Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Sebelum pernikahan

Aku rela kembali untuk papaku, bukan kamu.

Aila diantarkan oleh Hasan dan Hanifah untuk pulang ke Bandung. Mereka pergi ke makam Inara dan Dita. Mereka duduk dan melantunkan ayat suci dan berdoa untuk mereka.

"Mah, Nek, Ai, mau nikah bulan depan." Aila tergugu dan menangis di depan pusara Inara. "Ai sedih Mamah, Mamah nggak ada saat hari bahagia Ai nanti."

Hanifah membelai punggung Aila, menyalurkan kekuatan agar dia tegar. Aila memeluk Hanifah sebagai pengganti seorang ibu selain Aisyah.

Kini Aila sudah berada di rumahnya yang dia tinggalkan selama empat tahun ini, hanya saat liburan saja dia kemari.

"Papa dan Mama harus segera kembali ke Jakarta, Nak. Kamu baik-baik ya, Sayang di sini. Pulangnya sama Sania." Aila memeluk Hasan dan Hanifah bergantian.

"Terima kasih Mama dan Papa bisa anterin Ai ke sini. Lusa Ai balik bareng Sania. Janji." Hanifah memeluknya, memeluk erat anak perempuan yang dia sayangi bersama yang lainnya.

Sejak Aila lahir, Hanifah sudah jatuh cinta dengan bayi mungil itu, bahkan dia bersedia merawatnya saat Inara mengalami preeklampsia karena mendengar kabar bahwa Akhtar tertembak saat misi penyelamatan. Hanifah menyayangi Aila seperti anaknya sendiri, bahkan dia dan Aisyah, yang baru saja menikah dengan Hamzah juga bergantian merawat Aila tanpa mengeluh, karena Aila bukan bayi yang rewel.

Hasan mengangguk dan memeluk erat keponakan kesayangannya itu. Aila sangat bahagia ada yang selalu menjaganya selama ini.

❤❤❤

Aila dan Sania baru saja tiba di Surabaya. Mereka berpapasan dengan Abil, pelatih pencak silat mereka di kampus. Abil memakai ransel doreng saat berpapasan dengan Aila. Aila paham sekali jika ransel doreng yang bertuliskan nama Abil itu hanya dimiliki oleh para prajurit. Aila hanya diam saja dan memilih tidak tahu menahu. Berpura-pura bodoh itu perlu.

"Pulang liburan nih kalian?" Mereka berdua mengangguk. "Wah, lumayan lama, ya. Dua bulan lagi. Mau temani saya makan di depot sebelah? Saya sendirian." Keduanya malah terkekeh.

"Oke Kak," jawabnya bersamaan.

Abil ternyata mengajak mereka makan di restoran ayam cepat saji yang berada di Delta Plaza. Abil memang membawa mobil, karena tadi dia mengantarkan kedua orang tuanya kembali ke Bogor naik kereta dari stasiun Gubeng, bahkan dia sendiri juga baru saja pulang bertugas dan membawa ransel besar itu, tanpa dilepasnya dahulu. Bego nih, gu. Moga Aila nggak sadar.

Mereka bertiga membawa nampan berisi ayam, nasi, kentang, burger dan soft drink. Mumpung gratis ya beginilah nasib anak kos. Mereka makan dengan diam.

"Kalian berdua kenapa nggak latihan? Mentang-mentang saya nggak ada jadi kalian bolos?"

"Emang Kakak nggak ngelatih? Saya pulang ke kampung halaman Kak," jelas Sania.

"Kamu Hira?" tanya Abil ke Aila.

"Saya sempat sakit Kak, tapi sekalian liburan ke rumah Saudara." Aila nyengir kuda.

Duh manisnya kamu kalau senyum gini.

"Jadi, kak Dika yang gantiin?" Abil mengangguk. "Tau gitu, gue dateng. Kapan lagi kak Dika gantiin. Emang kak Abil kerjanya apa sih? Kadang ada kadang nggak ada?" tanya Aila.

"Kepo kamu," jawaban Abil berhasil membungkam mulut Aila. Aila kembali diam tidak menjawab, bukan saatnya dia tahu. Tapi akan mencari tahu semuanya.

"Ya ampun Bang Abil, apa kabar Bang?" tanya seorang perempuan yang duduk di samping Abil.

"Baik Nania. Kamu sendirian?"

"Baik juga. Ini pacar Bang Abil?" Keduanya menggeleng cepat.

"Bukan. Mereka murid didik saya di kampus." Nania hanya beroh ria. Dan gadis yang aku cintai.

"Pulang yuk San, capek," bisik Aila. Sania mengangguk.

"Kak, saya dan Hira pamit pulang ya, Kak. Mau istirahat. Terima kasih atas traktirannya."

"Iya. Hati-hati kalian."

Sania segera memesan taxi online untuk kembali ke kos bersama dengan Aila. Aila sempat menoleh ke mobil Abil dan melihat dengan teliti ada stiker yang memang khas di tempel di plat nopol mobil Abil. Aila menghafalnya dan mengetikkan nopol Abil pada pesannya ke Hafizh.

❤❤❤

Aila sudah berpakaian rapi memakai baju Persit Kartika Chandra Kirana lengkap dengan kerudung yang dimasukkan ke dalam baju tanpa lencana, memakai sepatu hitam. Aila menghembuskan napas berkali-kali sebelum keluar dari kamarnya.

Di ruang tamu Akhtar, Hafizh sedang menunggu kedatangan Azlan. Tak lama Azlan datang dan duduk di antara mereka. Aila menghampiri mereka.

"Papah," sapa Aila. Akhtar berdiri dan memeluk Aila.

"Mirip Mamamu, Nak." Aila mengangguk, matanya sudah berkaca-kaca jika mengingat tentang ibunya.

"Cantiknya Adik, abang. Peluk sini." Aila terkekeh dan memeluk Hafizh. "Sudah sana berangkat. Kalian sudah ditunggu Danki dan Danyon," kata Hafizh.

Aila cemberut kala Hafizh mengucapkan kata Danyon. Aila mengangguk dan segera berpamitan dengan Akhtar dan Hafizh.

"Kamu sudah hafal semuanya?" tanya Hafizh. Aila mengangguk tanpa banyak bicara, tidak ingin apa yang sudah diingatnya jadi ambyar.

Mereka kini sudah berada di kediaman Danki. Kapten Agus dan istrinya, Kartika atau yang biasa di panggil mbak Agus mengikuti nama suaminya.

Setelah itu mereka menuju kediaman Danyon. Hamzah dan Aisyah sedari tadi sudah senyum-senyum melihat Aila yang memakai baju Persit. Apalagi kemarin mereka berdua tertawa terbahak-bahak melihat wajah masam Aila saat bercerita tentang Letnan kutub, Azlan itu. Mereka berempat yang terdiri dari Hamzah, Aisyah, Habib dan Hafizh tak henti-hentinya mengejek Aila karena akan menikah dengan seorang Azlan Letnan kutub yang berwajah datar seperti triplek.

"Siap. Ijin Ndan, saya membawa calon istri saya." Aisyah tersenyum manis sekali ke arah Aila, Aila tahu maksud senyuman itu. Aila memasang wajah semanis mungkin karena mereka memang merahasiakan kalau Aisyah adalah Tante dari Aila.

"Silakan duduk, Dek. Ma, ambilkan minum." Aisyah masuk dan membawa nampan berisi teh dengan empat cangkir.

"Sudah lama kalian mengenal Dek?" tanya Hamzah

"Siap. Ijin menjawab Ndan. Kami kenal baru empat bulan yang lalu," kata Azlan datar. Aisyah memandang Aila dengan menaik turunkan alisnya. Aila merasa geram dengan tingkah tante cantiknya itu.

"Kakakk.u" Azka datang dan memeluk Aila. Remaja berusia empat belas tahun itu sangat jarang bertemu dengan Aila. "Kangen Kakakku, kenapa sih, Kakak sibuk terus?" Aila hanya tersenyum.

"Om ini siapa? Kok Kakak pakai baju kayak Mama?" Aila menggigit bibir bawahnya. "Katanya dulu Kakak nggak suka pakai baju kayak punya Mama gini, maunya yang warna biru kayak punya--" Aisyah langsung menutup mulut Azka. Azka melepaskan tangan Aisyah.

"Mama ih, apaan coba. Azka tuh kangen sama Kakak, kenapa malah dihalangi sih. Masa cuma ketemu Kakak waktu weekend aja di rumah papa Akhtar. Nggak bisa tiap hari juga." Azka memasang wajah melasnya. Aila tertawa melihatnya dan merentangkan tangannya untuk dipeluk Azka. Azka langsung berhamburan memeluk Aila erat.

"Haduh nih bocah. Niatnya Papa mau garang ke Kakak malah kamu rusak. Papa kempesin juga kamu." Aila makin tertawa dibuatnya. Azka kini badannya berisi.

"Ijin Ndan, sebenarnya ini ada apa ya?" tanya Azlan penasaran.

"Oke Azlan. Saya ini sebenarnya adik dari Akhtar, calon mertua kamu. Ini anak kedua saya namanya Azka. Anak pertama saya sedang AKMIL. Jadi tidak perlu bingung," jelas Hamzah. Azlan hanya mengusap tengkuknya karena salah tingkah.

❤❤❤

Semua tes sudah dilakukan oleh Aila, sebagai calon ibu Persit Kartika Chandra Kirana yang akan mendampingi Lettu Azlan Yang dingin dan datar. Untuk Masalah pernikahan semuanya sudah diurus oleh Ibu mertuanya. Jasa WO adalah milik Regita pribadi.

Aila tidak berniat mengundang teman-temannya. Hanya Sania sahabat sejatinya yang akan dia undang di hari bahagianya nanti. Azlan juga sudah menyebarkan undangan pernikahannya. Azlan mengundang ketiga sahabatnya Alvino, Abil dan Banyu. Tapi sayangnya mereka ditugaskan di kota yang berbeda-beda.

Kini mereka dipaksa oleh Regita untuk melakukan foto prewedding. Aila dan Azlan sangat tidak suka di foto seperti ini. Tapi Regita yang memaksa Azlan.

"Jangan cemberut, ayo buruan foto," teriak Regita.

Jangan ditanya lagi bagaimana cara Aila yang biasanya petakilan, kini menjadi anggun. Sengaja dia tahan-tahan.

Tentunya tidak bersentuhan secara fisik, karena belum muhrim kata Regita. Tapi tidak tahu saja bahwa Azlan pernah mencium tangan Aila.

❤❤❤

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel