Bagian 5 : Awal Kebencian!
Aku melirik ke nakas saat jam sudah menunjukan pukul satu dini hari. Kucoba menutup mataku berkali-kali tapi tetap saja hasilnya nihil. Dengan sebal kuhembuskan nafasku kasar. Selama satu tahun menikah perdebatan tadi sore adalah yang paling parah,tidak pernah aku mengangkat tangan ku untuknya, apa aku keterlaluan? batinku tidak tenang.
Brakkkk
Aku terperanjat kaget. Kutatap pintu yang terbuka lebar dan kulihat lelaki itu berjalan sempoyongan masuk ke kamar membuatku menutup mulutku tidak percaya.
"Astaga kamu kenapa?" Dengan cepat aku bangkit dari ranjang, berusaha membantunya walau kakiku nyatanya masih sangat sakit.
"Raisa sungguh aku mencintaimu" Karan terus meracau, dengan perlahan kubawa tubuh kekarnya keranjang. Tidak lupa kututup pintu terlebih dahulu.
"Aku mencintaimu Raisa" Racau nya sambil membelai lembut wajahku. "Tapi Naray, kamu istriku jadi seharusnya aku mencintaimu" Karan kembali meracau. Dengan cepat, kulepaskan sepatu beserta kaos kaki yang melekat pada kakinya tanpa mempedulikan kata-kata aneh yang terus keluar dari mulutnya.
"Naraya, mendekatlah" Tarikan tiba-tiba itu membuatku yang tak siap akhirnya terjatuh tepat diatas tubuhnya. "Karan lepas, kamu sudah gila?" Aku menggerakan tubuhku tidak nyaman, kucoba melepaskan diri dari kungkungan nya tapi hasilnya nihil. kekuatan ku tidak ada apa-apa nya dibanding dirinya.
CUP
lelaki itu melumat bibirku dengan kasar, menarik tengkuk ku dengan kuat membuatku hampir saja tidak bisa bernafas. Kugerakan seluruh tubuhku agar terlepas darinya tapi tetap saja kekuatan ku tidak sebanding dengan lelaki itu. "Karan, eemmmhhhh" Nafasku tersenggal, lelaki itu melepaskan kasar ciuman itu lalu menghirup udara sebanyak mungkin.
"Naraya, kamu milik ku" Lelaki itu membelai wajahku lembut dan dengan kasar kuhempaskan tangan nya. "Kamu tau, balasan apa yang akan aku berikan jika kamu berani melakukan nya?" Kutatap wajah nya tajam dengan air mata yang sudah mengalir deras.
"Aku akan merubah air mata mu itu menjadi erangan penuh kenikmatan"
PLAKKK
"kamu main kasar, aku juga bisa" Karan menarik kasar gaun tidurku hingga sobek lalu tangan nya mulai meraba setiap inci tubuhku."Ini akan nikmat sayang" Kurasakan usapan pada area sensitifku yang masih tertutup, aku mendelik lalu dengan cepat kutepis tangan lancang nya.
"Kurang ajar kamu Karan" Aku berusaha bangkit tapi tidak bisa, lelaki itu mengapitku kuat membuatku tidak bisa bergerak sama sekali, hanya menangislah yang bisa aku lakukan sekarang.
"Karanha, aku mohon demi persahabatan kita" Cicitku lirih, untuk melawan nya sudah jelas tidak akan bisa tapi dengan memohon mungkin saja berhasil.
"Kita suami istri bukan sahabat"
Bisiknya sambil menggigiti telingaku sedangkan aku hanya bisa kembali terisak.
"Karan aku mohon jangan" Dengan cepat kuhalangi tangan lelaki itu yang ingin memegang intiku.
"Aku main kasar jika kamu seperti ini" Lelaki itu menatapku tajam membuat nyawaku menciut. "Ini akan nikmat" Lelaki itu menarik kasar penutup gunung kembarku beserta kain yang menutupi aset pusatku dan melemparkan nya ke sembarang tempat. Aku terdiam pasrah dengan air mata yang sudah membasahi keseluruhan wajahku.
"Aku masih memohon kepada mu, Karanha. Karena jika hal itu benar-benar terjadi, aku akan membencimu dan akan membuatmu menyesal seumur hidup" Lirihku sambil memalingkan wajahku kesamping, air mataku terus saja mengalir tanpa henti.
Saat kurasakan lelaki itu menjauh dari tubuhku, aku langsung menengok memastikan apa yang terjadi. Hatiku yang tadinya mulai lega menjadi kembali hancur berkeping saat melihat Karan mulai melucuti pakaian nya sendiri. Kupalingkan wajahku saat sesuatu yang besar itu terpampang jelas didepan wajahku.
"Tidak Karan, aku mohon" Tangisku semakin menjadi, lelaki itu kembali menindih dan memberikan tanda kepemilikan disetiap jengkal tubuhku.
"Jangan membantah, hanya akan sakit diawal saja" Karan semakin menekan tubuhnya ke tubuhku. Bisa kurasakan miliknya yang sudah bersentuhan dengan milikku dibawah sana. Tubuhku bergetar hebat, bahkan bisa kurasakan keringat dingin yang mulai membasahi kulitku.
"Karanha, kita tidak bisa menghianti Raisa ataupun Calvin" Ucapku masih berusaha memohon. Kurasakan sesuatu yang berusaha menerobos intiku tapi tidak juga berhasil.
"Sempit sekali" Karan menekan tubuhku kasar, membuatku menggigit kuat bibirku karna perih.
"Karan aku mohon" Pintahku masi berusaha menolak, kurasakan sesuatu yang besar itu terus saja menerobos milik ku tapi tidak juga berhasil. "Karan kamu menyakitiku" Tangisku kembali pecah, kucengkram kuat punggung Karan saat dorongan itu semakin kuat.
"Karan sebelum terlambat lepas.."
AHHHH
Aku membeku saat sesuatu yang besar berhasil masuk kedalam tubuhku, bahkan tenaga ku untuk memberontak ataupun menjerit sudah tidak ada, aku hanya diam dengan air mata yang bercucuran membasahi pipiku.
"Kamu milik ku, hanya miliku" Lelaki itu mengecup pipiku lembut. Kupejamkan mataku sambil menahan perih yang luar biasa,ini benar-benar menyakitkan sampai aku tidak bisa menjelaskan rasanya.
Setelah diam beberapa, lelaki itu mulai menggerakan pinggulnya,
tidak ada kenikmatan sama sekali. Tubuhku remuk redam, intiku sakit, kepercayaanku hilang, dan kebencian ku mulai berkibar.
Saat kurasakan cairan panas itu seperti mengguyur rahimku, kugigit bibirku kuat-kuat, menahan desahan yang dari tadi ingin kuteriakan.
Perih di intiku semakin menjadi ketika lelaki itu terus saat memompa ku tanpa ampun, berkali-kali hingga aku tidak bisa membayangkan berapa banyak cairan itu masuk kedalam tubuhku.
"Naraya Ahhhh" Teriak lelaki itu untuk kesikian kalinya. "Terimakasih Sayang" Bisik nya lembut sambil melepaskan penyatuan kami. Lelaki itu jatuh tertidur sambil memeluk ku erat. Aku hanya diam dengan air mata yang sudah mengering disekitar wajahku. Aku merasa hancur, sehancur-hancurnya.
***
Aku mengerjab ketika kurasakan sinar matahari menusuk indra penglihatanku. Kukerjabkan mataku berkali-kali saat kurasakan pening yang menghantam kepalaku.
Dengan perlahan aku bangkit dari ranjang. Netraku tanpa sengaja menangkap keadaan sekitar yang terkesan begitu kacau. "Apa yang terjadi?" Gumanku tidak mengerti. Kusibakan selimut yang menutupi tubuhku dan saat itu pula aku kembali terheran. Aku telanjang, benar-benar telanjang.
"Naraya astaga" Kagetku ketika melihat wanita itu meringkuk dibawah. "Kamu kenapa?" Aku turun dari ranjang dengan selimut yang kulilitkan ditubuh telanjangku.
"Jangan sentuh aku" Wanita itu berucap parau, seketika membuat tanganku melayang diudara. "Kamu jahat Karan, aku tidak menyangka" Lanjutnya pelan.
"Naraya, apa semalam kita?" Tanyaku lirih. Keadaan kamar yang jauh dari kata rapi serta pakaian yang berserakan dilantai membuat pikiranku seketika menuju pada hal itu. "Naraya, aku.."
"Aku mau cerai" Potongnya cepat sambil bangkit perlahan. Keadaan wanita itu benar-benar kacau, membuat hatiku seperti teremas tangan tak kasat mata.
"Naraya, aku minta maaf. Ini benar-benar diluar kendali, ampuni aku Nay" Aku bersimpuh dilantai. Menatap wanita itu penuh penyesalan. Nara hanya diam dengan tatapan kosongnya, wanita itu bahkan tidak menangis.
"Kita suami-istri itu semua tidak salah, kamu berhak akan itu" Wanita itu menjawab dengan tatapan kosong nya. "Kamu tidak salah, aku yang salah" Lanjutnya sambil meremas kuat sprei yang dia lilitkan untuk menutupi tubuhnya.
"Ampuni aku Naray, akan kulakukan apapun yang membuatmu memaafkan ku" Aku kembali memohon. Berusaha mendekat tetapi wanita itu terlihat tidak nyaman, membuatku akhirnya mengurungkan niat itu.
"Naray..."
"Jangan sentuh aku, apa semalam belum cukup?" Wanita itu berucap pelan sambil menatapku sendu. "Ceraikan saya" Cicitnya lirih sambil memeluk lututnya erat.
"Tidak Naraya, aku tidak akan meninggalkan mu" Aku menggeleng cepat. Kewarasan ku masih penuh, aku tidak mungkin segila itu untuk meningkalkan seorang wanita yang baru saja aku nodai, walaupun itu istriku sendiri."Naraya sekali lagi Saya minta maaf, benar-benar minta maaf"
"Jangan terus minta maaf, Karena aku tidak akan pernah memaafkan mu" Wanita itu bangkit dengan pandangan kosongnya dan langsung masuk ke kamar mandi.
*
"Kamu mau kemana?" Dengan tergesa Nara memasukan seluruh pakaian nya kedalam koper berukuran sedang.
"Aku sudah bilang kalau kita akan bercerai" Jawabnya dingin sambil terus mengemas pakaian nya.
"Kita bicarakan dengan kepala dingin. Jangan mengambil keputusan dengan tergesa Naraya" Pintahku memohon. kutarik pelan tangan Nara tapi dengan kasar wanita itu kembali menghempaskan nya.
"Jangan sentuh aku" Tatapan tajam nya membuatku pasrah.
"Naraya demi apapun itu hanya ketidaksengajaan, bahkan aku lupa apa yang aku lakukan semalam" Jujurku masi berusaha menjelaskan tetapi wanita itu terlihat tidak peduli.
"Aku mau cerai, aku tidak sudi tinggal satu atap denganmu. Peduli setan dengan kejadian semalam, Aku hanya tau kalau kamu melanggar perjanjian di antara kita. Maka dari itu kita sudah tidak ada hubungan lagi" Naraya menatapku nyalang dengan sorot mata penuh kebencian. Aku terdiam tidak menyangka bahwa hubungan baik diantara kami yang terjalin satu tahun ini akan cepat sekali retak hanya karna satu malam.
"Naraya kakimu" Perempuan itu tersungkur ketika berusaha meraih kopernya. Aku berjongkok berusaha membantunya, tetapi tatapan itu membuatku akhirnya mundur.
"Jangan mendekat apalagi berani menyentuhku, aku tidak butuh bantuan dari orang sepertimu" Kata-kata itu menyadarkanku, bahwa mulai sekarang ada benteng tak kasat mata diantara kami. Kelinci kecil ku itu benar-benar membenciku.
