Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 6 SAHABAT SEJATI

Hari ini aku resmi menjadi murid SMA Cendrawasih, salah satu alasan aku ingin masuk ke sekolah ini adalah karena seragamnya menurutku bagus, seperti sekolah-sekolah diluar negeri dimana warnanya biru muda untuk yang laki-laki dan warna kuning muda untuk yang perempuan, sesuai dengan warna kesukaanku. Aku melangkahkan kaki dengan semangat hari ini, rupanya kejadian kemarin membuatku merasa harus melupakan segala hal yang buruk yang sudah terjadi, berhenti menengok ke belakang, dan mulai melangkah dengan berbekal hal-hal yang baik saja, salah satunya adalah kebaikan dari Kak Vano. Aku berharap perasaan ini bukanlah rasa suka, karena aku tahu Della juga menyukai Kak Vano, biarlah rasa ini berhenti sebatas kagum saja.

“Pagi Del.”

“Tumben ceria banget, kesambet apa?”

“Enak aja, ya biar semangat aja di hari pertama.” Della mengangguk terkekeh, aku segera duduk disampingnya.

“Selamat Pagi semua, saya Ibu Ririn yang akan menjadi wali kelas kalian.” Seorang wanita yang tampak berumur tapi masih tampil segar dengan kacamata berframe kotak itu masuk ke kelas membuat suasana yang tadi ramai langsung hening seketika.

“Saya akan mengajar Bahasa Indonesia, kita mulai sekarang ya buka bab 1.” Kami masing-masing mulai mencari bab yang diperintahkan. Sepertinya Ibu Ririn tipe guru yang tidak suka basa-basi.

“Permisi bu.” Suara bariton seorang laki-laki menginterupsi kegiatan belajar mengajar.

“Oh ya Arthur ada apa?” tanya Bu Ririn.

“Saya mau promosi untuk ekstrakulikuler.” Laki-laki itu berwibawa dengan senyum menggantung di bibir, sebagai tanda setuju Bu Ririn mengangguk.

“Pagi semua, hari ini saya mau promosi beberapa ekskul menarik yang ada di sekolah kita ini, yang pertama ada Dance yang di ketuai oleh Tari 12 IPS 1, selanjutnya ada cheerleader yang di ketuai oleh Vina 12 IPS 2, dan selanjutnya..” ucapan kak Arthur tertahan seperti menunggu seseorang.

“Maaf, saya terlambat.” Seseorang muncul dari ambang pintu.

“Dan ya selanjutnya basket akan di ketuai oleh Vano 12 IPA 1, dan saya sendiri Arthur 12 IPA 1 mengetuai ekskul jurnalis. Itu adalah beberapa ekskul yang ada di sekolah kita bila berminat silakan menemui ketua ekskul masing-masing. Terimakasih semuanya, terima kasih bu, kami izin pamit.” Ia pun pamit sambil tersenyum kepada Bu Ririn yang dibalas anggukan, tebak apa yang terjadi setelah mereka keluar kelas, ya kelas mulai ramai seperti pasar ada yang berbicara tentang apa ekskul yang menarik, apa ekskul yang membuat populer dan apa ekskul yang anggotanya banyak cowok ganteng, kira-kira seperti itulah yang aku dengar.

“Kamu mau ikut yang mana Sun?” tanya Della.

“Jurnalis Del, kamu?” jawabku.

“Kalau cewek boleh gak ya ikut basket? Kalau boleh aku mau biar bisa sama kak Vano.” Ia senyum-senyum tidak jelas.

“Harusnya boleh sih, itu kan olahraga yang biasanya diikutin cewek-cewek juga, tapi kan kamu gak pernah suka olah raga Del?”

“Gampang lah bisa diatur jadi suka, kan udah suka sama ketuanya.” Ia mengerling membuatku memutar kedua bola mataku dengan jengah.

“Nanti temenin aku temuin dia ya, please.” Ucapnya dengan wajah memelas, dan mengerlingkan kedua matanya.

“Aku temenin tapi traktir.” Aku tersenyum miring penuh arti.

“Huh matre.” Dia langsung memajukan bibirnya.

“Sudah selesai berdiskusinya” tak sadar masih ada guru di depan kami mulai terdiam dan menatap lurus ke Bu Ririn.

********

Aku dan Della sekarang ada di kantin untuk mencari keberadaan pujaan hatinya. “Dia kok gak ada ya, suka ilang-ilangan deh Sun.” Della berjinjit melihat kesana kemari karena keadaan kantin sesak.

“Mungkin dia di kelas Dell, siapa tahu dia gak makan di kantin.” Aku menyarankan.

“Maksud kamu dia bawa bekal?” tanyanya.

“Mungkin.” Jawabku dan Della menghela napas lalu menarik tanganku ke arah tangga untuk menuju lantai 3, saat sampai di lantai itu kami melihat semua anak kelas 12 melihat kami dengan tatapan bingung ada juga yang tersenyum dalam hati aku berpikir mereka mengira kami salah lantai.

“Nah itu dia, ngapain ya dia di sudut koridor gitu?” tanya Della dan aku balas hanya dengan mengangkat kedua bahu.

“Kak Vano!” Ucap Della mengagetkannya yang sedang memejamkan mata sambil menikmati musik dari headset yang menggantung di telinga.

“Ada apa?” tanyanya sambil berdiri menatap kami berdua.

“Soal ekskul.” Jawab Della singkat.

“Besok kumpul di ruang basket sebelah ruang futsal, pulang sekolah.” Ucapnya dengan singkat padat jelas dan bersiap masuk ke kelasnya, tapi seakan lupa akan sesuatu.

“Tunggu disini.” Kami mengangguk lebih tepatnya Della dan ditambah senyuman termanis khas Della.

“Kamu gak mau gabung?” tanya Della.

“Aku? Main basket? Trauma!” Jawabku cepat.

“Oh iya kalau kamu mau ikut ekskul jurnalis kan? Kak Vano sama Kak Arthur kan satu kelas kamu gamau coba ngomong sama Kak Arthur?” tanya Della.

“Bener juga kata kamu, tapi gimana caranya aku temuin dia, aku malu kalau masuk gitu aja ke dalam.” Aku gelisah sambil melirik ke arah kelas itu.

“Oh soal itu gampang, serahin sama aku.” Della menyeringai entah apa yang ada di benaknya.

“Ini isi.” Tiba-tiba kak Vano keluar dan menyerahkan sebuah buku bertuliskan ‘MEMBER BASKET SMA CENDRAWASIH’

“Ini kak, makasih.”

“Dia?” sambil menoleh ke arahku dan tepat pada saat itu juga mata kami kembali bertemu tapi ada yang berbeda kali ini aku yang duluan memutus kontak mata ini karena takut Della marah.

“Dia ikutnya jurnalis kak, sekalian aku mau minta tolong nih kak untuk panggilin Kak Arthur.” Ucap Della cepat dan aku menyadarinya dengan mulut terbuka dan mata melebar pasti sekarang tampangku aneh.

“Gak perlu kak, nanti saya aja sendiri.” Ucapku cepat dan melirik sinis ke arah Della.

“Yauda masuk kalau gitu.”

Skakmat Sunny. “Maksud saya nanti.” Aku langsung menarik tangan Della untuk beranjak pergi. Aku ingin menarik ucapanku kalau dia berubah menjadi sedikit lebih baik, nyatanya tidak.

“Arthur, ada yang nyari.” Teriak Kak Vano terlampau cepat, perfect terimakasih cowok kulkas, tak lama berselang Kak Arthur keluar dengan kedua tangan yang dimasukan ke dalam kantong celana, rambutnya yang disisir rapi dan seperti memakai gel rambut, ukuran matanya yang tak terlalu besar hidungnya yang mancung kulitnya yang putih dan juga bibirnya yang tipis dan berwarna merah, entah meneliti wajah seseorang saat pertama bertemu adalah hal favoritku. Mengapa aku baru menyadari ketampanan Kak Arthur sekarang?

“Ya? Siapa yang mencari?” Tanyanya sambil melirik kami bertiga.

“Saya.” Ucapku pelan.

“Gue tinggal dulu.” Suara bariton itu membuatku betulan kesal, dia pergi setelah membuat wajahku memerah dan badanku jadi kaku begini?

“Oh iya Sun, gue duluan dipanggil KepSek.” Della melangkah pergi sambil melambaikan tangan ke arahku dan tersenyum sopan ke arah cowok di depanku, alasan saja si Della, kenapa dia dan cowok kulkas itu kompak mengerjaiku begini.

“Jadi? Kamu pengen bicara apa?” tanya kak Arthur tersenyum terlewat manis.

“Jadi hmm…jadi gini kak…” Aku menunduk tak berani menatap ke arah matanya dan berakhir pada dadanya, aku baru tersadar aku hanya setinggi dadanya? Kak Arthur masih menunggu aku menjawab sambil mulai menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

“Gausah takut kalau sama gue, santai aja. Gue bukan monster.” Ia terkekeh.

“Soal ekskul.” Aku berusaha meredam debaran jantungku yang entah mengapa terlalu kencang.

“Oh, lo mau ikut ekskul jurnalis? Boleh, nih masukin nomor telepon lo.” Dia menyerahkan telepon genggamnya dengan case dominan hitam.

“Untuk apa ya kak?” Tanyaku bingung.

“Yah buat kabarin kalau kita mau pada ngumpul, nanti gue masukin ke grup di Whatsapp.” Jawabnya sambil tersenyum bingung.

“Oh iya ya kak, maaf.” Kataku sambil tersenyum sesekali mencoba menatap manik matanya, aku pun mengetik di layar datar itu lalu mengembalikannya.

“Makasih.” Ucapku mencoba tersenyum walaupun jantungku sudah pergi entah kemana.

“Oke, lalu...” ucapnya menggantung sambil melirik ke arah koridor di belakangku.

“Ehmm ga mau balik? Udah mau bel.” Tanyanya sambil tersenyum terpaksa.

“Oh iya itu, maaf saya lupa. Sekali lagi makasih.” Entah apa yang membuat lidah ini kaku dan tak seperti biasanya.

“Iya makasih mulu deh, padahal belom di kasih apa-apa.” Senyumnya begitu tulus, akupun hanya mengangguk dan berlari kecil menuju arah berlawanan.

“Cewek aneh.” Ya kak Arthur berkata seperti itu dan aku masih mendengar.

“Kenapa semua cowok menyebalkan?” ucapku sepanjang koridor.

********

“Del, tanggung jawab, aku dikatain cewek aneh sama Kak Arthur, gara-gara kamu sama idola kamu tuh!” aku melihat Della sedang asik makan.

“Kenapa dikatain gitu?” tanya Della yang mulutnya penuh dengan makanan.

“Ya aku gugup.” Della tertawa sampai tersedak.

“Puas?”

“Gak gitu Sun, justru aku membuat kamu selangkah lebih dekat sama Kak Arthur, nanti kan bisa double date sama aku dan Kak Vano.” Della tersenyum senang.

“Hush! Ngarep!” sergahku.

“Nih Sun, namanya berharap tuh gak ada salahnya, justru kita harus menggantungkan harapan setinggi mungkin, supaya kita gak pernah nyerah untuk menggapai itu. Udah cocok belum aku jadi pujangga-pujangga gitu?” aku justru terkekeh melihat kelakuan sahabat yang sudah aku kenal dari SMP ini.

“Iya-iya kamu mah cocok Del jadi apa aja, tinggal yang masih aku ragu cocok gak ya jadi pacarnya Kak Vano?” aku menggodanya.

“Yeh rese Sunny!” dia terlihat kesal kemudian melanjutkan aktivitas makannya, bagiku apa yang membuat Della senang pasti membuatku juga senang, dan siapapun yang melukai Della harus berhadapan denganku, kami akan saling melindungi sampai kapanpun.

“Kita akan sahabatan sampai tua kan Del?” tanyaku tiba-tiba, disaat aku ingin mengeluarkan kotak bekal.

“Tiba-tiba tanya gitu kenapa? Takut kehilangan aku ya?”

“Iya.” Jawabku singkat.

“Gak cuman sampai tua, tapi sampai salah satu dari kita kembali ke pencipta Sun, makasih ya udah jadi sahabatku yang paling baik dan pengertian.” Dia memelukku dan langsung ku balas dengan erat.

“Gak ada satupun yang bisa buat persahabatan kita hancur kan Del?”

“Iya, gak ada.” Aku berharap janji kami berdua hari ini bukan hanya berhenti di ucapan.

‘Kepada sahabatku, terimakasih banyak, untuk terus ada bersamaku melewati naik dan turun di setiap musim kehidupan, tetaplah menjadi tempat dimana aku bisa menjadi diriku sendiri tanpa adanya sandiwara belaka.’

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel