas citra yang aku punya begitupun aku. Aku akan terus mencari apa yang ingin aku temukan."

"Jangan membuang-buang waktu, Carl. Kau sudah tidak muda lagi. Sudah waktunya untuk membangun rumah tangga yang baik bersama istrimu. Malam ini aku ingin kalian tidur berdua." Ucap Papa.

"Jika itu yang kalian mau dan itu yang membuat kalian senang maka, akan aku lakukan." Ucapku pasrah.

Aku sudah tak punya tenaga untuk membicarakan prahara rumah tangga bersama Grace yang tak ada cinta di antara kami berdua. Pernikahan kami sekedar formalitas surat agar aku mendapatkan jabatan dan warisan sementara, Grace setuju menikah hanya agar kami mau berinvestasi pada pembangunan rumah sakit milik keluarganya di Queensland. Dia membutuhkan dana banyak untuk itu.

Seringkali aku mengizinkan Grace pergi ke Queensland untuk sekedar berkunjung, bekerja atau liburan sesaat. Aku ingin dia bahagia sebab dia berhak bahagia di tengah-tengah pernikahan yang cukup menyakitkan ini. Dia tau semua alasan mengapa aku tak pernah menyentuhnya dan selalu mengabaikan dirinya, dia tau. Hanya saja aku cukup terkejut mendengar pengakuannya di dalam mobil ketika dia mengatakan dia mencintaiku.

Aku hampir tak percaya dia bisa jatuh cinta pada seorang lelaki seperti aku yang tak punya hati dan selalu mengabaikan dirinya. Seharusnya dia tidak menaruh hati, seharusnya dia menemukan belahan jiwa lain yang mampu dan pantas untuk dia cintai dan mencintainya. Aku tak akan keberatan jika dia selingkuh di belakangku karena akupun akan melakukan hal yang sama sebab pernikahan kami memang tanpa adanya dasar cinta.

Aku masuk ke dalam kamarku setelah mendengar nasehat kedua orangtuaku. Mereka memang tidak ikut campur selama 6 bulan terakhir hanya saja setelah mendapat laporan dari Grace tentang semua perilakuku kepadanya, aku harus berakhir tidur di ranjang yang sama dengan Grace. Dia terlihat duduk dengan anggun menyisir rambutnya di depan kaca. Dia cantik hanya saja Elena jauh lebih cantik daripada dia.

"Carl, kau sudah datang. Aku minta maaf jika sudah menyinggung perasaanmu. Maaf, aku juga menaruh lilin aroma di setiap sudut ruangan, aroma vanila, kesukaanmu." Dia meraba dada bidangku, aku hanya menatapnya datar, sikapnya berubah menjadi periang seketika.

"Aku akan menyingkirkan lilinnya jika kau tidak suka, Carl." Dia mendekat ke arah lilin yang dia taruh di sudut ruangan, "Tidak perlu, kau harus tidur sebab besok kau harus bekerja." Kataku, dia mendekat dan berbaring di sebelahku, ada perasaan tak nyaman di dalam diriku.

Aku bisa tidur dengan nyenyak di samping Elena akan tetapi, di samping Grace aku merasa seperti terkurung dalam penjara. Ku lihat Grace tidak mengangguku, dia tidur terlelap ketika aku sibuk bermain dengan ponselku. Aku masih berpikir untuk bertemu dengan Marvin dan mengetahui informasi nama yang sudah membuat Elenaku menangis tersedu-sedu.

Aku berjalan ke balkon untuk duduk sembari menikmati bintang-bintang yang bertaburan di atas langit. Aku menelpon Marvin agar dia cepat bekerja menemukan siapa mantan kekasih Elena. Aku yakin Elena memiliki hubungan dengan pria lain yang telah meninggalkan dia atau sudah memutuskan hubungan dengannya akan tetapi, dia tidak mau menyebut nama pria itu ketika aku bertanya.

Rasa cintaku kepada Elena begitu besar, aku baru pertama kali bertemu dengannya setelah sekian tahun. Dulu kami sering bermain ketika usia kami masih belia akan tetapi, semenjak dia pindah ke Melbourne, kami jarang bertemu. Aku tak pernah berpikir dia akan tumbuh menjadi gadis dewasa yang begitu cantik luar biasa. Aku tak pernah mengira akan bertemu dengan seseorang yang terbiasa bersama sejak kecil.

Ku pikir malam itu aku bertemu dengan orang asing. Tapi, dia tentu tidak begitu asing.

"Tuan Foster, mengapa anda tidak tidur? Marvin akan datang besok pagi, dia sedang istirahat." Ucap Dex melaporkan.

"Duduklah, kau tau aku tak bisa tidur. Aku tak merasa nyaman berada satu ranjang dengan Grace."

"Kau tidak akan pernah tau rasanya jika tak pernah mencoba, Tuan." Aku melirik matanya tajam, "Aku hanya tak ingin menghancurkannya, Dex." Kataku sembari meneguk segelas anggur merah yang baru saja dia tuangkan.

"Kau tidak menghancurkannya, Tuan. Nyonya Grace adalah istri sah anda, anda berhak untuk melakukan hubungan seksual dengannya. Itu lebih baik daripada meniduri para pelacur." Ucap Dex menasehati.

"Aku sudah terbiasa dengan mereka, lagipula mereka dibayar memang untuk itu sementara, Grace berbeda." Kataku.

"Anda sebaiknya mencoba, Tuan. Jangan sia-siakan dia lagipula, ini semua demi memenuhi permintaan orangtua anda." Aku berpikir sejenak ketika Dex mengatakan hal itu.

Dia benar, Papa dan Mama memintaku untuk menidurinya jadi, aku akan meniduri Grace demi mereka. Lagipula, kami memang sudah terikat dalam pernikahan yang sah, tidak ada salahnya apabila aku berhubungan dengannya selama berjam-jam. Aku rasa Grace juga sudah siap untuk tidur denganku akan tetapi, kini dia sudah tertidur lelap. Apa aku harus membangunkannya untuk melakukan itu? Astaga, rasanya canggung sekali.

"Dex, kau bisa keluar. Telpon aku jika Marvin sudah datang dan pastikan dia tau segala hal tentang Elena." Dia mengangguk paham lalu, keluar.

Setelah beberapa saat Dex keluar dari kamarku. Aku kembali masuk dan mengunci pintu balkonnya. Grace masih tertidur lelap, dia terlihat tak terganggu sama sekali. Aku mengunci pintu depan dengan pelan agar Grace tidak terbangun. Aku berjalan ke arah ranjang dimana dia tertidur, aku membuka selimut yang membungkusnya. Aku meraba tubuhnya, mencium keningnya dan membelai rambutnya berulang kali.

Dia menguap, aku rasa dia sudah sedikit terangsang oleh sentuhanku. Jujur saja, aku tak mau berhubungan seksual dengannya akan tetapi, karena aku sudah terlanjur membangunkannya aku memutuskan untuk melucuti seperangkat lingerie berwarna coklat dari tubuhnya. Dia membuka matanya ketika aku mencium bibirnya. Aku merasakan hal yang berbeda ketika mencium bibirnya. Aku mengecup keningnya sementara, kedua tanganku meremas kedua payudaranya yang sudah tak tertutup oleh sehelai kain sekalipun.

Dia benar-benar wanita yang patuh, dia hanya mengerang ketika aku meraba keseluruhan tubuhnya sampai pada ketika aku menatap lacy-thong warna coklat yang dia kenakan. Aku menariknya, melihat pemandangan kewanitaannya yang bersih tampa sedikit bulu dengan warna putih semu merah muda. Dia memang belum pernah disentuh oleh lelaki manapun. Ku jelajahkan lidahku di atas kewanitaannya terutama di atas clitorisnya. Aku melebarkan dua sisi labianya dengan kedua jariku, menempatkan lidahku tepat di atasnya.

Dia bergetar, pantatnya terangkat, suaranya semakin berteriak nyaring karena kesakitan. Aku baru saja bermain dengan lidahku, belum dengan batangku yang sudah mengeras diapit kedua pahanya. Aku bergerak dengan cepat menggunakan lidahku sementara, kedua pahanya semakin mengeras, dia mengangkat pantatnya jauh ke atas karena sensasinya begitu menyakitkan.

Aku menjauhkan lidahku, bergerak mendekatkan batangku. Aku memutar batangku di atas kewanitaannya dengan gentle. Aku mendorongnya pelan sementara dia, "Ahhh, sakit sekali!" Baru setengah perjalanan dia sudah mengerang kesakitan, itu artinya dia memang masih perawan.

Aku mendorongnya pelan ke dalam akan tetapi, dia semakin berteriak keras dengan nada yang terdengar begitu menyakitkan, "Ahhhhhhhhhhh, sakit sekali," Wajahnya meringis ketika aku berhasil memasukkan batangku tepat ke dalam kewanitaannya.

Dia hampir mengeluarkan air matanya, kedua tangannya mendorong perutku agar mengeluarkan batangku dari liang senggamanya. Namun, tak akan ku lakukan, aku akan terus bermain dengan mengeluarkan dan memasukkan batangku berulang kali. Aku terus melakukannya sementara, dia hanya bisa pasrah dengan teriakannya yang terdengar menyakitkan.

"Ahhh, sakit sekali!" Ucapnya terdengar pasrah, wajahnya begitu berkeringat. "Shhhh, sudahlah jangan menangis. Kau akan menyukainya lain waktu." Kataku sembari mengeluarkan batangku, dia mengeluarkan sedikit darah.

Aku menyekanya menggunakan tisu yang sudah tersedia di atas meja. Ku lihat kewanitaanya mulai memerah karena dorongan batangku yang terlalu kuat. Aku rasa dia memang baru pertama kali melakukan hubungan seksual. Aku mengangkatnya, mendudukan tubuhnya di atas pangkuanku. Aku memasukkan batangku, dia terlihat pasrah dengan menatap ke atas langit-langit.

Aku terus memompanya sampai dia menikmati seluruh gerakan gentle-ku. Aku mengeluarkan cairan putih kental yang hangat ke dalam rahimnya, ku rasa dia sudah keluar lebih dulu sebelum aku. Terasa cairan lengket ini membasahi batangku. Aku membersihkan diri sebelum akhirnya tertidur di samping Grace. Dia tertidur lelap setelah membersihkan diri.

Dia bangun lebih awal sementara, Dex harus berusaha membangunkan aku karena aku kesiangan. Grace tidak berani membangunkan aku karena seringkali dia membangunkan aku dan hanya terdengar sumpah serapah dari mulutku kepadanya, sungguh dia tak layak mendapatkan semua itu sehingga, aku meminta agar dia tak pernah membangunkan aku lagi.

"Malam ini, kita akan menghadiri acara pernikahan Putra keluarga Brown. Kita tidak perlu berlama-lama di sana, aku tak ingin membuang waktuku." Aku duduk di depan Papa yang sedang menyantap sarapannya.

"Sebenarnya malam ini aku tidak bisa. Ada beberapa urusan yang harus aku selesaikan di pelabuhan." Papa mengangkat alisnya sebelah, "Kalau begitu, Grace tak perlu datang. Aku tak ingin dia datang sendirian. Aku tak suka mendengar rumor tak baik tentang keluarga kita." Ucap Papa sembari meneguk tehnya.

Aku meminta Grace untuk tidak menungguku malam ini karena aku ingin memantau aktifitas di pelabuhan serta berbincang dengan Marvin. Aku tak akan meninggalkan pekerjaan sejenis ini hanya untuk menghadiri acara pesta pernikahan yang tidak penting. Aku tak begitu mengenal keluarga Brown akan tetapi, aku tau beberapa anggota keluarga mereka sebab kami sering mengadakan rapat untuk koordinasi bisnis.

"Pria yang menikah hari ini adalah pria yang telah menyakiti Nona Elena. Masih terdapat postingan mereka berdua di media sosial Nona Elena. Aku rasa Nona Elena belum sempat menghapus semua postingan itu karena Phillipus menikah tanpa memutuskan hubungannya dengan Nona Elena terlebih dahulu." Jelas Marvin yang baru datang dari arah selatan.

Setelah kapalnya berlayar, aku mengajak Marvin untuk berbicara di dalam mobil agar pembicaraan kami tidak di dengar oleh siapapun.

"Jadi, mereka masih berpacaran?" Tanyaku, Marvin mengangguk, "Ya, itu benar, Tuan. Nona Elena menyembunyikan kisah cintanya dari keluarganya karena permintaan Phillip."

"Lalu, mengapa dia menikah?" Tanyaku sembari menggemgam tanganmu, aku semakin geram karena tidak sekali dua kali aku pernah melihat Phillip.

"Perjodohan, Tuan. Itu adalah alasannya."

"Aku tidak percaya Phillip memiliki hati yang busuk. Dex, jangan melaju keras jalanan ini memang sepi akan tetapi, banyak yang mengalami kecelakaan karena mabuk." Ucapku pada Dex yang melambatkan kecepatannya.

Aku berbincang dengan Marvin akan tetapi, entah mengapa Dex berhenti dan hampir menabrak mobil seseorang yang menghindari tabrakan dan menabrakan diri ke pembatas jalan. Aku cukup terkejut melihat pengendaranya terpental tak jauh dari mobilnya dengan posisi tengkurap. Kami sontak keluar dan menolongnya.

"Elena!" Aku menepuk wajahnya agar dia sadar, "Elena, kau mendengarku?" Teriakku namun, tak ada respon. Aku meminta Dex memanggil ambulance akan tetapi, tak ada respon sehingga, kami memutuskan untuk membawa Elena ke rumah sakit bersama.

To be continued...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel