BAB 3 COWOK ATAU HANTU ?
Sinar matahari siang ini seperti tak henti-hentinya menyinari bumi, sinar itu langsung membias pada saat mengenai kaca jendela sebuah ruang kelas, aku suka sinar ini aku suka setiap biasan cahaya yang terasa hangat menyapa pori-pori kulitku. Aku bersyukur lahir di negara tropis bernama Indonesia, bagi kebanyakan orang mereka sangat menyukai pergi keluar negeri khususnya daerah Eropa tapi beda halnya denganku, bukannya aku tak suka pergi ke sana tapi alangkah lebih indah saat ada di negeri sendiri.
“Vano, lo di cariin sama KepSek di ruangannya.” ucap seorang murid yang aku tahu sebagai senior, hanya dibalas anggukan kepala sebagai jawaban ya. Aku melihat semua itu dari dalam ruangan kelas, mengapa aku di dalam kelas sendirian? Bukan aku bolos MOS (Masa Orientasi Siswa) tapi aku memang dapat dispensasi karena sedikit kecelakaan yang terjadi tadi di lapangan.
"Bener ya kata Della dia itu kayak kulkas dingin banget." Ucapku terlebih pada diriku sendiri, Seperti sebuah magnet yang mendorong dia melirik ke arah kelasku dan sudah dapat ditebak mata kami bertemu tepat di manik mata, tidak berlangsung lama dia memutus kontaknya denganku lalu melangkah pergi seperti tak ada sesuatu yang terjadi, memang apa yang aku harapkan akan terjadi? Dia menghampiriku dan menanyakan kabarku? Mustahil! Seharusnya dia sudah melakukan itu tadi saat di tangga, bukannya justru meninggalkanku seenaknya.
*******
Hari pertama Masa Orientasi Siswa akan segera berakhir, seluruh siswa diminta berkumpul kembali di lapangan usai mengikuti sesi pengenalan sekolah dan tata tertib, semoga Della mencatat semuanya dengan baik, dan tidak mengulangi kesalahannya yang tidak mendengar nama ketua kelompok kami, berujung pada masalah dengan si mata elang itu.
Aku merasa sudah cukup baik untuk bisa berjalan ke lapangan, dan mendengarkan penutupan acara hari pertama ini. Sampai di depan kelas langkahku terhenti oleh punggung tegap seseorang yang ada di koridor. Aku mulai berjalan mendekat kemudian memperhatikan siapa itu.
“Kepala?” tanya suara bariton yang sudah mulai ku hafal, aku melirik ke arah kiri dan kanan sepanjang koridor tapi tidak melihat siapapun jadi aku mengambil kesimpulan dia bertanya kepadaku.
“Kakak tanya saya ya?” tanyaku yang mulai meneliti wajahnya, potongan rambutnya yang tidak terlalu mengikuti zaman tapi rapi, alisnya yang tidak terlalu tebal, hidungnya yang memang ukuran normal orang Indonesia pada umumnya, bibirnya yang kecil dan selalu membentuk garis lurus semuanya pas tak ada yang berlebih.
“Sudah puas?” tanyanya mengagetkanku. Aku terdiam.
“Istirahat dulu aja, nanti kalo ada pengumuman penting, saya infoin.” Aku tak bisa berkata-kata, lagi-lagi aku tak bergeming, dia kesambet apa sih? Kok jadi baik begini?
“Makasih kak, saya udah enakan.”
“Terserah kalau begitu.” Ia mendesah dan langsung memutuskan kontak denganku. Dia pergi meninggalkanku tanpa menengok ke belakang lagi.
*******
“Selamat sore semua, terimakasih sudah menjalankan MOS hari ini, semuanya berjalan lancar walaupun mungkin masih banyak kekurangan.” Kata penutup disampaikan oleh Ketua OSIS yang aku ketahui sebagai Kak Arthur, lapangan disore hari ini sejuk dengan paparan sinar matahari yang langsung menyinari sesosok yang ada di paling depan dari lapangan ini sosoknya yang beku tapi sekarang berbeda dia terlihat lebih hangat.
“Besok kita akan kembali menjalani hari kedua sekaligus hari terakhir MOS, pastikan kalian menjaga kesehatan, dan langsung pulang setelah ini. Saya ucapkan terimakasih dan selamat sore.” Kak Arthur segera meninggalkan podium.
Dengan langkah malas, aku segera menggendong tas dan berjalan bersama Della ke arah gerbang. “Sun, pulang bareng yuk!” ajak Della.
“Kamu kenapa senyam-senyum?” tanyaku yang tak memperdulikan ajakannya.
“Aku seneng aja, ada yang jadi penyemangat aku buat sekolah.” Ucapnya yang menatap ke satu arah, ya siapa lagi kalau bukan Kak Vano cowok yang dibilang cool oleh Della.
“Ya ampun Dell, kamu nih baru sehari bertemu kok udah suka sama cowok modelan kayak gitu?” ucapku yang bingung mengapa bisa secepat kilat Della menyukai seseorang yang bahkan sangat dingin juga sombong itu, aku tidak setuju.
“Modelan ganteng gitu ya? Sun, coba kamu perhatiin dengan seksama deh, dia tuh tampan banget ya, layak menjadi cowok idaman.” Sambil mengarahkan kepalaku untuk menatap cowok dingin itu, aku tersikap ketika mata kami kembali bertemu dan kembali lagi dengan cepat dia memutuskan kontak mata itu.
“Udah ah jangan liat kelamaan nanti kamu naksir.” Della langsung menarik tanganku. Saat kami berjalan, di jalanan beraspal dengan bantuan pantulan sinar matahari tampaklah sebuah siluet orang yang sedang mengendarai sepeda aku terus memperhatikan bayangan itu sampai bayangan itu mendekat.
“Yang namanya Della yang mana ya?” tanya suara itu.
“Saya kak, ada apa ya kak?” ucap Della kelewat bahagia bahkan sampai grogi dan memilin-milin ujung bajunya.
“Kepala Sekolah ingin bertemu kamu sekarang, bisa?” tanya suara itu, sedangkan aku masih terlalu asik memperhatikan siluet itu seperti menari-nari dibawah sinar matahari.
“Ada apa ya kak? Bukannya ini waktunya untuk pulang?” tanya Della bingung sekaligus kaget.
“Saya gak tahu, kamu mau atau engga?” tanyanya seperti tak sabar menunggu jawaban.
“Yauda kak saya mau kok, ke sekolahnya gimana ya?” tanya Della seperti memberi kode, dalam hati aku menyemangati ayo berhentilah menatap siluet itu, tetapi seperti sihir aku tertarik masuk ke dalamnya untuk terus melihat apa yang dilakukan siluet pria ini.
“Saya antar.” Jawabnya singkat
“Oke kak, oh iya Sun, aku duluan ya kamu gapapa kan pulang sendiri?” Della menepuk bahuku sekaligus menarikku kembali ke dunia nyata.
“Ah iya kenapa Del?” tanyaku gelagapan dan melihat ke arah Kak Vano dengan tatapan bingung mengapa dia ada disini.
“Gini Sun, aku di suruh ketemu KepSek sekarang, jadinya kamu pulang sendiri gapapa ya?” tanya Della mulai naik ke sepeda Kak Vano, sambil berdiri karena memang sepedanya tidak memiliki boncengan.
“Oh gitu, yauda gapapa hati-hati.” Ucapku mencoba tersenyum, Della tersenyum sangat bahagia tapi tidak dengan cowok dingin itu ia seperti diselimuti oleh es balok hanya segaris tipis terbentuk di bibirnya, tolong ingatkan aku agar tidak tersenyum pada pria kaku itu lagi. Akhirnya mereka pergi dan sangat jelas Della bahagia.
********
‘Halo Della.’ Suaranya terdengar sangat ceria.
‘Halo Sun, aku mau cerita dan kamu harus dengerin jangan menyela jangan comment dulu oke?’ Della seperti habis berlari maraton nafasnya menggebu-gebu, aku menjawabnya dengan gumaman
‘Kamu tau gak sih? Tadi aku dibonceng sama kak Vano, aduh dia itu wangi banget Sun terus lagi dia itu bawa sepeda gak ngebut mungkin takut aku jatuh kali dan yang paling romantis lagi dia anterin aku sampe depan ruang KepSek, so sweet kan?’ tanya Della, aku tidak menjawab seperti perjanjian di awal.
‘Halo..haloo.. kamu ngapain sih Sun? Kok gak jawab aku?’ tanyanya kesal tapi tetap dengan nada bahagia.
‘Kamu yang tadi suruh aku jangan comment?’ ucapku bingung
‘Ih Sunny mah ngeselin, kalau aku gak lagi seneng udah aku omelin kamu. Udah ah capek bye.’ Ucapnya langsung mematikan sambungan telepon. “Cewek aneh ya kalau lagi jatuh hati? Sebentar seneng sebentar kesel huh.” Aku menghela nafas panjang.
********
“Pa, Ma… Sunny jalan dulu ya!” Sunny segera mengambil roti yang berisi blueberry dan botol minum yang sudah terisi penuh.
“Kamu gak pergi bareng Papa aja?” tanya mama.
“Jangan Ma, kan sekolah Sunny lain arah sama kantor Papa. Aku juga takut telat, masih masa MOS. Dah Ma…!”
Setelah berpamitan aku bergegas menuju ke sekolah, walau sejujurnya kepalaku masih sedikit sakit akibat rasa lelah di hari pertama MOS. Jam masih menunjukkan Pk. 06.10 artinya ritme jalanku tidak perlu aku percepat, pagi ini semua nampak menyenangkan terutama saat melihat sinar matahari masih menyinari bumi dan banyak ibu-ibu yang sedang menjemur bayinya, banyak anak sekolah yang siap menuntut ilmu, dan halte begitu ramai dengan para pekerja yang siap mencari nafkah.
Udara yang masih segar membuatku menghirup nafas dalam-dalam, menampung semua energi baik pagi ini, semoga MOS hari ini bisa berjalan dengan baik, aku berharap tidak ada drama bertemu dengan si mata elang itu lagi, dan aku bisa menjalani sekolah dengan baik.
Kenapa jadi memikirkan si mata elang itu? Mataku tiba-tiba terbuka, mengerjap beberapa kali sambil bergidik ngeri, segera aku melangkahkan kaki dengan lebih cepat, hal menarik lainnya adalah bayangan diriku dengan rambut yang dikuncir dua sangat lucu, seperti waktu aku kecil, dengan menggendong tas kuningku, aku merasa dilempar kembali ke masa lalu, masa dimana hanya bermain yang aku lakukan setiap hari, hal itu membuatku terkekeh. Tak lama ada bunyi bel sepeda dari arah belakang, siluet lainnya datang, sebuah siluet yang membuatku tertarik untuk terus memperhatikannya tepat saat aku menatap siluet itu, ia semakin dekat bahkan dia berhenti tepat di depanku.
“Saya saranin pagi hari jangan melamun, kalau telat saya gak mau capek-capek untuk mikirin hukumannya.” Suara bariton itu kembali hadir.
“Kak Vano?!” Ucapku kaget.
“Saya bukan hantu.” Garis bibirnya masih saja datar, entah mengapa ketika aku memikirkannya dia selalu hadir, mungkin dia jin? Atau sejenisnya? Tapi tadi dia bilang, dia bukan hantu.
“Maaf kak.”
“Belum lebaran, minta maafnya nanti aja.”
“Hm?” aku bergumam, mengapa dia jadi semakin menyebalkan ya?
“Coba cek lagi, itu atributnya udah lengkap?” tanya Kak Vano meneliti atribut yang aku kenakan dari ujung kepala sampai ke kaki.
“Udah kok.” Jawabku dengan percaya diri, tunggu sampai aku melihat ikat pinggangku tidak ada logo SMA Cendrawasih.
“Hah?! Kok jadi gini?” terkejut bukan main, aku langsung panik.
“Balik dulu aja, harusnya gak telat kalau sambil lari.” Setelah berbicara itu, ia pergi begitu saja dengan sepedanya, astaga dimana hati nurani nya? Aku segera berlari menuju rumah, aku punya sekitar 10 menit lagi untuk sampai ke sekolah, semoga Tuhan mengasihaniku hari ini.
Sepanjang perjalanan aku terus mengumpat pada Kak Vano, ya bukannya aku berharap lebih mau dibonceng sambil ikat pinggang, tapi ucapannya itu loh, selalu menyebabkan orang lain kesal, minimal ya nawarin dulu dong, ini malah pergi gitu aja, tadinya gak usah repot-repot berhenti terus ngingetin, biarin aja aku dihukum, dasar mata elang dan manusia es balok!
