Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 10 KENCAN PERTAMA

“Pagi Sun, udah prepare untuk besok?” tanya sebuah suara ketika aku baru masuk di gerbang.

“Belom kak, nanti malam kayaknya.”

“Gue temenin cari keperluannya sekalian jalan-jalan yuk.” Tawaran itu meluncur halus tanpa hambatan dari manapun tapi akibatnya buruk dengan hati ini saking kagetnya aku sampai berhenti ditengah lapangan dan terdiam beberapa saat mencerna perkataan Kak Arthur.

“Jalan?” akhirnya keberanian ini terkumpul.

“Iya, kok pucet. Gak pernah jalan sama cowok ya?” Sekali lagi kata-katanya menohok terlalu dalam sampai tak mengerti harus menjelaskan seperti apa faktanya aku belum pernah pergi atau bahkan jalan dengan cowok selain papa.

“I…iya kak” Ucapku kembali berjalan dan dia tertawa lepas setelah itu.

“Lo boong deh.” Dia menahan tawa saat kami sudah sampai di lantai 2.

“Saya serius kak.” Aku jengkel.

“Yauda pengalaman pertama lo sama gue, gue jemput ya kirimin alamat rumah lo. Jam 5 ya Sun.” Ucapnya lalu menghilang di balik tangga koridor dan aku menghela nafas bingung karena tak enak harus menolak ajakannya, saat aku menatap kepergian Kak Arthur sesuatu menahanku untuk tetap berada di posisiku saat ini ternyata dia baru datang dan melihatku dengan tatapan matanya yang tajam menusuk langsung ke relung hati ini tapi seperti disambar petir dia berlalu seakan tak mengenalku sekali lagi aku menghela nafas panjang dan menuju ke kelas.

Mengapa Kak Vano itu seperti memiliki dua kepribadian, terkadang sikapnya baik, perhatian, dan hangat tapi sedetik kemudian bisa menyeramkan, menjengkelkan, dan dingin. Berbeda dengan Kak Arthur yang selalu saja memecah suasana, dan yang aku bingung mengapa aku harus membandingkan mereka? Sepertinya aku harus segera masuk ke dalam kelas sehingga pikiranku bisa jernih lagi.

********

“Sun, yuk pulang bareng, gak terima penolakan kali ini.” Kak Arthur menghentikan motor besar merahnya.

“Tapi…”

“Gue gak terima penolakan Sun, ayo nanti keburu sore.” Dia merangkulku, dan aku terdiam melihat rangkulannya pada pundakku.

“Saya takut ngerepotin kakak nih.” Ucapku tertunduk malu, merasa tak enak karena sekarang kami sedang ada didepan gerbang sekolah dan tentu saja saat pulang sekolah seperti biasanya semua murid berlalu lalang ada yang menunggu angkot, mencocokan plat dan nama pengemudi ojek online juga ada yang menunggu di halte bus sekolah.

“Cie Sunny dibonceng KeTos, uhuy!” Ucap Didin teman sekelasku yang juga anggota OSIS dan pasti mengenal Kak Arthur.

“Iya nih pergerakannya cepet yak baru masuk padahal.” Di timpali Fandy yang melirik jahil, aku yakin sekarang mukaku sudah seperti kepiting rebus.

“Sun, kita gak pulang bareng?” tanya Della yang muncul tiba-tiba.

“Hari ini Sunny gue pinjem dulu ya.” Kak Arthur tersenyum singkat.

“Oke deh kak.” Della melirik ku dengan tatapan ‘cie di anter pulang gebetan’ dan aku yakin besok dia akan menginterogasi ku.

“Duluan semua.” Kak Arthur pamit kepada Della tapi aku rasa suaranya terlalu kencang sehingga kami menjadi pusat perhatian mungkin ia terbiasa berpidato.

********

“Sayang, lama banget udah di tungguin sama nak Arthur dari lima belas menit yang lalu.” ucap mama saat aku keluar dari kamar.

“Maaf tadi ngerjain tugas dulu, sampe lupa waktu.” Aku berbohong, sejujurnya aku sudah selesai mempersiapkan diri dari pk 16.30 hanya saja aku berulang kali harus mengganti baju yang pas untuk berjalan dengan Kak Arthur ini adalah pengalaman pertama dan aku tak mau ada sesuatu yang buruk, aku harus sebanding dengannya akhirnya pilihanku jatuh pada celana jeans putih dan kaos peach polos dan cardigan putih, Kak Arthur memperhatikan ku dari ujung kepala sampai kaki.

“Aneh ya.” Merasa tak nyaman dengan suasana ini.

“Engga kok, beda aja sama di sekolah.” Ucapnya lalu bangkit berdiri dan pamit pada mama begitupun aku, baru terlintas dipikiranku trik apa yang digunakan Kak Arthur untuk meluluhkan hati mama sehingga mengizinkanku pergi.

“Kok bawa mobil?” tanyaku saat melihat sedan hitam terparkir di depan rumahku.

“Masa bawa cewek cantik malem-malem gini pake motor, gak sopan.” Ucapnya membukakan pintu mobilnya aku tersenyum sebagai ungkapan terimakasih dia berlari menuju kursi pengemudi.

Suasana hening hanya ada lagu ‘Just Say You Wont Let Go’ dan dinyanyikan suara khas James Arthur mengiringi selama perjalanan.

“Kok diem aja? Ngomong dong.” Ucapnya melirik sesekali ke arahku, aku bukannya tak ingin berbicara hanya saja aku tak tahu ingin berbincang tentang apa.

“Ngomong apa kak?” dia tertawa ringan.

“Lucu deh.” Dia mengacak puncak rambutku.

“Jadi cewek polos banget? Gue jadi makin suka nih.” Ucapnya membuatku terperanjat dengan mata terbuka lebar tak bisa mengontrol jantungku yang sudah jatuh berserakan berkeping keping dan tak tahu kemana tubuhku lemas dan dingin seluruh aliran darah terhenti otakku sulit mencerna kata-kata itu ‘Gue jadi makin suka nih’ apa itu artinya? Otakku seperti bekerja keras dengan segenap kemampuannya.

“Pucet deh, gue latihan nembak doang. Belum beneran kok.” Dia tertawa lagi, syukurlah dia bercanda tapi hati ini seakan tak ikhlas. Kami berjalan ke salah satu mall yang juga sudah terdapat supermarket untuk ku berbelanja, aku sedikit canggung karena Kak Arthur sangat setia menemaniku selama memilih apa saja yang harus dibawa selama acara besok.

“Udah semua yang lo butuhin, Sun?” tanyanya sambil mengecek trolly belanjaanku.

“Kayaknya udah deh kak, kakak ada mau beli sesuatu?” tanyaku karena sedari tadi hanya aku yang menarik beberapa barang dan menaruhnya di trolly.

“Engga ada deh, punya gue udah beres. Abis ini makan ya gue laper.” Dia menyengir lebar dan aku hanya balas mengangguk menahan tawa.

*******

Kak Arthur memilih resto dengan nuansa yang menarik, bergaya klasik Eropa. Saat makanan datang kami saling bertukar cerita dan tertawa, membahas tentang asal muasal satu sama lain sampai hal tak penting bertukar pengalaman menyenangkan sampai memalukan. Aku tersadar saat jam menunjukkan pk 21.00. Aku merasa hari ini bisa berbicara banyak dengannya, bisa saling mengenal satu dengan yang lain, dia juga memperlakukanku dengan begitu baik. Aku tidak pernah makan di resto mewah di iringi lagu klasik tahun 90-an, dan untuk kencan pertama ini sangatlah berkesan bagiku. Tapi tunggu sebentar, kencan?

“Karena ini kencan pertama lo, gue mau buat ini spesial, semoga lo gak akan lupain ini. Close your eyes, Sunny.”

Aku menurut dan menutup mataku, setelah ia selesai berhitung aku menemukan setangkai bunga mawar merah, ia sudah mempersiapkan di balik jaketnya. Aku bahkan merasa ini seperti mimpi, jika iya aku belum ingin dibangunkan. Aku tersipu malu dan menutup mulutku dengan salah satu tanganku, tak pernah menyangka Kak Arthur begitu romantis.

“Makasih kak.” Aku tersenyum malu.

“Lo suka bunga?” tanyanya.

“Suka.”

“Berarti kencan pertama lo sama gue berhasil ya? Gue senang lihat lo bisa senyum.” Aku mengangguk dan mengambil bunga itu.

Setelahnya justru kami berlanjut pada pembicaraan kegiatan besok. “Kakak gak siapin apa-apa buat besok? Saya gak enak, justru kakak nemenin saya beli perlengkapan.”

“Udah kok, udah bagi tugas juga sama Vano dan yang lainnya.” Ketika mendengar nama itu disebut ada gelenyar aneh, aku teringat bayangan yang membuatku terus memikirkannya, dia yang selalu bersikap dingin kepadaku.

“Saya mesti pulang kak, udah malam.”

“Oke kalau gitu kita balik, tapi janji satu hal sama gue.” Dia mengacungkan kelingkingnya “Apa kak?” Tanyaku bingung memandangi kelingking itu.

“Mau gue ajak jalan lagi atau mungkin kita naik tingkat jadi kencan romantis.” Ucapnya cepat, seakan tak sadar setiap ucapannya yang tak dia pikirkan itu membuat jantungku seperti dipaksa olahraga saat mereka malas bergerak semuanya serba tiba-tiba mengagetkan bahkan aku tak tahu mau berbicara apa.

“Ayolah mau ya, jangan nolak.” Pintanya dan setelah berpikir beberapa detik aku mengaitkan kelingkingku dengan kelingkingnya. Kencan yang romantis? Memang yang kami lakukan tadi tidak romantis?

*******

“Makasih buat hari ini Sun, seneng bisa kenal lo lebih jauh.” Senyuman manis itu menghiasi malam ini.

“Sama-sama kak, makasih karena mau temenin saya.” ucapku tersenyum lebar.

“Gue balik dulu ya, sampe besok di sekolah.” Ucapnya mengacak rambutku lagi, perlakuannya membuat kupu-kupu di perutku terbang kesana kemari kegelian sekaligus bingung.

Dengan muka memerah aku pun masuk ke dalam rumah. “Abis kencan dek?” tanya papa yang sedang menikmati secangkir teh.

“Engga Pa, teman aja.” Jawabku yang tidak pandai berbohong, entah papa dan mama selalu memanggilku dengan sebutan ‘ade’ padahal aku tidak punya kakak, aku kan anak tunggal.

“Kalau teman bisa bikin kamu sampe merah begitu ya mukanya.” Papa tersenyum meledek dan disusul tawa mama yang baru datang dari dapur.

“Biarin Pa, lagi jatuh cinta dia.” Mama melirikku dengan senyum menggoda.

“Aku ke kamar dulu ya.” Aku tak tahan karena terus digoda.

Aku tak bisa tidur karena perlakuan manis Kak Arthur jadilah aku disini di balkon kamar ditemani angin malam yang berhembus setia tak berhenti, aku mengambil laptop dan menulis sesuatu untuk kebutuhan ekskul Jurnalis.

‘Tak banyak kata yang ingin ku ungkapkan, aku bukanlah penyair yang pandai berkata-kata. Tak tahu harus memulai dari mana dan dengan apa, inilah aku si perempuan apa adanya dengan segala kekuranganku yang mencintai kamu. Terimakasih karena selalu membuatku tersenyum seperti malam ini’

Tiba-tiba aku menulis seperti itu, entah ada dorongan apa, dan sejujurnya aku bingung itu ditujukan untuk siapa?

From: 0895xxx

‘Saya di depan rumah kamu, bisa kita keluar sebentar? – V’

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel