Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bagian 4 : Marah.

"Ada yang galau neh ditinggal mas pacar. EKHEM!" Lelaki itu ikut berbaring disampingku lalu tertawa penuh penghinaan.

"Ganggu. pergi sono!" sebalku. kudorong wajah karan yang berusaha mengendus ceruk leherku. "Mesum deh," sambungku kesal.

"Saking galaunya ditinggal pacar ke luar kota, diduga cewek ini sampai tidak mau keluar kamar," bisiknya tepat ditelingaku, bibir merahnya sudah merambat dipipiku lalu menciumnya lama, selalu seperti ini dan bodohnya aku tidak pernah menolak.

"Jangan bibir." Dengan refleks kudorong wajahnya kasar, lelaki itu langsung memberengut sebal. Hal itu membuatku hanya bisa meringis.

"Sekali saja," rengek nya seperti biasa membuatku kali ini tersenyum lalu perlahan bangkit dari ranjang.

"Selamat satu tahun pernikahan, Karan. Terimakasih untuk semua perhatian dan kasih sayang yang kamu berikan padaku," ucapku mengingatkan, lelaki itu hanya diam membeku. Sudah bisa diduga pasti dia melupakan nya. "Special untuk kamu." Aku mendekat merasakan wangi mint dari tubuhnya. Perlahan, kusapu lembut bibir merahnya. Bisa kurasakan Karan menegang beberapa saat, tapi kemudian lelaki itu membalasnya lembut. Mendorongku hingga aku terjatuh di ranjang, lalu kembali membungkam bibirku dengan ciuman manisnya.

"Bibirmu sangat manis" Karan melepaskan ciuman nya dengan nafas terengah-engah, sama sepertiku. "Ini candu bagiku." Lelaki itu kembali berucap sambil menyentuh bibirku yang basah, seketika pipiku berubah menjadi merah.

"Jika kamu sudah blushing seperti ini, aku bisa apa?" Lelaki itu kembali mendekat, merengkuh tubuhku dalam kungkungannya, lalu mengecup pipiku yang memerah.

"Karan, Ahhh!" Desahan itu lolos dari bibirku, aku melotot tidak percaya sambil memukul mulutku yang lancang.

"Kamu mendesah?" Dengan kilat Karan bangkit dari ranjang lalu menatapku lekat. " Hahahahahha, kamu mendesah dibawahku, Naraya!" Tawanya pecah, kurutuki mulut sialanku ini yang entah kenapa bisa mengelurkan suara laknat itu.

**

"Dijemput jam berapa? " Tanya lelaki itu sambil mengeluarkan kepala nya dari balik jendela mobil.

"Seperti biasa dan jangan telat aku tidak suka" Bibirku mengerucut sebal mengingat kebiasaan Karan yang selalu telat menjemput, lelaki itu terkekeh lalu mengangguk patuh.

"Nanti malem ke club yuk" Aku sedikit mendekat, lalu berbisik pelan ditelinganya. Lelaki itu melotot lalu menggelengkan kepalanya, menyebalkan. "Pelit banget" Lanjutku sebal. Semenjak menikah  semua kegiatanku dibatasi Karan. Hal itu membuatku tidak bisa kelayapan lagi.

"Yasudah belajar yang bener, nanti saya usahakan ajak kamu kesana" Lelaki itu menjawab sambil mengacak rambutku pelan.

"Terimakasih sayangku. Kamu terbaik" Kucium kilat pipi Karan, lalu dengan cepat aku berlari masuk ke kampus. Bisa kulihat senyum lelaki itu yang terbit setelah aku meninggalkan nya.

*

"Laki gue mana ya, tadi bilangnya kaga telat, tapi omong doang dasar" Gerutuku sambil sesekali melirik jam tangan ku yang menunjukan tepat pukul empat sore.

"Naraya woy" Suara itu membuat bibirku terangkat, lelaki itu akhirnya datang. Dengan senyum sumringah aku berlari kearah mobilnya, tanpa mempedulikan high heels 12cm yang melekat indah dikaki jenjangku.

BRUGHH

"Auhhh" Teriaku mengaduh. kurasakan otot kaki ku seperti ditarik paksa keluar dari tempatnya. mencoba menggerakan kaki tapi hasilnya nihil. Tanpa sadar air mataku sudah merembes keluar, kulihat sekelilingku yang sudah ramai dengan beberapa mahasiswa yang berusaha menolongku. Astaga aku malu.

"Permisi-permisi" Suara familiar itu membuatku mendongak, sosok Karan dengan wajah khawatirnya sudah berdiri tepat dihadapan ku. "Hey kamu tidak apa?" Lelaki itu berjongkok sambil menatapku cemas.

"Aku malu" Cicitku pelan.

"Oke, aku gendong ya" Itu bukan sebuah pertanyaan tapi lebih ke perintah. Karena sebelum aku menjawab tubuhku sudah terangkat begitu saja.

"Jujur aku ingin tertawa, tapi tidak sampai hati" Sambil menaruh tubuhku dikursi depan lelaki itu terkekeh. "Biar saya pakaikan" Lelaki itu menarik selt bet lalu memasang nya ketubuhku. Aku masih diam saja, fix aku marah.

"Dih ngambek, kesleo doang juga" Tangan jahil nya sudah mendarat tepat dikakiku, aku berteriak nyaring sambil menjambak surai hitam nya.

"Eh main tangan"

"Suami kamprang, sakit tau" Mataku melotot tidak terima.

"Benar-benar seperti anak kecil kamu itu" Lelaki itu kembali terkekeh, tangan nya sibuk mengusap-usap rambutnya yang baru saja aku serang.

"Kamu telat setengah jam" Ucapku kesal.

" I'm so sorry wife, ada rapat dadakan kamu pasti mengerti" Sambil menjalankan kemudi, lelaki itu berusaha membela diri tapi ku diamkan."Idihh ngambekk lagi" Kali ini tangan nya sudah merambat ke kepalaku, dan tanpa dosa mengacak-acak rambut lebat milikku.

"Bodo amat" Sungutku kesal. Kutarik tangan Karan dari kepalaku lalu kuhempaskan kasar.

"Yaudah, sebagai permintaan maaf kamu boleh minta apapun" Tawarnya membuatku kali ini menengok. Kutatapa wajah Karan lekat, tidak ada kebohongan disana.

"Sebulan penuh boleh clubbing" Pintahku antusias.

"NO" Jawabnya tegas membuatku mengerucutkan bibir, dasar PHP.

"Gede omongan doang lu mah" Sungutku kesal.

"Seminggu saja ya, jangan sebulan" Karan berusaha menawar, tapi tidak kupedulikan. "Ayolah Narayy" Sambungnya penuh harapan.

"No, kamu PHP aku jadi males" Respon ku kelewat kesal.

"Aku pernah berjanji kepala orang tua mu untuk tidak membiarkanmu pergi ke tempat terlarang itu" Karan berkata lirih. "Mengizinkan mu seminggu pergi kesana saja itu sudah melanggar, apalagi sebulay Nay"

"Pernikahan ini tidak nyata. Kenapa kamu menganggap nya seserius itu?" Tanyaku tidak mengerti jalan pikiran lelaki disampingku ini.

"Karena aku tidak mau merusak kepercayaan siapapun" Karan berkata tegas membuatku hanya bisa diam.

"Bisa turun?" Lelaki itu menepuk bahuku dan aku terlonjak kaget, astaga ternyata sudah sampai.

"Bisa kok" Jawabku meringis. Karan mengangguk lalu berlalu pergi membuatku menghembuskan nafas kasar.

Kucoba untuk menapakan kaki ku perlahan. Astaga, kenapa rasanya begitu menyakitkan. Kugigit kuat bibirku saat kedua kakiku berhasil menapak, sumpah demi apapun ini sakit sekali. "Akhhh" kupegang kuat pintu mobil saat tubuhku hampir saja terhuyung.

"Ini aku ambilkan kan sandal, lepaskan high heels mu" Suara itu membuatku mendongak, kukira Karan tidak akan kembali lagi ternyata dugaan ku salah, lelaki ini memang sebaik itu. Satu tahun bersama nya membuatku sudah cukup mengenal nya dengan baik.

"Terimakasih" Aku tersenyum semanis mungkin dan dibalas dengan anggukan. Kulepaskan high heels ku perlahan dan kuganti sandal dengan gerakan pelan.

"Coba berjalan" Lelaki itu mengulurkan tangan nya untuk membantuku dan dengan senang hati aku menerimannya.

"Aku tidak kuat ini sakit sekali. Akhh"

Teriaku refleks. Aku hampir saja terjengkang kebelakang jika saja tangan kokoh itu tidak menahanku.

"Saya gendong" Lelaki itu berkata pelan sambil merengkuhku dalam gendongan nya.

"Ganti bajumu dulu" Lelaki itu menaruhku diranjang lalu berjalan kelemari untuk mengambil pakaian santaiku.

"Kamu keluar" Aku memanyunkan bibir sambil menerima pakaian yang lelaki itu ambilkan.

"Astaga, dalam keadaan seperti ini saja kamu masih jual mahal" Sungutnya menatapku kesal.

"Cepat!" Omelku tidak sabaran.

"Aku hadap sini. Tidak akan menengok, janji" Lelaki itu dengan cepat membalikan badan nya untuk membelakangiku.

"Yakin tidak akan menengok?" Aku merasa tidak yakin dengan lelaki mesum ini.

"Astaga.Bahkan jika aku mau, bisa saja aku menyetubuhimu detik ini juga" Lelaki itu berbalik lalu menatapku tajam.

PLAKKK

"Maka jika itu terjadi, aku akan sangat-sangat membencimu." Tanganku bergetar hebat, entah kenapa aku tidak suka pembahasan intim seperti ini. Lagi pula perjanjian nya memang seperti itu. kami sudah saling memiliki kekasih maka komitme untuk tetap menjaga kepercayaan pada pasangan masing-masing harus selalu ditegakan, apapun yang terjadi.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel